Adab Berhutang

Islam menganjurkan agar manusia menghindari hutang. Sebab, berbagai masalah dan kemudharatan muncul akibat adanya utang piutang. Namun, karena suatu kondisi terkadang seseorang terpaksa melakukan utang. Adapun demikian, berikut adab yang harus diperhatikan ketika berhutang atau ketika hendak mau, di antaranya:

Dari hutang-piutang terkadang bisa menimbulkan berbagai permasalahan. Walaupun pada dasarnya di dalam Islam diperbolehkan berhutang. Sebelum kita memutuskan untuk berhutang maka alangkah baiknya jika kita memperhatikan adab-adab dalam berhutang. Nah, apa sajakah adab-adab dalam berhutang? 

Ini dia  4 adab yang harus diperhatikan sebelum berhutang diantaranya:

  1. Niat Berhutang Bukan Untuk Pemborosan 

Memenuhi kebutuhan diri dan keluarga dalam batas sederhana dan tidak berlebihan sehingga dapat membantu kita terhindar dari berhutang. Dengan memegang prinsip berbelanja sesuai kebutuhan, bisa membedakan antara butuh dan ingin sehingga tidak terlena dalam memiliki sebuah barang. 

Hal tersebut selaras dengan keteladanan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Jauhilah gaya hidup mewah. Sesungguhnya hamba-hamba Allah itu bukan orang-orang yang bermewah-mewahan.” (HR. Ahmad). Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya hidup sederhana termasuk bagian dari iman.” (HR.Jamaah).

Jadi, dengan memperhatikan gaya hidup kita yang tidak berlebihan maka akan bisa membantu diri kita terhindar dari hutang konsumtif yang hanya untuk memenuhi tuntutan gaya hidup. Adapun, perbuatan menghambur-hamburkan harta merupakan perbuatan yang tercela. Sebagaimana firman Allah SWT di dalam Al-Quran:

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan.” (QS al-Isra’: 26-27). Berlebihan dan sifat boros tidak hanya di dalam berbelanja dan memiliki suatu barang saja, tetapi bisa juga dalam mengkonsumsi makanan dan minuman. Dan hal ini juga tidak Allah sukai. “Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS al-A’raf: 31).

  1. Bersegera mengembalikan hutang sesuai waktu yang disepakati

Ketika kita berada di dalam posisi berhutang kepada pihak lain maka sudah seyogyanya memiliki itikad yang kuat untuk mengembalikan dan mampu menunaikan utangnya pada masa waktu yang sudah disepakati. 

Dengan berusaha serta meminta pertolongan kepada Allah SWT untuk melunasi hutang akan mendatangkan ampunan dari Allah SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Barangsiapa di antara umatku yang menanggung suatu utang, kemudian ia telah berusaha dengan keras untuk membayarnya, lalu ia meninggal dunia sebelum membayarnya, maka aku akan menjadi walinya.” (HR. Ahmad).

  1. Kreditur (pemberi pinjaman) tidak boleh meminta imbalan bersyarat

Diharamkan adanya bunga dalam pengembalian hutang, Kedua, kreditur tidak boleh mengambil imbalan bersyarat atas jasa pinjamannya. Contohnya seperti ketika si A meminjam uang kepada si B sebesar 20 juta dan si B memberikan syarat harus mengembalikan nominal pokok pinjaman beserta tambahan sebesar 200 ribu dalam pengembalianya. Sehingga terdapat kelebihan dari nilai pokok yang dipinjam oleh si A. maka, kelebihan ini disebut sebagai riba jahiliyah. 

Namun, jika kita ingin berniat membalas kebaikan orang yang memberikan kita hutang dengan memberikan sesuatu baik itu berupa barang, uang atau makanan diperbolehkan asal tidak dipersyaratkan di awal (tanpa perjanjian). 

Hal itu sesuai dengan kaidah “setiap manfaat bersyarat yang diterima kreditur itu riba”. Kecuali, jika atas inisiatif debitur (tanpa diperjanjikan) maka dibolehkan. 

  1. Mendoakan orang yang memberikan piutang

Mendoakan orang yang memberikan kita piutang merupakan bagian dari adab dan akhlak. Terdapat doa yang dianjurkan untuk dibaca ketika seseorang yang meminjam uang membayar utangnya. Doa ini bersumber dari hadist Rasulullah SAW. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam An-Nasa’i dan Imam Ibnu Majah dengan sanad yang shahih berbunyi: “Barakallahu laka fii ahlika wa malika innama jaza-u as-salafulhamdu wal-ada-i”. Yang artinya: “Semoga Allah memberikan berkah kepadamu dalam keluarga dan hartamu. Sesungguhnya balasan meminjami adalah pujaan dan membayarnya,”.

Sumber:

Sahroni, Oni. (2021). Fiqih Muamalah Kontemporer Jilid 1. Jakarta: Penerbit Republika.

https://www.rumahamal.org/news/6_adab_ketika_berutang_dalam_sudut_pandang_islam#

Exit mobile version