Hadiah yang Mengandung Dosa

Saling berbagi hadiah kepada sesama adalah hal yang baik dan menyenangkan bahkan saling memberi hadiah merupaka aktivitas yang Rasulullah anjurkan. Selain itu setiap orang pasti suka yang namanya hadiah entah disebut bonus, hibah, potongan harga berkah atau istilah lain yang intinya ya hadiah itu sendiri. Bahkan saking sukanya, tak sedikit yang akhirnya mencari-cari hadiah dimana-mana. Tapi, bagaimana jika kegiatan berbagi atau mencari hadiah itu dibersamai sesuatu yang diharamkan dalam islam? Tentu aktivitas yang sebelumnya dibolehkan itu jadi haram.

Seseorang memang boleh memberikan atau mencari-cari hadiah dengan syarat hadianya merupakan sesuatu yang dibolehkan dalam islam, bukan yang haram. Bahkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kepada umatnya untuk saling memberi hadiah, seperti pada hadits berikut 

تهادُوا تحابُّوا

“hendaknya kalian saling memberi hadiah, maka kalian akan saling mencintai” Hadits riwayat Al Bukhari dalam Adabul Mufrad no.462

Akan tetapi ternyata dalam memberi atau mencari hadiah kita mesti lebih berhati-hati lagi. Karena ada hadiah yang haram kita terima atau kita berikan kepada orang lain. Yaitu ketika kita memiliki akad hutang-piutang dengan pihak yang memberi hadiah atau yang akan kita beri hadiah. Karena ada hukum khusus terkait dengan hutang-piutang yang harus kita pahami terlebih dahulu.

Pertama, dalam akad hutang-piutnag, Jika seseorang memberikan pinjaman (qardh) kepada orang lain dan mensyaratkan tambahan pada saat akad, tambahan ini hukumnya haram karena termasuk riba. Semua ulama sepakat akan keharamannya tanpa perbedaan pendapat. (Taqiyyuddin Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, 2/343). Ibnu Mundzir berkata,”Para ulama sepakat jika pemberi pinjaman mensyaratkan kepada peminjam tambahan atau hadiah…maka tambahan yang diambil itu adalah riba.” (Al-Ijma’, hal. 39)

Kedua, apabila tambahan atau hadiah itu tak disyaratkan dalam akad apakah tetap haram? Menurut Imam an-Nabhani, jika tambahan itu diberikan sebagai hadiah, hukumnya harus dirinci lagi. Jika peminjam sudah biasa memberi hadiah kepada yang pemberi pinjaman, hukumnya jadi boleh. Akan tetapi jika peminjam tidak biasa, hukumnya menjadi haram. (Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, 2/343).

Dari Anas, “Rasulullah SAW ditanya, ’Seorang laki-laki dari kami meminjamkan harta kepada saudaranya, lalu saudaranya memberi hadiah kepada laki-laki itu. Maka Rasulullah SAW bersabda,’ Jika salah seorang kalian memberikan pinjaman, lalu dia diberi hadiah, atau dinaikkan ke atas kendaraannya, maka janganlah dia menaikinya dan janganlah menerimanya. Kecuali hal itu sudah menjadi kebiasaan sebelumnya.” (HR Ibnu Majah).

Dari Said bin Abi Burdah dari Bapaknya: “Aku datang ke Madinah dan bertemu dengan Abdullah bin Salam RA, ia berkata, “Kamu hidup di dalam sebuah negeri dimana riba tersebar luas. Karena itu, jika salah seorang berhutang kepadamu dan ia memberikan hadiah sekeranjang rumput atau gandum atau jerami, janganlah kamu terima, karena itu adalah riba” (HR. Bukhari).

Selain karena hutang dad juga hadiah yang dilarang, yaitu hadiah termasuk kedalam risywah. Dr Erwandi Tarmidzi mengatakan dalam bukunya bahwa risywah atau sogokan adalah salah satu bentuk muamalat yang mengandung kedzaliman terhadap orang banyak.

Risywah dewasa ini terbukti banyak terjadi pada masa modern ini, akan tetapi hal ini sebetulnya sudah terjadi sejak lama, bahkan sebelum islam hadir. Perbuatan ini merupakan penyakit yang melekat pada kaum yahudi. Seperti firman Allah dalam Surat Al Maidah ayat 42

سَمَّٰعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّٰلُونَ لِلسُّحْتِ ۚ 

“mereka (orang yahudi) itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram (uang sogok)”

Ada sebuah kisah, seorang munafik yang berpura-pura masuk islam dan ia terlibat suatu perkara dengan seorang yahudi di Madinah, maka saat orang yahudi itu meminta persengketaan mereka diadili oleh Nabi Muhammad, orang munafik tersebut menolak dan leih memilih datang kepada dukun, karena ia tahu Nabi Muhammad tidak menerima sogokan.

Dalam Surat Al Baqarah ayat 188 juga disebutkan agar kita tidak memakan harta melalui jalan yang buruk atau bathil. Allah melarang kita dalam memberikan sogokan kepada penegak hukum agar menang dalam suatu perkara.

Perkara hadiah yang berupa sogokan ini bahkan membawa dampak yang besar. Risywah atau suap dapat menghancurkan tatanan masyarakat khususnya dalam pertumbuhan ekonomi, hal ini mampu menjadi penghambat. Wallahu a’lam bishawwab.

Referensi:

Buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya Dr. Erwandi Tarmidzi, MA

Hukum hadiah dari penghutang, Bimbingan Islam Ustadz Mu’tashim, Lc. MA.

Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, Jilid 2, Taqiyyuddin Nabhani

Exit mobile version