Pada tahun pertama Rasulullah saw bersama kaum Muhajirin hijrah ke Madinah, perdagangan di kota tersebut masih didominasi oleh kaum Yahudi.
Tidak lama setelah dipersaudarakan dengan seorang saudagar Anshar, Saad bin Rabiq, beliau meminta ditunjukkan pasar di Madinah. Begitu sampai, Abdurrahman bin Auf bertanya,
“Wahai saudaraku, pasar ini punya siapa? Kenapa pembelinya ramai sekali?”
Saad bin Rabiq menjawab, “Pasar ini milik kaum Yahudi, mereka telah mengkavling-kavling tanah di sini, lalu menyewakannya dengan harga tinggi pada pedagang yang ingin menempatinya.”
Abdurrahman bin Auf lalu bertanya lagi, “Lalu tanah milik siapakah yang ada di depannya ini? Kenapa tidak dimanfaatkan?”
Saad bin Rabiq menjawab, “Ini tanah milikku, wahai saudaraku. Beberapa kali pedagang Yahudi ingin menguasainya namun tidak kuizinkan.”
Dengan bersemangat, Abdurrahman bin Auf berkata, “Alhamdulillah. Kalau ini memang benar tanahmu, maka akan kubangun pasar di sini, tepat di depan pasarnya kaum Yahudi. Akan kita kavling-kavling juga. Akan kita berikan tanah ini pada pedagang Muslim tanpa harga sewa.”
“Kita pakai sistem bagi hasil.”
- Baca juga: Apa itu Syirkah?
- Baca juga: Syirkah Mudhorobah
“Kalau pedagang Muslim di sini mendapat untung, barulah mereka wajib membagi hasilnya pada kita. Yakinlah engkau wahai saudaraku, hanya dengan cara ini kita bisa mengalahkan cara berdagang kaum Yahudi.”
Akhirnya, dalam waktu singkat, lahirlah Pasar Muslim pertama di Kota Madinah Al Munawarah. Di pasar ini, kaum Muslimin leluasa menerapkan aturan ekonomi Islam tanpa takut diganggu kepentingan bisnis Yahudi. Dari sanalah Abdurrahman bin Auf menunjukkan kelihaiannya dalam membangun suatu bisnis dari nol hingga sukses.
2 Comments