Isra’ Mi’raj: Mitos atau Sains? Mengungkap Perjalanan Nabi Muhammad
Beberapa waktu lalu, kita memperingati Isra’ Mi’raj, sebuah perjalanan luar biasa yang dialami Nabi Muhammad. Peristiwa ini diabadikan dalam Al-Quran:
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
“Maha Suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya425) agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Isra’: 1)
Ayat ini menjelaskan bahwa perjalanan ini terdiri dari dua bagian utama: Isra’, yaitu perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsa di Yerusalem, dan Mi’raj, yaitu perjalanan dari Masjidil Aqsa naik ke Sidratul Muntaha di langit ketujuh.
Isra’ dan Mi’raj terjadi pada malam hari. Meskipun ada perbedaan pendapat di antara ulama mengenai waktu tepatnya, sebagian besar sepakat bahwa peristiwa ini terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian. Dalam hadis, Mi’raj digambarkan sebagai perjalanan menembus lapisan-lapisan langit hingga mencapai Sidratul Muntaha, di mana Nabi Muhammad menerima perintah salat lima waktu.
Sekilas, perjalanan ini mungkin terdengar mustahil. Bagaimana mungkin seseorang melakukan perjalanan yang begitu jauh dalam waktu yang sangat singkat? Bahkan, hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu melakukan perjalanan seperti itu. Apalagi di zaman Nabi Muhammad, teknologi tentu saja belum secanggih sekarang.
Ayat ini menjelaskan bahwa perjalanan ini terdiri dari dua bagian utama: Isra’, yaitu perjalanan Nabi Muhammad dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsa di Yerusalem, dan Mi’raj, yaitu perjalanan dari Masjidil Aqsa naik ke Sidratul Muntaha di langit ketujuh.
Isra’ dan Mi’raj terjadi pada malam hari. Meskipun ada perbedaan pendapat di antara ulama mengenai waktu tepatnya, sebagian besar sepakat bahwa peristiwa ini terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian. Dalam hadis, Mi’raj digambarkan sebagai perjalanan menembus lapisan-lapisan langit hingga mencapai Sidratul Muntaha, di mana Nabi Muhammad SAW menerima perintah salat lima waktu.
Sekilas, perjalanan ini mungkin terdengar mustahil. Bagaimana mungkin seseorang melakukan perjalanan yang begitu jauh dalam waktu yang sangat singkat? Bahkan, hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu melakukan perjalanan seperti itu. Apalagi di zaman Nabi Muhammad, teknologi tentu saja belum secanggih sekarang.
وَمَا كُنْتَ تَتْلُوْا مِنْ قَبْلِهٖ مِنْ كِتٰبٍ وَّلَا تَخُطُّهٗ بِيَمِيْنِكَ اِذًا لَّارْتَابَ الْمُبْطِلُوْنَ
“Engkau (Nabi Muhammad) tidak pernah membaca suatu kitab pun sebelumnya (Al-Qur’an) dan tidak (pula) menuliskannya dengan tangan kananmu. Sekiranya (engkau pernah membaca dan menulis,) niscaya orang-orang yang mengingkarinya ragu (bahwa ia dari Allah).” (QS. Al-‘Ankabūt: 48)
Sebagai seorang yang ummi, bagaimana mungkin Nabi Muhammad SAW dapat menceritakan tentang alam semesta, surga, neraka, dan hal-hal gaib lainnya?
Jawabannya adalah karena Allah memberikan pengetahuan langsung kepada Nabi Muhammad SAW melalui wahyu dan mukjizat. Salah satu contohnya adalah hadis berikut ini, di mana Nabi Muhammad SAW menjelaskan perbandingan bumi dengan alam semesta:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَا السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرَضُونَ فِي الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ فِي فَلَاةٍ، وَإِنَّ فَضْلَ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ كَفَضْلِ الْفَلَاةِ عَلَى الْحَلْقَةِ”
Artinya: “Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah langit yang tujuh dan bumi-bumi itu dibandingkan dengan Kursi melainkan seperti cincin yang dilemparkan di padang pasir yang luas, dan sesungguhnya keutamaan ‘Arsy atas Kursi adalah seperti keutamaan padang pasir itu atas cincin tersebut.”
Para ulama, seperti al-Alusi dan al-Qari, juga menjelaskan hadis ini dalam kitab mereka. Mereka semua sepakat bahwa perbandingan cincin di padang pasir adalah gambaran yang tepat untuk menunjukkan betapa kecilnya ciptaan Allah dibandingkan dengan kebesaran-Nya. Bahkan, Ibnu Katsir dalam kitabnya al-Bidayah wa al-Nihayah meriwayatkan hadis serupa yang menekankan kebesaran ‘Arsy dibandingkan Kursi.
Perbandingan dalam hadis ini sangat relevan dengan ilmu pengetahuan modern, khususnya astronomi, yang terus mengungkap betapa luasnya alam semesta. Bumi kita hanyalah bagian kecil dari tata surya, tata surya kita hanyalah bagian kecil dari galaksi Bima Sakti, dan galaksi Bima Sakti hanyalah satu dari miliaran galaksi di alam semesta.
Hadis ini juga menunjukkan bahwa Nabi Muhammad melihat langsung fenomena ini melalui perjalanan Mi’raj. Penglihatan langsung ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang kebesaran Allah dan ciptaan-Nya, melalui informasi tentang alam semesta yang baru bisa dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern.
Mi’raj sendiri dalam hadis digambarkan sebagai perjalanan menembus lapisan-lapisan langit hingga mencapai Sidratul Muntaha dalam waktu yang sangat singkat. Kecepatan Isra’ Mi’raj jelas melampaui standar kecepatan manusia. Kemanjuan ilmu pengetahuan modern, khususnya dalam bidang fisika kuantum, membuka kemungkinan adanya dimensi selain ruang dan waktu yang kita kenal. Isra’ Mi’raj, dengan demikian, dapat dipahami sebagai perjalanan menembus dimensi-dimensi tersebut. Teori relativitas Einstein juga menjelaskan bahwa semakin cepat suatu benda bergerak, semakin lambat waktu baginya. Ini bisa menjelaskan bagaimana Nabi Muhammad dapat menempuh perjalanan yang sangat jauh dalam waktu yang sangat singkat.
Tentu saja, kita tidak bisa sepenuhnya menghilangkan unsur mukjizat dalam Isra’ Mi’raj. Mukjizat adalah sesuatu yang berada di luar hukum alam yang kita kenal. Namun, dengan memahami ilmu pengetahuan, kita bisa semakin mengagumi kebesaran Allah yang telah menciptakan alam semesta dengan segala kompleksitasnya. Isra’ Mi’raj adalah bukti bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, termasuk hukum-hukum alam yang telah Dia ciptakan.
Sebagai kaum milenial yang kritis dan update dengan teknologi, kita tidak perlu ragu untuk mengimani peristiwa Isra’ Mi’raj. Justru, dengan menggabungkan keimanan dan ilmu pengetahuan, kita dapat semakin memperkuat keyakinan kita akan kebesaran Allah dan kebenaran ajaran Nabi Muhammad.

Yuk Investasi Halal di Nabitu.