Pengertian Gharar dan Contoh Gharar dalam Transaksi

Gharar merupakan tindakan yang membentuk keraguan dalam transaksi dengan unsur yang tidak jelas sehingga salah satu pihak dapat dirugikan. Dalam kegiatan transaksi berbisnis syariah tentunya kita sangat berhati-hati dalam bertransaksi sebelum membuat sebuah kesepakatan. Salah satu hal yang dilarang dalam transaksi syariah adalah mengandung unsur Gharar. Hal ini dikarenakan gharar merupakan unsur yang dapat menyebabkan kerugian salah satu pihak atau keduanya, untuk itulah kita perlu tau lebih dalam mengenai pembahasan tentang gharar. 

Artikel ini akan membahas pegertian gharar, landasan hukum gharar serta bentuk-bentuk transaksi yang mengandung gharar.

Pengertian Gharar 

Gharar secara Bahasa memiliki arti Al-khatr ; pertaruhan, majhul al-aqibah : tidak jelas hasilnya. Secara istilah fiqih gharar adalah suatu perkara, kejadian/peristiwa dalam transaksi perdagangan atau jual beli yang tidak diketahui atau tidak jelas antara unsur baik dan buruk yang dapat menimbulkan kerugian kedua belah pihak. Menurut Ibn Qayyim gharar adalah barang yang penerimaannya tidak dapat dikur baik itu barang tersebut ada atau tiada, seperti menjual kuda liar yang belum tentu bisa ditangkap, kuda tersebut berwujud ada dan terlihat tetapi timbul keraguan dan ketidakjelasan apakah kuda tersebut bisa diperoleh karena kuda tersebut objectnya tidak tersedia. 

Landasan Hukum Gharar 

Larangan terhadap transaksi yang mengandung unsur gharar ditunjukan melalui ayat Al Baqarah 188 yang menyatakan bahwa dilarangnya pengambilan harta dengan jalan yang bathil. Dikatakan sebagai jalan yang bathil karena gharar mengandung unsur ketidakjelasan dan ketidakpastian sehingga hal tersebut dapat merugikan orang lain. 

وَلَا تَاۡكُلُوۡٓا اَمۡوَالَـكُمۡ بَيۡنَكُمۡ بِالۡبَاطِلِ وَتُدۡلُوۡا بِهَآ اِلَى الۡحُـکَّامِ لِتَاۡکُلُوۡا فَرِيۡقًا مِّنۡ اَمۡوَالِ النَّاسِ بِالۡاِثۡمِ وَاَنۡـتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ 

“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”

حَدَّثَنَا مُحْرِزُ بْنُ سَلَمَةَ الْعَدَنِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ  

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ وَعَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ

“Telah menceritakan kepada kami Muhriz bin Salamah Al ‘Adani berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad dari Ubaidullah dari Abu Az Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang jual beli gharar (menimbulkan kerugian bagi orang lain) dan jual beli hashah.” (H.R Ibnu Majah : 2185) 

Bentuk Transaksi Mengandung Gharar 

1. Jual Beli Barang yang Belum Ada (Ma’dum) 

Ketidak mampuan penjual untuk menyediakan objek barang yang dijual serta tidak mampun dalam penyerahan barang tersebut pada saat terjadi akad. Misalnya menjual janin dalam perut binatang ternak tanpa berniat menjual induknya atau menjual janin yang belum lahir dari induknya 

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ حَبَلِ الْحَبَلَةِ وَكَانَ بَيْعًا يَتَبَايَعُهُ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ كَانَ الرَّجُلُ يَبْتَاعُ الْجَزُورَ إِلَى أَنْ تُنْتَجَ النَّاقَةُ ثُمَّ تُنْتَجُ الَّتِي فِي بَطْنِهَا

“Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Nafi’ dari ‘Abdullah bin ‘Umar radliallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang menjual (anak) yang dikandung dalam perut unta. Cara itu merupakan jual beli orang-orang jahiliyyah, yang seseorang membeli sesuatu yang ada di dalam kandungan unta, hingga unta itu melahirkan, lalu anak unta tersebut melahirkan kembali”.(H.R Bukhari ; 1999) 

2. Jual Beli Barang yang Tidak Jelas 

A. Menjual barang yang belum berada ditangan penjual, atau barang belum tersedia baik itu kreteria, sifat atau wujud barang tersebut 

Abdullah bin Amru bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak halal menjual dan meminjamkan, tidak pula dua syarat dalam satu jual beli dan tidak halal laba terhadap barang yang tidak dapat dijamin (baik dan buruknya), serta tidak halal menjual apa yang tidak kamu miliki.”(H.R Tirmidzi : 1155) 

B. Tidak ada kepastian dengan jelas terhadap sifat dari benda yang dijual.

Seperti jual beli buah-buahan yang masih berada dipohon nya karena hal tersebut elum jelas apakah buah tersebut akan matang seluruhnya atau hanya sebagian dan tidak jelas kapan buah tersebuh dapat segera diterima 

“Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah dari Asy-Syaibaniy dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma berkata; “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang Al Muhaqalah (jual beli buah yang masih ditangkai dengan gandum) dan Al Muzabanah (jual beli kurma yang masih dipohon dengan kurma yang sudah dipetik)”.(H.R Al Bukhari : 2038) 

3. Jual Beli Barang yang Tidak Mampu Diserahterimakan

Terdapat jual beli atau transaksi dimana akad yang digunakan tidak jelas sehingga barang tidak mampu diserahterimakan, misalnya terdapat dua akad atau lebih dalam satu transaksi jual beli dalam satu object akad tanpa menjelaskan secara detail akad yang dipilih untuk bertransaksi. Jelas hal ini dilarang dalam syariah dan termasuk dalam gharar

“Telah menceritakan kepada kami Hannad telah menceritakan kepada kami Abdah bin Sulaiman dari Muhammad bin Amru dari Abu Salamah dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang melakukan dua penjualan dalam satu kali transaksi” (H.R Tirmidzi : 1152) 

Kesimpulan

Sebagai seorang muslim yang baik tentunya kita ingin segala transaksi yang kita lakukan sehari-hari berkah dan bernilai pahala di sisi Allah ﷻ sehingga perlunya berhati-hati dan senantiasa memperhatikan setiap transaksi yang dilakukan agar tidak mengandung gharar, baik dari segi akad maupun objek akad. 

Referensi

Nadratuzzarnan Hosen. (2009) . “ Analisis Bentuk Gharar Dalam Transaksi Ekonomi”. Journal Al-Iqtishad. Volume I (1), hlm 53-63 

Hadist Bukhari 1999 Diakses Pada 25/04/2024 https://www.hadits.id/hadits/bukhari/1999 

Hadist Tirmidzi 1152 Diakses Pada 25/04/2024 https://www.hadits.id/hadits/tirmidzi/1152 

Hadist Ibnu Majah 2185 Diakses Pada 25/04/2024https://www.hadits.id/hadits/majah/2185 

Hadist Tirmidzi : 1155 Diakses pada 25/04/2024https://www.hadits.id/hadits/tirmidzi/1155 

Hadist Bukhari 2038 Diakses pada 25/04/2025https://www.hadits.id/hadits/bukhari/2038 

Exit mobile version