Syarat-syarat Jual Beli
SYARAT-SYARAT JUAL BELI
Syarat-syarat jual beli ada tiga :
1) Syarat-syarat untuk Al-‘Aaqidaani (penjual dan pembeli)
2) Syarat-syarat untuk Ma’qud alaihi (barang dagangan)
3) Syarat-Syarat untuk Shighat (Ucapan Ijab & Kabul).
SYARAT-SYARAT UNTUK‘AAQIDAANI (PENJUAL & PEMBELI)
Syarat untuk Al-‘Aaqidaani (penjual dan pembeli) ada tiga, yaitu :
(1) aqil (berakal),
(2) mumayyiz (minimal 7 tahun),
(3) mukhtar (tidak dipaksa).
(Yusuf Sabatin, Al Buyu’, hlm. 42).
Dalil-dalil yang mendukung:
1. Kedua pihak wajib berakal, adalah sabda Rasulullah ﷺ:
“Diangkat pena (taklif) dari tiga golongan: dari orang tidur sampai dia bangun, dari anak kecil hingga ia baligh, dari orang gila hingga ia sehat akalnya.” (HR Abu Dawud, no 4403).
2. Kedua pihak minimal berumur tamyiiz (7 tahun), adalah sabda Rasulullah ﷺ:
“Perintahkan anakmu untuk sholat, kalau umurnya sudah tujuh tahun…” (HR Ahmad, Abu Dawud, & Al Hakim).
3. Kedua pihak tidak boleh dipaksa, harus saling rela, adalah sabda Rasulullah ﷺ:
“Telah diangkat dari umatku (dosa/sanksi) karena ketidaksengajaan, karena lupa, dan karena apa-apa yang dipaksakan atas mereka.” (HR Thabrani)
Baca juga: Jual Beli dan Rukunnya
SYARAT-SYARAT UNTUK MA’QUUD ALAHI (BARANG DAGANGAN)
Syarat untuk Al-Ma’quud alaihi = ada enam, yaitu :
1) Barangnya suci (thohir al ‘ain), yaitu bukan najis.
2) Barangnya dapat dimanfaatkan (intifa’ bihi)
3) Barangnya milik orang yg berakad (milkiyatul aqid)
4) Barangnya dapat diserahterimakan (al qudrah‘ala tasliimihi)
5) Barangnya diketahui dengan jelas (ma’lum).
6) Barangnya maqbudh, yakni sudah dipegang penjual, khususnya untuk barang-barang yang ditakar, dihitung, ditimbang.
(Al-Buyu’, Yusuf Sabatin, halaman 43)
Dalil-dalil yang mendukung:
(1) Barangnya harus suci (thohir al ‘ain), yaitu bukan najis.
Dalilnya, firman Allah SWT :
“Maka jauhilah dia (rijsun/najis) mudah-mudahan kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah : 90)
Dalil lainnya, hadits Rasulullah SAW:
“Rasulullah SAW telah melarang jual beli khamr, babi, bangkai, dan berhala.“ (HR Al Jamaah)
(2) Barangnya dapat dimanfaatkan (intifa’ bihi).
Maksudnya boleh dimanfaatkan menurut hukum syariah. Adapun yang secara hukum syariah tidak boleh dimanfaatkan, berarti tidak boleh dijual belikan. Yang boleh dimanfaatkan adalah segala benda,kecuali yang telah diharamkan oleh syara’.
Kaidah fiqih menyebutkan :
الأصل في الإشياء الإباحة ما لم يرد دليل التحريم
al ashlu fil asy-yaa` al ibahah maa lam yarid dalilut tahriim.
“Hukum asal segala benda adalah dibolehkan, selama tidak terdapat dalil yang mengharamkan.”
Jika suatu benda telah diharamkan, misal babi, berarti tak boleh dimanfaatkan, dan barang yang tak boleh dimanfaatkan, haram dijual belikan.
Kaidah fiqih yang mendasari hal itu adalah :
كل ما حرم على العباد فبيعه حرام
“Setiap apa-apa yg diharamkan atas hamba-hamba-Nya, maka menjual-belikannya haram.”
Dikecualikan dari kaidah tersebut, jual beli barang yang haram dimakan, tapi telah dibolehkan oleh dalil syar’i, spt hadits Nabi SAW. Misalnya : jual beli keledai jinak
3) Barangnya dimiliki orang yg berakad (milkiyatul aqid).
Dalilnya sabda Nabi SAW:
“Janganlah kamu menjual apa-apa yang tidak ada di sisimu.”
(HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ibn Majah, hadits sahih)
(4) Barangnya dapat diserahterimakan (al qudrah ‘ala tasliimihi).
Dalilnya sabda Nabi SAW:
“Janganlah kamu menjual apa-apa yang tidak ada di sisimu.“
Yang tak ada sisimu, dapat berarti apa-apa yang kamu tak berkuasa menyerahkannya.
(5) Barangnya diketahui dengan jelas (ma’lum).
Dalilnya sabda Nabi SAW:
لاُتشترواُالسمكُفيُالماءُفإنهُغرر
“Janganlah kamu membeli ikan yang masih ada di dalam air, karena itu adalah gharar (tidak pasti / uncertainty).“ (HR Ahmad)
(6) Barangnya maqbudh (yakni sudah dipegang penjual), khususnya untuk barang2 yang ditakar, dihitung, ditimbang. Seperti : beras, gula, minyak goreng, dan lain-lain.
Adapun barang-barang yang tak ditakar, tak dihitung, dan tak ditimbang misal: tanah, mobil, rumah, boleh dijual walau barang belum dipegang oleh penjual.
Dalilnya hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar :
“Dahulu kami membeli makanan dari para pengendara secara borongan (tidak tentu jumlahnya, undetermined quantity), maka Rasulullah SAW melarang kami untuk menjualnya (kembali) hingga kami memindahkannya dari tempatnya (penjual pertama).” (HR Muslim).
SYARAT-SYARAT UNTUK SHIGHAT (UCAPAN IJAB & KABUL)
Syarat untuk Shighat (Ijab Kabul) ada EMPAT Syarat sbb :
(1) Muwafiq, artinya adanya kesesuaian antara ijab dan kabul. Jika tak ada kesesuaian, misalnya ketidaksesuaian pada barang atau harga,maka akadnya tidak sah. Misal, penjual berkata : “Saya jual rumah ini dg harga 1000 dinar.” Lalu pembeli berkata,”Saya beli rumah ini dengan harga 500 dinar. “Ini tidak sah.”
(2) Satu Majelis Akad, artinya penjual dan pembeli berada pada waktu dan/atau tempatyang sama. Misal, penjual berkata ,” Saya jual rumah ini dg harga 1000 dinar.”.Lalu sebelum ada ucapan kabul dari pembeli, penjual dan pembeli berpisah, Ini tidak sah.
(3) Tidak ada pemisah (fashil) antara ucapan ijab dan ucapan kabul.
(4) Masing-masing penjual dan pembeli dapat mendengar (sama’) ucapan masing masing. (Mahmud Yunus, Al Fiqh Al Wadhih)
Wallahu a’lam bish-shawab
Baca juga: Jual Beli dan Rukunnya
REFERENSI:
[1] Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam Lughah Fuqaha, hal. 83[2] Yusuf Sabatin, Al Buyu’, hal. 40; Khalid M.Turbaan, Baiu ad-Dain, hal. 24
[3] Yusuf Sabatin, Al Buyu’, hal. 41
[4] Yusuf Sabatin, Al Buyu’, hal. 42.
[5] Yusuf Sabatin, Al Buyu’, hal. 43.
[6] Mahmud Yunus, Al Fiqh Al WadhihDisadur dari ust. Shiddiq Al Jawi, “Hukum Jual Beli”
2 Comments