PENGERTIAN JUAL BELI
“Jual beli menurut syariat adalah pertukaran harta dengan harta yang menimbulkan kepemilikan atas dasar saling rela.”
(Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam Lughah Fuqaha, h. 83)
Tiga hal yang bisa kita ambil dari pengertian tadi:
- Ada pertukaran harta dengan harta
- Ada perpindahan kepemilikan
- Saling rela
HUKUM JUAL BELI
Hukumnya jaiz (boleh) dan halal, berdasarkan Al Qur`an dan As Sunnah.
Dalil Al Qur`an :
“…padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.“ (QS Al Qur`an 2:275).
Dalil dari As-Sunnah antara lain, sabda Rasulullah ﷺ :
“Seutama-utama mata pencaharian, adalah pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur.”
(HR Ahmad 4:141, hasan lighoirihi)
Dikatakan, “Wahai Rasulullah ﷺ mata pencaharian apakah yang paling baik?” beliau bersabda, “Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur.” (HR Ahmad no. 16628, dengan sanad hasan)
Agar jadi jual beli yang benar-benar halal dan barokah, kita perlu memenuhi seluruh rukun-rukun dan syarat dalam jual beli.
RUKUN-RUKUN JUAL BELI
Berikut ini adalah rukun-rukun jual beli.
- Al-aqidani, dua pihak yang berakad, yaitu penjual dan pembeli.
- Al-ma’quud alaihi atau mahallul aqdi, yaitu objek akad. Dalam jual beli, objek akad adalah benda yang diperdagangkan.
- Ash-shighat, yaitu ijab qabul atau setiap ucapan atau perbuatan yang menunjukkan kerelaan.
(Yusuf Sabatin, Al Buyu’, hlm. 40; Khalid M.Turbaan, Baiu ad-Dain, h. 24).
Catatan untuk rukun SHIGHAT:
Sebagai perkecualian, tidak diperlukan ijab qabul untuk jual beli At Ta’aathi, yaitu jual beli yang seperti berikut ini:
• Jual beli yang harganya sudah jelas. Harganya sudah tertera di barang, atau setelah pembeli bertanya kepada penjual.
• Jual beli yang dilakukan oleh anak kecil baik mumayyiz atau bukan mumayyiz, jika barangnya remeh dan tidak mahal.
(Yusuf Sabatin, Al Buyu’, hlm. 41).
Baca juga: Syarat-Syarat dalam Jual Beli