Punya gaji tetap, tapi utang belum lunas? Atau malah penghasilan serabutan, dan bingung gimana cara menyiasatinya? Sementara kebutuhan terus jalan, rasa ingin nabung juga ada, belum lagi dorongan buat tetap bisa sedekah. Ini dilema nyata. Di tengah semua tuntutan itu, kemampuan mengatur keuangan dari gaji jadi penyelamat utama.
Islam memberi panduan jernih dalam mengelola keuangan, terutama saat kondisi belum stabil. Mengatur keuangan bukan cuma soal rencana, tapi juga tentang tanggung jawab dan keberkahan. Artikel ini akan bantu kamu susun prioritas, bukan asal hemat, tapi berdasarkan syariat.
Posisi hutang dalam Islam: Boleh, Tapi Bukan Mainan
Dalam Islam, utang itu boleh tapi bukan untuk mainan atau gaya hidup. Rasulullah ﷺ sendiri berutang, tapi dengan batasan, niat yang lurus, dan rencana pelunasan. Maka, kalau kamu merasa penghasilan sering habis, atau utang makin bertambah, pertanyaan dasarnya bukan hanya “gaji saya cukup atau tidak?”, tapi lebih kepada: “Saya sudah mengatur keuangan dan mengatur gaji ini untuk apa saja?”
Inilah titik kritisnya. Mengatur keuangan dari gaji berarti bukan cuma mencatat pemasukan, tapi juga menyusun prioritas. Berapa persen untuk kebutuhan pokok? Berapa untuk bayar utang? Adakah ruang untuk sedekah atau dana darurat, meski kecil?
Gaji 3 juta atau 10 juta sekalipun akan cepat habis kalau tidak dikelola dengan jelas. Bahkan gaji besar bisa terasa kecil jika digunakan tanpa arah. Karena itu, mengatur keuangan saat masih punya utang harus dimulai dari kesadaran bahwa utang adalah tanggungan serius, bukan sekadar beban bulanan yang ditunda-tunda.
Rasulullah ﷺ bersabda:
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
“Jiwa seorang mukmin itu tergantung pada utangnya hingga utang itu dilunasi.”
(HR. Tirmidzi)
Ini artinya, selama utang belum dilunasi, urusan akhirat pun bisa tertahan. Maka, sebesar apa pun penghasilan kita, pertanyaan pentingnya adalah: apakah kita sudah mengatur keuangan dari gaji untuk melunasi kewajiban, atau justru membiarkan utang bertumpuk demi keinginan?
Mengatur gaji bukan soal “cukup atau tidak”, tapi soal kemauan untuk disiplin memprioritaskan yang wajib, dan tidak menjadikan utang sebagai solusi cepat tanpa rencana jangka panjang.
Baca juga: Rasio Likuiditas: Bisakah Membayar Hutang Jangka Pendek?
Skala Prioritas: Kewajiban Dulu, Baru Keinginan
Setelah memahami bahwa utang itu serius, sekarang waktunya membongkar satu hal penting: apakah kita sudah menyusun skala prioritas dalam mengatur keuangan dari gaji? Atau jangan-jangan, gaji kita justru habis untuk hal-hal yang sebenarnya belum mendesak?
Allah ﷻ berfirman:
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ ٱلْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَّحْسُورًا
“Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (terlalu pelit), dan jangan pula terlalu mengulurkannya (terlalu boros), agar engkau tidak menjadi tercela dan menyesal.” (QS. Al-Isra: 29)
Ayat ini menekankan pentingnya tawassuth sikap tengah-tengah antara boros dan kikir. Dalam konteks mengatur keuangan dari gaji, artinya: kita tidak boleh menahan semua uang karena takut miskin, tapi juga tidak boleh menghambur-hamburkan seolah tak ada utang.
Maka, dalam mengatur keuangan, mulailah dari pertanyaan simpel: “Gaji saya ini, untuk apa saja?” “Sudahkah saya mengatur keuangan berdasarkan skala prioritas yang jelas?”
Berikut Contoh Pembagian Gaji Bulanan (Rp4.000.000) untuk Mengatur Keuangan
Pos Pengeluaran | Persentase Ideal | Jumlah Estimasi (Rp) |
Kebutuhan pokok | 50–60% | 2.000.000 – 2.400.000 |
Cicilan / pelunasan utang | 20–30% | 800.000 – 1.200.000 |
Tabungan darurat | 10% | 400.000 |
Sedekah rutin | 5–10% | 200.000 – 400.000 |
Keinginan pribadi | Sisanya | 0 – 200.000 |
Kalau gaji kamu 4 juta per bulan, setidaknya 800 ribu sampai 1 jutaan harus dialokasikan untuk bayar utang, jangan ditunda. Jika tidak sanggup langsung besar, cicil dengan niat kuat. Ingat Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ
“Barang siapa yang berutang dengan niat untuk membayarnya, maka Allah akan menolongnya melunasinya.” (HR. Bukhari)
Dalil ini bukan hanya motivasi, tapi juga pembuka keberkahan. Selama ada niat jujur dan usaha nyata, Allah ﷻ akan bukakan jalan pelunasan, termasuk dari jalur yang tak disangka-sangka.
Baca juga: Mengatasi Hutang: Kunci Menuju Kebebasan Finansial
Tips Praktis Mengatur Keuangan dari Gaji Saat Masih Punya Utang
Kadang, masalah utang bukan cuma soal nominal tapi soal pola. Kalau kita tidak mengubah pola pikir dan cara mengatur keuangan, gaji seberapa pun akan tetap terasa kurang. Maka, berikut ini adalah beberapa tips praktis mengatur keuangan dari gaji, khususnya saat masih punya utang:
1. Tulis Semua Utang dan Pengeluaran Wajib
Jangan hanya mengandalkan ingatan. Duduk sebentar, ambil buku catatan atau spreadsheet, lalu tuliskan semua utang: siapa pemberinya, nominalnya, dan jatuh temponya. Lalu lanjutkan dengan daftar kebutuhan pokok dan biaya tetap bulanan (listrik, makan, transport, dll).
Kenapa penting? Karena banyak orang merasa gajinya tidak cukup, padahal sebenarnya mereka hanya belum tahu ke mana uangnya pergi. Mengetahui angka secara spesifik adalah langkah awal mengatur keuangan dengan bijak.
2. Prioritaskan Kebutuhan dan Kewajiban
Utang itu kewajiban. Makan itu kebutuhan. Tapi nongkrong, langganan hiburan, atau belanja impulsif itu keinginan. Di sinilah ujian terbesar kita dalam mengatur keuangan: berani menunda keinginan demi menunaikan kewajiban.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ
“Barang siapa yang berutang dengan niat untuk membayarnya, maka Allah akan menolongnya melunasinya.” (HR. Bukhari)
Kalau niatmu baik dan ikhtiarmu jelas, insyaAllah akan bukakan jalan keluar. Tapi itu semua dimulai dari niat untuk mengatur keuangan dengan disiplin, bukan lari dari tanggung jawab.
3. Sisihkan untuk Utang di Awal, Bukan Sisa
Jangan tunggu akhir bulan. Begitu gaji masuk, langsung alokasikan untuk bayar cicilan atau menabung khusus pelunasan. Anggap saja itu “gaji orang lain” yang memang dititipkan padamu untuk dikembalikan.
Kalau kita menunggu sisa, biasanya tidak akan ada sisa. Maka, jadikan pelunasan utang sebagai pengeluaran prioritas, bukan sekadar rencana. Karena ini juga begian dari ketakwaan kepada Allah ﷻ . Dari sanalah kita bisa diberikan kemudahan-kemudahan lainnya. Sebagaimana firman Allah ﷻ:
وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًۭا • وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. At-Talaq: 2–3)
Baca juga: 4 Cara Melunasi Hutang Riba
Khatimah: Utang Itu Bukan Akhir, Tapi Alarm
Utang bukan akhir dunia. Tapi ia adalah alarm bahwa ada yang perlu dibenahi dalam cara kita mengatur keuangan dari gaji. Jangan tunggu kondisi ideal baru mulai tertib. Justru ketika kondisi sedang sempit, itulah momen untuk membangun pondasi disiplin yang kuat.
Mulailah dari kecil: catat pengeluaran, buat prioritas, dan bayar utang dengan niat jujur. Lakukan dengan sabar, dan yakinlah Allah ﷻ selalu menolong hamba-Nya yang sungguh-sungguh ingin keluar dari lilitan utang.
Baca juga: Adab Berhutang
Yuk Mulai Investasi Halal di Nabitu.
Referensi:
Al-Qur’an Al-Karim https://tafsirweb.com
Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa. Sunan At-Tirmidzi. Diakses dari https://www.hadits.id/hadits/
Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. Shahih al-Bukhari. Diakses dari https://www.hadits.id/hadits/bukhari