Ketika seorang suami tidak bekerja, entah karena kehilangan pekerjaan sakit atau bahkan memilih untuk tidak bekerja, banyak istri tentunya bertanya “Bagaimana pandangan Islam mengenai hal tersebut?”. Hal ini bukan sekadar masalah ekonomi, tetapi juga masalah tanggung jawab, kehormatan dan keberkahan dalam rumah tangga.
Baca juga: Ini Alasan Kenapa Seorang Muslims Harus Bekerja Keras
Tugas Suami Menurut Syariat
Islam menempatkan suami sebagai pemimpin keluarga karena seorang suami menanggung tanggung jawab yang lebih besar. Allah ﷻ berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita karena Allah ﷻ telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”
(QS. An-Nisā’: 34)
Ini menunjukkan bahwa suami bertanggung jawab untuk memberi nafkah. Suami yang sehat dan mampu harus berusaha menafkahi keluarganya dengan cara yang halal dalam keadaan normal. Kelalaian terhadap amanah yang diberikan Allah ﷻ dilakukan seorang suami ketika memilih untuk berdiam diri sementara istri menanggung semua tanggung jawab keuangan.
Namun kesadaran bersama untuk bersabar dan saling mendukung jika pasangan tidak bekerja karena alasan yang tidak dapat dihindari seperti sakit, kehilangan pekerjaan atau masalah lain. Istri yang membantu dalam situasi seperti ini tidak melanggar hukum syariah bahkan sesungguhnya mereka melakukan hal baik untuk membantu keluarga.
Baca juga: Sabar dan Syukur: 2 Prinsip yang Berdampingan
Tidak Bekerja karena Pilihan: Lalai terhadap Amanah
Yang menjadi masalah adalah ketika seorang suami mampu, sehat dan memiliki peluang tetapi memilih untuk tidak bekerja tanpa alasan yang jelas. Dia bergantung penuh atau bahkan memaksa pada istri meskipun Islam menjelaskan bahwa itu adalah tanggung jawabnya untuk berusaha. Rasulullah ﷺ bersabda:
لَأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ، فَيَأْتِيَ بِحُزْمَةِ الْحَطَبِ عَلَى ظَهْرِهِ فَيَبِيعَهَا، فَيَكُفَّ اللَّهُ بِهَا وَجْهَهُ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ أَعْطَوْهُ أَوْ مَنَعُوهُ
“Sungguh, jika salah seorang di antara kalian membawa tali lalu mengumpulkan kayu bakar dan menjualnya, kemudian Allah ﷻ menutupi wajahnya dengan hasil itu, maka itu lebih baik baginya daripada meminta-minta kepada manusia, diberi atau tidak diberi.”
(HR. Bukhari 1471)
Hadis ini menggambarkan kehormatan seorang laki-laki yang bekerja keras meskipun dengan pekerjaan sederhana atau serabutan, karena Islam tidak menyukai sikap malas dan ketergantungan pada orang lain. Suami yang meninggalkan tanggung jawabnya dalam mencari nafkah tanpa alasan, sebenarnya telah mendzalimi keluarganya. Sebaliknya tanda keimanan dan tanggung jawab seorang suami adalah ketika seoarang suami berusaha dengan Ikhlas dan sebaik mungkin meskipun hasilnya tidak memuaskan.
Baca juga: Perintah Mencari Nafkah dan Larangan Meminta-minta
Peran Istri dan Jalan Tengah
Situasi di mana suami tidak bekerja dapat menjadi tantangan bagi istri, namun Islam mengajarkan keseimbangan: menghormati suami dan menasihatinya dengan hikmah. Istri dapat membantu keuangan keluarga secara non permanen sampai suami bisa mendapatkan pekerjaan kembali. Jika keadaan terus berlanjut dan suami tidak mau berubah, istri memiliki hak untuk mencari jalan keluar seperti berkonsultasi dengan ustadz, musyawarah keluarga, lembaga arbitrase syariah atau bahkan mempertimbangkan langkah hukum yang dibenarkan oleh syariat.
Baca juga: Mengaku Bertauhid, Tapi Masih Khawatir Soal Rezeki?
Menjadikan Tauhid sebagai Pondasi Keluarga
Tauhid harus menjadi dasar keluarga termasuk dalam masalah nafkah. Bekerja sendiri termasuk dalam implementasi ibadah berbasis tauhid. Allah ﷻ berfirman:
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ
“Dan katakanlah: bekerjalah kamu, maka Allah ﷻ akan melihat pekerjaanmu, begitu pula Rasul-Nya dan orang-orang mukmin.”
(QS. At-Taubah: 105)
Ayat ini bukan sekadar dorongan untuk bekerja keras, itu adalah peringatan bahwa Allah ﷻ mengawasi setiap tindakan kita. Seorang suami yang bekerja keras untuk keluarganya dalam agama Islam sedang melaksanakan ibadah, dan seorang istri yang sabar mengikuti suaminya juga akan mendapatkan ganjarannya. Sementara, suami yang tidak bekerja karena malas adalah suami yang tidak menunaikan kewajibannya dalam Pandangan Islam. Setiap kesulitan yang dihadapi bersama dalam rumah tangga dapat membantu suami dan istri menjadi lebih erat satu sama lain, karena pada akhirnya bukan jumlah uang yang besar atau kecil yang membuat keluarga bahagia, namun keberkahan dan rasa saling bertanggung jawab di bawah ridha Allah ﷻ. Semoga Allah ﷻ selalu membantu kita dalam memiliki keluarga yang damai di dunia dan akhirat.
Tertarik untuk Mulai Berinvestasi?
Yuk Mulai Investasi Halalmu Bersama Nabitu.
Penulis: Devin Halim Wijaya, B.B.A, M.Sc
Konsultan Syariah Independen
Instagram: @devinhalimwijaya
Linkedin: @devinhalim
Referensi
MuslimahNews. (2023, Oktober 12). [Fikih] Suami Tidak Mau Bekerja, Bagaimanakah Sikap Istri? MuslimahNews. https://muslimahnews.net/2023/10/12/23997/ muslimahnews.net
Konsultasisyariah. (n.d.). Suami Tidak Bekerja. KonsultasiSyariah.net. https://konsultasisyariah.net/konsultasi/detail/22490/suami-tidak-bekerja.html konsultasisyariah.net
IslamQA (Hanafi) / Darul Iftaa Birmingham. (n.d.). Husband Not Working? https://islamqa.org/hanafi/daruliftaa-birmingham/19779/husband-not-working/ Jim Unisma
Islamway (ʼar). (n.d.). الزّوج العاطل. https://ar.islamway.net/article/88967/%D8%A7%D9%84%D8%B2%D9%88%D8%AC-%D8%A7%D9%84%D8%B9%D8%A7%D8%B7%D9%84