Perlombaan Mukminin

Melakukan kebaikan adalah naluri setiap manusia. Berbuat baik untuk diri sendiri maupun kebermanfaatan lingkungannya. Rutinitas sehari-hari dilakukan juga atas dasar pemenuhan kebutuhan yang baik. Maka apabila tersiar berita terkait kejadian buruk, ini tentu tidak sejalan dengan fitrah manusia.

Menjadi seorang individu sosial berarti tindakannya dapat berdampak pada orang lain di sekitarnya. Segala amal ibadah yang dilakukan seorang muslim haruslah diniatkan untuk meraih ridha Allah. Terkadang untuk memulai suatu pekerjaan memang memerlukan usaha berlebih. Apalagi menerapkannya secara kontinyu atau berkelanjutan. 

Sebagai umat muslim, berlaku baik adalah suatu kewajiban, bahkan diperintahkan untuk bersegera dalam melaksanakannya. Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 148 

وَلِكُلٍّۢ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَٱسْتَبِقُوا۟ ٱلْخَيْرَٰتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا۟ يَأْتِ بِكُمُ ٱللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍۢ قَدِيرٌۭ

Walikullin wijhatun huwa muwalliihaa fastabiquulkhairaati aynamaa takuunuu ya’ti bikumullaahu jamii’an innallaaha ‘alaa kulli syaiin qadiirun 

yang artinya, “Bagi setiap umat ada kiblat yang dia menghadap ke arahnya. Maka, berlomba-lombalah kamu dalam berbagai kebajikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” Ayat ini menjadi salah satu dalil yang paling banyak digunakan ketika seseorang memulai sebuah perlombaan untuk menyegerakan suatu kebaikan.

Berlomba dalam hal ini bukanlah kompetisi untuk mencari siapa juaranya. Akan tetapi siapa lah yang paling teguh dalam ketetapan melaksanakan amal shalih.

Ya, ketika kita berniat untuk melakukan suatu amalan, berarti kita siap berkomitmen dan memahami konsekuensinya. Berlomba-lomba dalam kebaikan bermakna siapa yang paling cepat melakukan suatu amalan tertentu, sebelum orang lain melakukannya. Namun hal ini bukan berarti mereka yang tercepat adalah pemenangnya. Sekali lagi, mereka yang siap melaksanakan secara berkelanjutanlah yang akan tercatat lebih baik. Mereka yang mampu bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh A’isyah Radhiallahu’anha disebutkan bahwa Allah lebih menyukai amalan yang sedikit atau kecil tetapi berkelanjutan.

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

“Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit”

Banyak contoh kegiatan yang bisa dilakukan. Contohnya, menyisihkan sebagian harta untuk disedekahkan, mengajarkan bacaan al-qur’an kepada anak kecil, atau dengan kegiatan yang lain. Seringkali orang berpikiran bahwa untuk mengerjakan hal baik harus memiliki harta melimpah atau berpendidikan tinggi. Padahal bukan ini modalnya. Allah menciptakan manusia dengan bentuk yang terbaik. Ini adalah modal utama untuk kita dapat bergerak. Kita juga diberikan potensi yang beragam. Bahkan berbeda antara satu dengan lainnya. Sehingga masing-masing bisa menunaikan kebaikannya dengan optimal.

Pernah suatu ketika, seorang muslimah bertanya. Dirinya adalah seorang ibu rumah tangga, menurutnya, akan sulit untuk melakukan suatu amal kebaikan dengan rutin. Sehingga adakah trik yang bisa memudahkan dirinya beramal shalih? Tentu saja bisa.

Seorang muslimah, apabila dirinya ikhlas melakukan segala pekerjaan rumah, fokus dalam membekali diri dengan ilmu untuk kehidupannya kelak, sudah jelas ini akan bernilai pahala yang besar.

Ada beberapa tips yang bisa dipilih untuk memulainya. Pertama, kita harus ingat bahwa modal utama kita adalah diri kita sendiri. Apapun yang Allah berikan untuk kita adalah hal baik. Anggota tubuh kita difungsikan sesuai fitrah nya masing-masing. Kita bisa mengambil contoh, kondisi fisik yang sehat membuat kita mampu berangkat bekerja, menuntut ilmu, juga berangkat ke masjid. 

Syaikh Ibnu Utsaimin, seorang ulama kontemporer ahli sains fiqih , menyebutkan dalam Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah hlm. 390-391, “Hendaklah bersegera dalam mencari ilmu dengan kesungguhan dan kerja keras karena semua orang ingin masuk surga dengan cara yang paling ringkas. Kalau menuntut ilmu adalah jalan ringkas menuju surga, kita harus sungguh-sungguh menempuhnya.” Menuntut ilmu adalah hal baik, maka apabila kita bersungguh-sungguh didalamnya, bahkan mampu mengamalkan, Allah akan mencatatnya sebagai amal shalih. 

Kedua, jangan merasa iri ataupun tidak berharga atas diri kita. Percaya bahwa kita mampu melakukan apa yang telah direncanakan dengan baik. Contoh amalan lain yang bisa diterapkan adalah salat Sunnah. Rutin melaksanakan salat dhuha setiap pagi misalnya. Atau mendo’akan orang lain dengan ikhlas tanpa diketahui oleh yang dido’akan. Beramal lah sesuai kemampuan kita. Dan ketika suatu amalan itu dilakukan secara istiqomah, maka syaitan pun akan menjauhi kita.

Kemudian, ketika kita memilih suatu amalan rutin, lakukanlah dengan ikhlas. Berlomba untuk suatu kebaikan pun seharusnya dikerjakan secara positif. Mencari peluang amal kebaikan bukan untuk menghalangi orang lain. 

Lantas, dengan segala kemudahan yang Allah berikan, masih adakah alasan untuk kita tidak melaksanakan kebaikan?

Referensi:

HR. Muslim no. 783, Kitab shalat para musafir dan qasharnya, Bab Keutamaan amalan shalat malam yang kontinu dan amalan lainnya.

Exit mobile version