Syirkah Sebagai Penggerak Harta dan Sumber Daya Ummat

Pernah nggak sih kita mikir, kenapa sebuah negeri yang katanya kaya raya, tapi banyak rakyatnya masih kesulitan hidup? Sumber daya alamnya ada, tanahnya subur, lautnya luas, tapi tetap aja, yang di bawah terus berjuang, sementara yang di atas makin nyaman.

Masalahnya ternyata bukan di jumlah hartanya. Bukan juga karena kita kekurangan potensi. Tapi karena harta itu nggak mengalir. Ia tertahan, tertumpuk, dan akhirnya hanya muter di kelompok tertentu. Padahal, dalam pandangan Islam, harta itu harus hidup dan bermanfaat nggak boleh cuma disimpan demi segelintir orang.

Allah ﷻ sendiri sudah ingatkan:

“كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةًۭ بَيْنَ ٱلْأَغْنِيَآءِ مِنكُمْ”
“…agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian.” (QS. Al-Hasyr: 7)

Nah, Islam punya solusi yang nggak cuma ideal tapi juga realistis. Salah satunya: mengalirkan harta lewat skema kerjasama. Dalam istilah fiqih disebut syirkah—semacam patungan usaha, tapi dengan adab dan keadilan.

Kalau harta digerakkan bersama, manfaatnya juga terasa lebih luas. Nggak cuma angka yang naik, tapi juga peluang kerja terbuka, sumber daya jadi aktif, dan yang paling penting: keberkahan itu terasa.

Karena kalau harta itu amanah dari Allah ﷻ, maka menyalurkannya agar memberi manfaat adalah bentuk tanggung jawab kita sebagai hamba. Bukan hanya kepada sesama, tapi juga kepada-Nya.

Investasi Berjamaah, Skema Distribusi Bukan Sekadar Modal Patungan

Kalau denger kata investasi, kadang yang kebayang itu bisnis gede, angka-angka tinggi, atau dunia yang cuma bisa diakses sama orang bermodal besar. Padahal kalau kita lihat dari kacamata Islam, investasi itu bisa lebih luas—nggak melulu soal cuan, tapi juga soal manfaat yang menyebar.

Dalam Islam, ada konsep yang disebut syirkah—kerjasama modal dan usaha. Di situ, kepemilikan itu dibagi, bukan dimonopoli. Keuntungan dan risiko pun ditanggung bareng. Yang bikin beda, bukan soal siapa paling kuat, tapi bagaimana bisa saling percaya dan saling menguatkan.

Nah, skema kayak gini bikin harta nggak cuma berhenti di satu tangan. Tapi beredar, menghidupkan, bahkan membuka pintu rezeki buat banyak orang. Karena Islam itu nggak suka kalau harta cuma muter di kalangan tertentu aja.

Allah ﷻ sendiri udah mengingatkan:

“كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةًۭ بَيْنَ ٱلْأَغْنِيَآءِ مِنكُمْ”
(“…agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian.”)  (QS. Al-Hasyr: 7)

Bahkan ada peringatan yang lebih tegas buat mereka yang hanya menimbun harta:

“وَٱلَّذِينَ يَكْنِزُونَ ٱلذَّهَبَ وَٱلْفِضَّةَ وَلَا يُنفِقُونَهَا فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ”
“Orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, beritakanlah kepada mereka azab yang pedih.” (QS. At-Taubah: 34)

Melalui syirkah, yang tadinya nggak punya cukup modal bisa ikut andil. Yang punya ide tapi nggak punya dana, bisa bangun usaha bareng. Bahkan yang cuma bisa nyumbang tenaga pun tetap dihargai kontribusinya.

Jadi, investasi berjamaah dalam Islam itu bukan cuma soal patungan uang. Tapi soal menyebarkan manfaat, menumbuhkan keadilan, dan menjadikan harta sebagai alat hidup bersama, bukan hidup sendiri-sendiri.

Baca juga: Manajemen Keuangan Saat Finansial Belum Stabil

Ketika Modal Menghidupkan Manusia dan Sumber Daya: Dari Patungan Jadi Produktif 

Kadang kita punya anggapan, yang bisa gerakkan ekonomi itu ya orang-orang besar, yang punya modal segunung. Tapi Islam justru ngajarin yang sebaliknya bahwa kekuatan itu bisa lahir dari orang-orang kecil, yang saling percaya dan saling bantu, walaupun kontribusinya sederhana.

Inilah ruh dari investasi berjamaah. Bukan soal siapa paling banyak setor, tapi soal gimana tiap orang bisa saling hidupkan. Ketika harta dikumpulkan dalam satu wadah syirkah, dia bukan lagi jadi angka diam. Tapi berubah jadi sumber gerak bagi manusia, bagi tanah, dan bagi potensi yang selama ini tertidur.

Bayangkan, ada lahan kosong di kampung, yang tadinya terbengkalai. Tapi karena ada lima orang yang patungan, lahan itu bisa jadi kebun, warung, atau bahkan tempat usaha. Atau ada orang yang jago dagang tapi gak punya modal, akhirnya bisa buka toko karena disupport temannya yang percaya. Bahkan orang yang cuma bisa bantu tenaga pun tetap punya tempat dalam usaha ini.

Kerjasama ini bikin semuanya jadi aktif. Bukan cuma uang yang kerja, tapi waktu, tenaga, keahlian, bahkan relasi semuanya ikut bergerak. Dalam Islam, harta itu gak boleh dibiarkan diam. Dan manusia, sekecil apapun perannya, gak boleh disia-siakan.

Investasi berjamaah itu juga membuka lapangan amal. Yang tadinya gak punya kerja, jadi ada peran. Yang awalnya cuma nonton, bisa ikut main. Bahkan prosesnya mempertemukan ilmu, pengalaman, dan ukhuwah yang menyuburkan bukan cuma bisnis, tapi juga nilai hidup.

Jadi, modal dalam Islam itu bukan cuma buat ngembangin angka. Tapi buat menghidupkan yang tadinya sepi dari waktu yang kosong, orang yang nganggur, tempat yang tak terpakai. Semuanya jadi berarti, ketika dibingkai dalam kerjasama yang syar’i dan saling percaya.

Baca juga: Bagi Pemula Jangan Gegabah Ambil Langkah untuk Investasi

Dampak Sosial: Ketika Harta Mengalir, Manfaat Menyebar

Kalau harta cuma berpindah dari satu pemilik modal ke pemilik modal lain, yang di bawah ya cuma bisa nonton. Nggak ikut ngerasain. Tapi beda cerita kalau harta itu dikelola bareng-bareng, dalam semangat kerjasama dan saling percaya. Dampaknya nggak berhenti di neraca untung rugi aja—tapi sampai ke lingkungan, ke keluarga, bahkan ke masyarakat luas.

Investasi syariah yang dilakukan bersama itu punya ruh. Bukan cuma soal untung, tapi juga soal menghidupkan banyak sisi kehidupan. Seperti air yang turun ke tanah kering pelan-pelan meresap dan menumbuhkan. Ada peluang kerja baru, ada orang yang ketemu jalan usahanya, ada silaturahmi yang terjalin, dan bahkan ada ilmu yang lahir di tengah jalan.

Manfaatnya nggak selalu bisa dihitung pakai kalkulator. Kadang datang dalam bentuk pengalaman, jaringan, kepercayaan diri, dan yang paling mahal: keberkahan. Itu semua termasuk bagian dari dampak sosial yang jadi nilai lebih dari model investasi yang syar’i.

Perputaran uang yang disertai niat baik dan prinsip syariah itu bukan cuma menjauhkan dari riba, tapi juga bikin ekosistem ekonomi yang sehat. Harta nggak cuma muter, tapi juga mendidik dan menghidupkan. Dan itu, jujur aja, lebih mahal dari sekadar bagi hasil yang masuk ke rekening.

Baca juga: Hubungan Antara Akhlaq dan Iman dalam Islam

Khotimah: Investasi Syar’i, Untungnya Dunia Akhirat

Kalau dipikir-pikir, kita tuh sebenarnya nggak lagi ngomongin soal untung rugi semata. Tapi soal gimana caranya menjadikan harta yang kita punya jadi sumber keberkahan, bukan sekadar alat pertumbuhan pribadi.

Investasi berjamaah dalam Islam bukan sekadar model bisnis. Ia adalah bentuk nyata dari kerjasama, keadilan, dan penyebaran manfaat. Bukan jalan cepat kaya, tapi jalan panjang menuju ridha Allah ﷻ, yang penuh keberkahan dan dampak sosial.

Karena ketika harta itu nggak tertimbun dan nggak jadi alat penindasan, tapi justru mengalir dan menghidupkan, maka ia sudah menunaikan fungsinya. Bukan cuma menggerakkan angka, tapi menghidupkan harapan dan memberi ruang tumbuh bagi banyak orang.

Jadi kalau ada jalan untuk tumbuh bersama, kenapa harus menempuh jalan yang sendiri-sendiri? Bukankah yang berjamaah itu lebih dicintai oleh Allah ﷻ?

Baca juga: Cara Mengatur Keuangan Saat Masih Punya Utang

Syirkah Sebagai Penggerak Harta dan Sumber Daya Ummat

Yuk Mulai Investasi Halal di Nabitu.

Referensi:

Al-Qur’an dan Terjemahannya. Akses melalui https://tafsirweb.com
Muslim. Shahih Muslim. Akses melalui https://www.hadits.id/hadits/muslim
Abu Dawud. Sunan Abu Dawud. Akses melalui https://www.hadits.id/hadits/dawud
An-Nabhani, T. (1990). An-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam (Sistem Ekonomi dalam Islam). Beirut: Dar al-Ummah
Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqh Islam wa Adillatuhu, Jilid 5. Damaskus: Dar al-Fikr, 2007.

Exit mobile version