Makna Rezeki Dalam Islam

Rezeki adalah topik penting dalam ajaran Islam. Kepercayaan bahwa Allah adalah yang mengatur rezeki merupakan hal yang sangat mendasar dalam pandangan islam sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah Swt.,

وَمَا مِنْ دَابّةٍ فِي اْلَرْضِ إِلّ عَلَى الِ رِزْقُهَا

Dan tidak ada satu pun hewan melata di muka bumi ini, kecuali rezekinya telah ditetapkan oleh Allah.” (QS Hûd: 6)

Artikel ini akan membahas konsep rezeki dalam Islam, mencakup dua aspek penting: Al-haal (kondisi/keadaan) dan Al-asbab (sebab-akibat). Selain itu, kami akan menjelaskan mengapa penting untuk memiliki keyakinan ini dan bagaimana usaha manusia berperan dalam mendapatkan rezeki.

  1. Konsep Rezeki dalam Islam

Konsep rezeki dalam Islam didasarkan pada keyakinan bahwa Allah Swt. adalah Maha Pemberi Rezeki. Setiap makhluk yang diberi kehidupan oleh Allah memiliki jaminan rezeki-Nya. Sebagai contoh, jika seseorang merasa khawatir bahwa keturunannya akan lahir tanpa jaminan rezeki, Allah tegas membantahnya,

وَلَ تَقْتُلُوا أَوْلَدَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيّاكُمْ

Kalian jangan membunuh anak-anak kalian karena takut akan kelaparan, padahal Kami-lah Yang (menjamin) memberikan rezeki mereka, juga rezeki kalian.” (QS Al-Isrâ’: 31)

وَلَ تَقْتُلُوا أَوْلَدَكُمْ مِنْ إِمْلَقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيّاهُمْ

Kalian jangan membunuh anak-anak kalian karena takut akan kelaparan, padahal Kamilah Yang (menjamin) memberikan rezeki kalian dan juga rezeki mereka.” (QS Al-An’âm: 151)

Inilah yang dibantah oleh Allah Swt. seakan ingin menyatakan, “Bukan kamu yang menjamin rezeki mereka, melainkan Akulah Yang menjamin rezeki mereka, juga rezeki kamu.”

Inilah yang dijanjikan oleh Allah Swt.. Jaminan rezeki tersebut telah diberikan oleh Allah Swt. melalui orang tuanya atau melalui orang lain.

Ayat-ayat dan makna pemikiran rezeki di atas memberikan gambaran bahwa “rezeki di tangan Allah” adalah pemikiran yang menjadi keyakinan dan wajib dimiliki oleh setiap orang Islam. Karena pemikiran tersebut memang riil dan tidak kontradiktif dengan realitasnya.

  1. Rezeki dan Usaha Manusia

Sedangkan masalah usaha agar “rezeki di tangan Allah” tersebut sampai kepada manusia, adalah masalah hukum syara’. Dan ini merupakan dua wilayah yang berbeda. Yaitu wilayah hati dan fisik. Karena itulah, usaha untuk memperolehi rezeki hukumnya adalah wajib bagi tiap muslim. Allah Swt. berfirman,

فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ

Maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah anugerah Allah.” (QS Al-Jumu’ah: 10)

Meskipun usaha merupakan kewajiban bagi tiap muslim untuk mendapatkan “rezeki di tangan Allah” agar sampai kepadanya, tetapi usaha ini bukanlah sebab yang memastikan datangnya rezeki. Usaha hanyalah faktor-faktor kondisional (al-hâlah) yang harus diusahakan agar “rezeki di tangan Allah” tersebut datang. Artinya, jika seseorang bekerja, belum tentu mendapatkan rezeki. Ini menunjukkan bahwa usaha manusia adalah bagian dari tawakal kepada Allah. Jika demikian, siapa yang menjadi sebab rezeki?

  1. Memahami Sebab Rezeki

Satu-satunya yang menjadi penyebab adanya rezeki tentu hanya Allah Swt.. Firman Allah Swt.,

وَفِي السّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُون

“Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezeki kalian, dan terdapat apa yang telah dijanjikan kepada kalian.” (QS Adz-Dzariyât: 22)

Sebagian ulama ada yang mengaitkan sebab rezeki tersebut dengan tawakal kepada Allah Swt..  Ini artinya bahwa sebab rezeki ini adalah Allah Swt.. Karena itu yang menentukan banyak dan sedikitnya rezeki adalah keyakinan seseorang kepada Allah sebagai Ar-Razzâq(Maha Pemberi Rezeki), sebagaimana yang dinyatakan oleh hadis Nabi saw.,

“Jika kalian bertawakal dengan tawakal yang sebenar-benarnya, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepada kalian, sebagaimana Dia telah memberi rezeki kepada burung yang berangkat (pagi) dengan perut kosong, dan pulang dengan (perut) kenyang.” (HR At-Tirmidzi dan Ahmad)

Jadi, meskipun rezeki tersebut ditentukan oleh Allah, dan usaha manusia tidak memengaruhi besar dan kecilnya rezeki, tetapi usaha tetap merupakan faktor yang menentukan halal dan haramnya rezeki yang diberikan oleh Swt.. Karena itu, mengapa ada perbedaan antara rezeki dengan pemilikan rezeki.

Setiap muslim wajib berusaha mencari “rezeki di tangan Allah” dengan usaha yang bisa mengantarkannya pada hasil yang halal. Meskipun hakikat rezeki yang halal dan haram tersebut sama-sama dari Allah Swt., tetapi status halal dan haram tersebut adalah manusialah yang menentukan. Yaitu dengan mendapatkan rezeki berdasarkan pemilikan yang sahih berdasarkan ketentuan Islam.

Karena itu, manusia akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah karena cara memperoleh rezekinya; apakah bertentangan dengan cara yang telah ditetapkan oleh Allah atau tidak? Demikian halnya pertanggungjawaban atas pemanfaatan rezeki yang diberikan kepada manusia; apakah untuk sesuatu yang disyariatkan oleh Allah atau tidak.

Sebab, semuanya ini merupakan wilayah aktivitas manusia yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.. Hanya saja manusia tidak akan diminta pertanggungjawaban karena sedikit atau banyaknya, atau karena baik dan buruknya, atau karena positif dan negatifnya rezeki yang diberikan kepadanya. Sebab, masalah ini merupakan wilayah Allah, dan bukan wilayah manusia.

Sebab rezeki sebenarnya adalah Allah Swt. Meskipun manusia berusaha, Allah adalah yang menentukan besar atau kecilnya rezeki yang diberikan kepada seseorang. Keyakinan ini tercermin dalam hadis Nabi Muhammad saw., “Jika kalian bertawakal dengan tawakal yang sebenar-benarnya, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepada kalian, sebagaimana Dia telah memberi rezeki kepada burung yang berangkat (pagi) dengan perut kosong, dan pulang dengan (perut) kenyang.”

Sebagai manusia, kita diminta pertanggungjawaban oleh Allah atas cara kita memperoleh dan memanfaatkan rezeki. Penting untuk memperoleh rezeki sesuai dengan aturan Islam dan menggunakannya untuk tujuan yang disyariatkan oleh Allah.

  1. Kesimpulan

Dalam Islam, konsep rezeki adalah keyakinan bahwa Allah adalah Maha Pemberi Rezeki. Meskipun manusia berusaha, rezeki ditentukan oleh Allah. Dengan demikian, usaha manusia merupakan faktor kondisional yang menentukan apakah rezeki tersebut halal atau haram. Oleh karena itu, penting bagi setiap muslim untuk memiliki keyakinan ini dan berusaha dengan tawakal kepada Allah. Dengan begitu, kita dapat mencari “rezeki di tangan Allah” dengan usaha yang baik dan bertanggungjawab sesuai dengan ajaran Islam. Semoga artikel ini membantu Kamu memahami konsep rezeki dalam Islam.


Refrensi:
Hafidz Abdurrahman.  2021. Diskursus Islam Politik dan Spiritual. Bogor: Al Azhar Press

Exit mobile version