Refleksi Hakikat dan Makna Kemerdekaan di Dalam Al-Quran

Apa yang terfikir di benak kita ketika mendengar kata “merdeka”?

Ketika mendengar kata “merdeka” kita akan terhubung dengan kata “bebas”. Bebas untuk bertindak dan menentukan pilihan sebagai individu atau negara tanpa penindasaan dari negara lain.

Nah, dari KBBI definisi kemerdekaan juga memiliki makna bebas, lepas dan tidak terjajah.

Jika kita baca kembali definisi dari kemerdekaan dalam bahasa Arab berasal dari kata al-istiqlal. Di dalam bahasa Arab juga terdapat kata al-hurr atau al-hurriyah dengan makna kebebasan.

Dalam bukunya “Maqasid al-Syari’ah al-Islamiyah,” Ibnu ‘Asyur mengartikan al-Hurriyah dengan dua konsep. Pertama, ia menganggap kemerdekaan sebagai lawan kata dari perbudakan. Kedua, ia melihat kemerdekaan dalam makna kiasan dari yang pertama, yakni sebagai kemampuan individu untuk mengendalikan diri dan mengatur urusannya sesuai keinginan tanpa adanya tekanan.

Sederhananya kemerdekaan atau kebebasan bisa juga kita maknai dengan sebuah situasi dimana batin kita bebas dari rasa yang menghimpit menderitakan jiwa dan pikiran. Dari kemerdekaan kita bisa memiliki jiwa dan hati yang tenang dan damai.

Kita memang sudah merdeka, tapi apakah jiwa kita juga sudah merdeka?

Yuk kita belajar memaknai kemerdekaan atau kebebasan dari kisah-kisah yang ada di dalam Al-Quran. Dengan ini semoga akan membawa kita pada makna dan hakikat kemerdekaan yang sebenar-benarnya. Lalu, bagaimana kisah kemerdekaan yang ada di dalam Al-Quran?

Nah, ini dia 3 kisah hakikat kemerdekaan yang bisa kita ambil:

Pertama, kita bisa mengambil hikmah dari Q.S Al-An’am Ayat 76-79 tentang perjalanan nabi ibrahim saat membebaskan dirinya dari orientasi asasi atau aqidah yang keliru dalam kehidupan manusia. Kala itu kaumnya adalah penyembah berhala dan bintang. Ketika malam telah tiba, dan Ibrahim melihat bintang itu nampak lalu kembali lenyap, maka ia berkata sebagai bentuk sindiran, yang dalam ilmu debat disebut dengan melayani pemikiran lawan untuk menarik perhatian dan mengambil hati mereka dan untuk mengantarkan mereka menuju kebenaran “inilah Tuhanku sebagaimana yang kalian percayai”. Ketika bintang itu lenyap, dia berkata “Aku tidak suka dengan Tuhan yang lenyap”.

Ibrahim telah menghadapi kaumnya yang menyembah bintang-bintang dengan kebenaran yang tidak dapat tertutupi oleh gelapnya kekafiran, yang dengan kebenaran itu niscaya akan runtuh akidah kesyirikan dan penyembahan kepada selain Allah.

Bagi Nabi Ibrahim, penyembahan terhadap berhala merupakan kesalahan besar. Sebab manusia telah melakukan penghambaan yang justru menjatuhkan harkat dan martabat dirinya sebagai manusia.

Kedua, konsep kemerdekaan juga tergambar dalam kisah Nabi Musa alaihissalam yang membebaskan bangsanya dari penindasan Fir’aun, sebagaimana yang terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an seperti QS al-Baqarah: 49, al-A’raf: 127, dan Ibrahim: 6. Fir’aun dikenal sebagai penguasa yang kejam, ditakuti, dan zalim terhadap Bani Israil. Dalam konteks ini, Allah mengutus Nabi Musa untuk menghentikan tirani Fir’aun dan memastikan pembebasan bangsanya dari penindasan tersebut, sehingga mereka dapat mencapai kemerdekaan yang sejati.

Ketiga, kemerdekaan juga tercermin dari kesuksesan Nabi Muhammad SAW dalam menjalankan tugas kenabiannya di bumi, sebagaimana di dalam QS. Al-Maidah: 3. Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah SWT di tengah masyarakat Arab Jahiliyyah yang mengalami tiga bentuk penindasan secara bersamaan:

Kebingungan dalam pandangan hidup, Rasulullah berjuang keras mengajarkan kepada umat manusia untuk menyembah Allah Yang Maha Esa dan meninggalkan ‘’tuhan-tuhan’’ yang menurunkan harkat dan derajat manusia (QS Luqman: 13, Yusuf: 108; Adz-Dzaariyaat: 56; Al-Jumu’ah: 2)

Eksploitasi ekonomi yang digambarkan sebagai situasi di mana kekayaan hanya mengalir pada kelompok-kelompok tertentu saja (QS Al-Humazah: 1-4, QS Al-Hasyr: 7).

Rasulullah memperjuangkan pembebasan budak, kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, serta kesetaraan antara berbagai bangsa. Dalam khutbah terakhirnya di Arafah saat haji wada’, beliau dengan tegas menegaskan bahwa tidak ada perbedaan antara individu kulit hitam dan putih, orang Arab dan non-Arab. Semua manusia dianggap sama di hadapan Allah. Tidak ada faktor yang memisahkan satu manusia dari manusia lainnya kecuali sejauh mana mereka memiliki ketakwaan kepada Tuhan mereka (QS Al-Hujurat: 13).

Referensi:

MUI – Majelis Ulama Indonesia. Hakikat dan Makna Kemerdekaan dalam Al-Quran: Sebuah Refleksi. URL: https://mui.or.id/bimbingan-syariah/aqidah-islamiyah/37386/hakikat-dan-makna-kemerdekaan-dalam-alquran-sebuah-refleksi/

PKU – Pusat Kajian dan Pengembangan Kebudayaan Islam Universitas Darussalam Gontor. Kemerdekaan dalam Perspektif Islam. URL: https://pku.unida.gontor.ac.id/kemerdekaan-dalam-perspektif-islam/

QS Al-An’am ayat 76 Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta’dzhim al-Qur’an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur’an Universitas Islam Madinah

Exit mobile version