Bekerja adalah sebuah kewajiban bagi seorang laki-laki yang sudah baligh karena secara khusus orang tuanya sudah tidak wajib memberikan nafkah. Dalam Subulus Salam, as-Shan’ani menjelaskan,
جمهور إلى أن الواجب الإنفاق عليهم إلى أن يبلغ الذكر وتتزوج الأنثى ثم لا نفقة على الأب إلا إذا كانوا زمنى
Mayoritas ulama berpendapat, bahwa kewajiban memberikan nafkah kepada anak itu sampai usia baligh atau sampai menikah bagi anak perempuan. Kemudian setelah itu, tidak ada tanggungan kewajiban nafkah atas bapak, kecuali jika anaknya sakit-sakitan. (Subulus Salam, 2/325). [1]
Oleh karena itu, seorang laki-laki baligh sudah harus bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya sendiri. Apalagi nantinya ketika mereka sudah berkeluarga, maka tanggung jawab dan kebutuhan hidupnya lebih besar dari pada yang belum berkeluarga. Sehingga bekerja menjadi salah satu aktivitas yang semestinya dilakukan guna memperoleh penghidupan itu sebagaimana hadits berikut ini:
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ عَنْ ثَوْرٍ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ الْمِقْدَامِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Musa telah mengabarkan kepada kami ‘Isa bin Yunus dari Tsaur dari Khalid bin Ma’dan dari Al Miqdam radliallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada seorang yang memakan satu makananpun yang lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah Daud AS memakan makanan dari hasil usahanya sendiri. (HR. Bukhari, no. 1930) [2]
Sehingga bekerja merupakan cara terbaik untuk meraih penghidupan. Akan tetapi yang perlu kita perhatikan adalah bagaimana pekerjaan yang berkah di sisi Allah? Jangan sampai hanya karena kebutuhan mencukupi penghidupan kemudian kita melakukan hal yang dilarang dalam islam.
Berikut salah satu pekerjaan berkah yang telah ditunjukan dalam islam yaitu berupa jual beli yang mabrur.
حَدَّثَنَا يَزِيدُ حَدَّثَنَا الْمَسْعُودِيُّ عَنْ وَائِلٍ أَبِي بَكْرٍ عَنْ عَبَايَةَ بْنِ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ عَنْ جَدِّهِ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ قَالَ عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ
Telah menceritakan kepada kami Yazid, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami al-Mas’udi, dari Wa`il Abu Bakr, dari Abayah bin Rifa’ah bin Rafi’ bin Khadij, dari kakeknya, yaitu Rafi’ bin Khadij, ia berkata: Rasulullah ﷺ pernah ditanya: “Wahai Rasulullah, mata pencaharian apakah yang paling baik?” Beliau menjawab: “Pekerjaan seseorang dengan jerih payahnya sendiri dan setiap jual-beli yang terbebas dari perkara haram.” (HR. Ahmad, no. 16628) [3]
Menurut para ulama jual beli yang mabrur adalah jual beli yang didalamnya memenuhi rukun dan syarat jual beli. Selain memenuhi syarat dan rukun jual beli harus juga mengandung kejujuran.
حَدَّثَنَا بَدَلُ بْنُ الْمُحَبَّرِ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا الْخَلِيلِ يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا أَوْ قَالَ حَتَّى يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
Telah menceritakan kepada kami Badal bin Al Muhabbar telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Qatadah berkata, aku mendengar Abu Al Khalil menceritakan dari ‘Abdullah bin Al Harits dari Hakim bin Hizam radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Dua orang yang melakukan jual beli boleh melakukan khiyar (pilihan untuk melangsungkan atau membatalkan jual beli) selama keduanya belum berpisah”, Atau sabda Beliau: “hingga keduanya berpisah. Jika keduanya jujur dan menampakkan cacat dagangannya maka keduanya diberkahi dalam jual belinya dan bila menyembunyikan cacat dan berdusta maka akan dimusnahkan keberkahan jual belinya”. (HR. Bukhari, no. 1940) [4]
Dari hadits diatas jelas bahwa jual beli yang diberkahi adalah jual beli yang didalamnya mengandung kejujuran dan mengungkapkan kecacatan barang dagangannya. Sehingga sebelum terjadi transaksi penjual harus menjelaskan tentang barang dagangannya serta mengungkapkan kecacatan atau kekurangan barang yang dijual. Dengan begitu penjual tidak bisa mengklaim bahwa barang dagangannya bagus kalau faktanya barangnya jelek. Disamping itu, masih ada unsur lain yang perlu diperhatikan yaitu jual beli harus sesuai dengan syariat entah itu dari segi barang yang dijual atau dari segi akad transaksinya.
Wallahu A’lam
Referensi:
[1] Subulus Salam, as-Shan’ani yang dikutip oleh Ammi Nur Baits dalam tulisan Rincian Hukum Nafkah Uuntuk Anak[2] https://www.hadits.id/hadits/bukhari/1930[3] https://ilmuislam.id/hadits/5926/hadits-ahmad-nomor-16628[4] https://www.hadits.id/hadits/bukhari/1940