Qais Bin Shirmah, Kisah Turunnya Anjuran Sahur

Ramadhan adalah bulan yang diberkahi. Banyak keutamaan yang Allah subhanahu wa ta’ala jadikan berkah pada bulan ini. Salah satu ibadah wajib bagi kaum muslim di Bulan Ramadhan adalah Puasa. Puasa juga menjadi bagian dari lima rukun islam. Adapun beberapa keutamaan Bulan Ramadhan ialah, dilipatgandakannya seluruh amal ibadah, Bulannya Al Qur’an, dan barangsiapa yang melaksanakan puasa dan mendekatkan diri dengan Al qur’an Allah turunkan syafa’at bagi mereka di hari akhir.

Allah memberikan perintah puasa Ramadhan pada tahun kedua Hijriah. Sebelumnya, pada masa jahiliyah, masyarakat Arab sudah terbiasa untuk berpuasa. Saat itu, yang mereka lakukan adalah puasa di hari Asyura. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga melakukannya. Bahkan saat hijrah ke Madinah, beliau juga memerintahkan para sahabat untuk ikut berpuasa. Saat perintah diwajibkannya puasa di Bulan Ramadhan turun, Rasulullah meninggalkan puasa Asyura. Sejak saat itu, hukum puasa Asyura menjadi Sunnah.

Ibadah puasa diwajibkan bagi kaum muslimin, baik laki – laki maupun perempuan. Kewajiban berpuasa, ada pada surat Al Baqarah ayat 183

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”

Maka setelah ayat perintah itu turun, para sahabat yang ada bersama Rasulullah, sebagai hamba yang taat, mulailah mengerjakan puasa wajib di Bulan Ramadhan.

Qais bin Shirmah namanya, salah seorang sahabat Rasulullah yang taat. Pekerjaannya sama seperti kebanyakan masyarakat lainnya, yaitu sebagai pekerja kebun dan penggembala hewan ternak. Suatu hari, pada Bulan Ramadhan, Qais bin Shirmah melakukan rutinitasnya seperti biasa. Pergi mengurus kebun dan hewan ternak. Setelah semua tugasnya selesai, ia bergegas pulang. Setibanya di rumah sudah masuk waktu berbuka. Ia pun menghampiri istrinya dan bertanya, adakah sesuatu yang bisa dinikmati sebagai hidangan buka puasa. Sang istri yang memang tidak memasak hari itu, menjelaskan pada suaminya untuk menunggu sejenak sambil dicarikan makanan.

Qais bin Shirmah yang sudah kelelahan dan menahan lapar sejak siang pun tertidur. Kemudian saat istrinya kembali, ia tak sampai hati untuk membangunkan suaminya yang terlelap. Saat fajar tiba, barulah Qais bin Shirmah dibangunkan. Saat hari mulai siang, ia pun kembali menjalankan aktivitasnya di kebun. Hari itu, Qais bin Shirmah tetap berpuasa. Ia berusaha untuk taat. Ia tak ingin melanggar perintah Allah dan Rasulullah. Sudahlah tak makan buka, tak juga dirinya sahur.

Di Awal turunnya perintah puasa ini, setelah shalat isya memang sudah tak boleh makan dan minum. Dalam arti lain, puasa dimulai setelah shalat isya dan akan tetap berbuka setelah maghrib tiba.

Singkat cerita, siang hari yang terik membuat Qais bin Shirmah kelelahan. Tak dipungkiri, rasa lapar, haus dan panas menyerang tubuhnya. Perutnya mulai berbunyi, alhasil ia memilih untuk beristirahat dahulu. Tiba-tiba dirinya merasa semakin panas, matanya mulai berkunang-kunang, seketika ia pun ambruk. Pingsan. Sahabat lain yang sedang berada di sekitarnya, segera menolong dan membopongnya kembali ke rumah. Kejadian pingsannya Qais bin Shirmah pun terdengar sampai Rasulullah.

Rasulullah paham akan apa yang dialami oleh sahabatnya itu. Ia hanya berusaha melaksanakan perintah sebagai hamba yang bertaqwa. Hingga kemudian, Allah menurunkan firman, sebagai penjelasan dan kelanjutan dari ayat-ayat sebelumnya. Allah berfirman pada Surat Al Baqarah ayat 187, yang artinya,

“dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa, bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu, allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang, campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri merek itu, sedang kamu ber I’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”

Akhirnya, dengan turunnya ayat tersebut, menjadi kebolehan bagi siapapun yang sedang berpuasa, untuk tetap mengonsumsi apa yang mereka miliki diwaktu malam.

Dan pada saat ini, dimana kita telah diberi banyak kemudahan dan fasilitas, maka manfaatkan sebaik-baiknya, sehingga kita kelak termasuk golongan orang yang bertakwa. Aamiin Yaa Rabbal ‘alamiin. 

Wallahu a’lam bishshawwab.

Referensi:

Buku Sifat Puasa Nabi karya Syaikh Salim bin Ied Al Hilaaly dkk. 

Tahap diwajibkannya puasa, muslim.or.id

Exit mobile version