AkhlaqAqidahHarta Haram KontemporerOpini

Uang Kita Milik Siapa

Assalamualaikum sobat fillah.

Sebenarnya, uang kita sejatinya milik siapa?

Ternyata, ada ayat Al-Qur’an yang jelas-jelas dengan tegasnya mengatakan seperti ini:

وَّاٰتُوْهُمْ مِّنْ مَّالِ اللّٰهِ الَّذِيْٓ اٰتٰىكُمْ

“dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu” (QS 24:33)

Dalam ayat QS An Nuur 24:33 di atas, digunakan bahasa “Berikanlah untuk mereka ‘min maalillah’. Artinya, berikanlah untuk mereka sebagian dari ‘harta Allah’. Bahasa yang digunakan ternyata ‘harta Allah’, bukan harta kita.

Nah sekarang, coba bayangkan saat kita buka dompet, atau saat kita mau belanja, atau saat kita mau jajan, bahwa uang di tangan kita itu ‘uang Allah’.

Ada perasaan yang berbeda ya.

Dan ternyata, kedudukan manusia sebenarnya hanya pengelola dari uang Allah, yang ditegaskan di QS Al Hadid 57:7.

اٰمِنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَاَنْفِقُوْا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُّسْتَخْلَفِيْنَ فِيْهِۗ

“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan infakkanlah sebagian dari harta yang Dia telah menjadikan kamu sebagai penguasanya.” (QS Al Hadid 57:7)

Di sini, مُّسْتَخْلَفِيْنَ (mustakhlafiin) diterjemahkan sebagai ‘penguasa’ seperti subjek. Tapi sebenarnya jika dilihat dari sharaf atau ilmu perubahan kata dalam bahasa Arab, مُّسْتَخْلَفِيْنَ berasal dari kata اِسْتَخْلَفَdan berkedudukan sebagai maf’ul atau objek, bukan subjek. Karena اِسْتَخْلَف artinya ‘menjadikan sebagai pengganti’, maka مُّسْتَخْلَفِيْنَ artinya orang yang dijadikan sebagai pengganti atau penguasa.

Siapa fa’il atau subjeknya? Tentunya Allah. Kita sebagai manusia hanya mustakhlaf, hanya objek yang diberikan kekuasaan atau dijadikan pengganti/khalifah oleh Allah dalam mengatur uangNya. Manusia bukanlah ‘penguasa’ sebenarnya, hanya diberikan sedikit kekuasaan saja oleh Allah. Manusia hanya ‘bendahara’ dari uang Allah.

Wah, ini tuh seperti seorang direktur yang mengatakan kepada bendahara perusahaannya, “Eh tolong kasih sebagian uang perusahaan kepada mereka ya”. Untuk program CSR misalnya.

Bendahara itu sebenarnya enggak memiliki uang perusahaan sedikitpun, hanya mengelola. Dan, ketika bendahara itu diinstruksikan oleh direktur perusahaan untuk menyalurkan uang perusahaan, ya sudah sepatutnya bendahara siap siaga melaksanakan instruksi direktur.

Analogi direktur dan bendahara tentunya jauh sekali dengan kedudukan Allah dengan hambaNya. Kedudukan Allah atas hambaNya, jauh jauh lebih superior dibandingkan sekadar kedudukan direktur atas pegawainya.

Jika bendahara menyelewengkan uang perusahaan sesuai pikirannya sendiri, apa yang akan terjadi? Bendahara itu dipecat. Nah, apa yang akan terjadi jika kita ‘menyelewengkan’ uang Allah berdasarkan aturan kita sendiri, tidak sesuai dengan aturan Allah? Ya tentu saja siap-siap ‘dipecat’ atau ‘turun jabatan’ dari hamba Allah. Atau, ‘pahala’ dan ‘keberkahan’Nya pada kita sebagai ‘pegawaiNya’ dikurangi. Hancurlah ‘karir’ kita sebagai ‘pegawai Allah’. Naudzubillah…

Nah, mari kita evaluasi. Selama ini, bagaimana kita mengatur ‘uang Allah’ di dompet dan rekening kita? Apakah berdasarkan pemikiran sendiri, pemikiran orang lain, atau pemikiran dan keputusan Allah? Jangan jauh-jauh mengelola dulu deh, apakah kita sudah berusaha mempelajari ‘aturan Allah’ dalam mengelola ‘uangNya’ pada kita itu seperti apa?

Yuk belajar dan laksanakan aturan Allah sama-sama!

Silakan dishare jika dirasa bermanfaat =)

Anbarsanti

Founder nabitu.id | Mahasiswa Ph.D., Nanyang Technological University, Singapura.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button