Akhlaq

Perlombaan yang Tidak Direkomendasikan Dalam Islam

Pada umumnya manusia berlomba-lomba mengumpulkan harta kekayaannya untuk menjadi yang terkaya diantara lainnya. Dengan keinginan itu berbagai cara kemudian dia dipikirkan, hingga tanpa sadari bekal untuk ke akhirat dia lupakan. Bahkan tak jarang yang malah melakukan hal-hal larangan yang melanggar syariat islam. Padahal dirinya sudah memeluk agama islam sejak kecil.

Sebagai manusia yang sadar bahwa kehidupan dunia ini sementara dan akhirat itu selama-lamanya tentu tidaklah pantas bahwa kita pandang kesenangan dunia itu adalah segala-galanya. Karena hal tersebut tentu akan dapat menjerumuskan kita pada jurang kemaksiatan yang melenakan. Hanya saja apakah manusia kemudian tidak boleh menjadi seorang yang kaya raya? Tentu tidak seperti itu pula cara berfikir kita, karena bahkan sahabat Nabi Shallallahu’alaihi wasallam yang dijamin masuk surga ada yang kaya raya. Hanya saja apakah mereka benar-benar melombakan dirinya untuk jadi yang terkaya?

‘Abdurrahmân bin ‘Auf bin ‘Abdi ‘Auf bin ‘Abdil Hârits Bin Zahrah bin Kilâb bin al- Qurasyi az-Zuhri Abu Muhammad sejarah mencatat beliau merupakan sahabat Rasulullah SAW yang kaya raya, dermawan, dan yang sangat memperhatikan dakwah Islam. Abdurrahman bin Auf lahir dari ibu bernama Shafiyah, sedangkan ayahnya bernama `Auf bin `Abdu `Auf bin `Abdul Harits bin Zahrah. Beliau masuk dan berbaiat untuk islam dua hari setelah Abu Bakar RA masuk dan berbaiat untuk memahami Islam. Kedua sahabat itu di kemudian hari menjadi dua sahabat dari delapan orang awal yang dijanjikan masuk surga atau dikenal sebagai Assabiqunal Awwalun.

Dari Abdurrahman bin Auf seharusnya kita bisa belajar, bahwa harta bukanlah segalanya. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia menyatakan bahwa ‘Abdurrahman bin ‘Auf pernah dipersaudarakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Sa’ad bin Ar-Rabi’ Al-Anshari. Ketika itu Sa’ad Al-Anshari memiliki dua orang istri dan memang ia terkenal sangat kaya. Lantas ia menawarkan kepada ‘Abdurrahman bin ‘Auf untuk berbagi dalam istri dan harta. Artinya, istri Sa’ad yang disukai oleh ‘Abdurrahman akan diceraikan lalu diserahkan kepada ‘Abdurrahman setelah ‘iddahnya. ‘Abdurrahman ketika itu menjawab,

بَارَكَ اللَّهُ لَكَ فِى أَهْلِكَ وَمَالِكَ ، دُلُّونِى عَلَى السُّوقِ

“Semoga Allah memberkahimu dalam keluarga dan hartamu. Cukuplah tunjukkan kepadaku dimanakah pasar.”

Lantas di tunjukkanlah kepada ‘Abdurrahman pasar lalu ia berdagang hingga ia mendapat untung yang banyak karena berdagang keju dan samin. Suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat pada ‘Abdurrahman ada bekas warna kuning pada pakaiannya (bekas wewangian dari wanita yang biasa dipakai ketika pernikahan). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan, “Apa yang terjadi padamu wahai ‘Abdurrahman?” Ia menjawab, “Wahai Rasulullah, saya telah menikahi seorang wanita Anshar.” Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali bertanya, “Berapa mahar yang engkau berikan kepadanya?” ‘Abdurrahman menjawab, “Aku memberinya mahar emas sebesar sebuah kurma (sekitar lima dirham).” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata ketika itu,

أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ

“Lakukanlah walimah walaupun dengan seekor kambing.” (HR. Bukhari, no. 2049, 3937 dan Muslim, no. 1427. Lihat Syarh Shahih Muslim, 7:193)

Abdurrahman bin ‘Auf selain kaya juga sangat zuhud dalam memandang dunia dan tawadhu’ kepada yang lainnya. Dari Sa’d bin Ibrahim bin ‘Abdurrahman bin ‘Auf, ia bercerita, Dari ayahnya, bahwasannya suatu hari Abdurrahman bin Auf diberi makanan,  pada waktu itu beliau sedang puasa. Beliau (Abdurrahman bin Auf) berkata ( bercerita) : Mus’ab bin Umair terbunuh,  dan dia lebih utama dariku, dia (hanya) dikafani dengan selendang( kain) yang dimiliki nya.  Apabila kain tersebut digunakan untuk menutupi kepalanya,  maka kedua kakinya akan terlihat,  apabila kain tersebut digunakan untuk menutupi kedua kakinya maka  akan terlihat bagian kepalanya. Kemudian Abdurrahman bin Auf berkata lagi: Hamzah juga telah terbunuh,  dan dia lebih baik dari diriku. Kemudian dibukakan bagi kita kenikmatan kenikmatan dunia,  kita telah diberi berbagai macam kenikmatan dunia. Aku khawatir bahwasanya kenikmatan dunia yang kita dapatkan termasuk kebaikan yang disegerakan. Kemudian beliau menangis dan meninggalkan makanan tersebut [HR. Bukhari].


Dalam hadits diatas ditunjukkan bahwa hendaknya kita menghiasi diri kita dengan sifat tawadhu’. Sebagaimana ‘Abdurrahman bin ‘Auf yang menganggap lainnya lebih baik darinya. Ia menganggap Mush’ab bin ‘Umair dan Hamzah itu lebih baik. Itu tanda bahwa beliau adalah orang yang tawadhu’ atau rendah hati. Keadaan Abdurahman bin ‘Auf diatas juga menunjukkan bahwa beliau adalah orang yang tidak rakus dan begitu zuhud pada dunia ketika ia ditawari harta oleh Sa’ad bin Ar-Rabi’ Al-Anshari. Selain itu ia juga sedih jika saja balasan untuk amalan shalihnya disegerakan di dunia dengan kekayaan yang ia peroleh saat itu. 

Sedangkan kita saat ini, sungguh begitu sombong dengan dunia yang kita miliki dan senang untuk memamerkan padahal jika dibandingkan dengan kekayaan Abdurrahman bin ‘Auf pun belum lah sebanding. Kekayaan Abdurrahman bin ‘Auf begitu banyak sampai yang ia tinggalkan ketika meninggal dunia adalah 1000 unta, 3000 kambing, dan 100 kuda. Semuanya digembalangkan di Baqi’, daerah pekuburan saat ini dekat Masjid Nabawi. Beliau memiliki lahan pertanian di Al-Jurf dan ada 20 hewan yang menyiramkan air di lahan tersebut. Artinya, begitu luasnya lahan pertanian yang dimiliki oleh ‘Abdurrahman. 

Ibnu Hajar menyatakan, “Hadits ini (yang kami sebutkan di atas) mengandung pelajaran tentang keutamaan hidup zuhud. Juga ada anjuran bahwa orang yang bagus agamanya hendaknya tidak berlomba-lomba dalam memperbanyak harta karena hal itu akan membuat kebaikannya berkurang. Itulah yang diisyaratkan oleh ‘Abdurrahman bin ‘Auf bahwa beliau khawatir karena kekayaan melimpah yang ia miliki, itulah yang menyebabkan Allah segerakan baginya kebaikan di dunia (sedang di akhirat tidak mendapat apa-apa, pen.).” (Fath Al-Bari, 7: 410)

Ada nasihat dari Ibnu Hubairah, “Jika Allah memberikan karunia limpahan harta pada seorang mukmin, dianjurkan baginya untuk mengingat susahnya hidup orang-orang mukmin sebelum dia.” (Al-Ifshah ‘an Ma’ani Ash-Shahah, 1: 301, dinukil dari Kunuz Riyadh Ash-Shalihin, 7: 180).

Referensi:

Profil Keluarga 30 Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang Dijamin Masuk Surga. Dr. Jasim Muhammad Badr. Penerbit Kiswah.
Kunuz Ar-Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, tahun 1430 H. Rais Al-Fariq Al-‘Ilmi: Prof. Dr. Hamad bin Nashir bin ‘Abdurrahman Al-‘Ammar. Penerbit Dar Kunuz Isybiliya.

Redha Sindarotama

Quranic Reciter living in Yogyakarta. Actively teaching and spreading the beauty of Islam

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button