AkadCrowdfunding SyariahFiqih MuamalahHarta Haram KontemporerKeuangan

Hati-hati, 3 Hal Ini Bisa Bikin Akad Mudharabah Jadi Riba

Siapa sih yang nggak tergiur sama tawaran kaya raya di dunia, di akhirat masuk surga? Ini pasti jadi impian kita semua, ya. Makanya, nggak heran kalo semangat buat hijrah finansial dan bersihin harta dari riba sekarang lagi tinggi-tingginya. Kita pengen aset nambah, tapi lewat jalur yang Allah ﷻ ridhoi.

Untuk mewujudkan itu, tentu kita nggak bisa cuma diamkan uang dalam tabungan. Maka, kita membutuhkan partner dan wadah biar harta ini bisa produktif berputar tapi tetap sesuai aturan islam. Nah, dari sekian banyak pilihan untuk mengembangkan harta yang sudah kita punya, ada satu primadona yang paling sering dilirik, yaitu akad mudharabah.

Coba bayangkan, kamu punya modal tapi nggak punya waktu, sementara di seberang sana ada orang yang jago bisnis tapi lagi nggak punya modal.

Inilah solusi yang ditawarkan akad mudharabah. Prinsipnya sederhana tapi sangat memudahkan antar pihak, istilahnya “Kita yang modalin, dia yang kerjain, untung dibagi, rugi ditanggung.”

Tapi, kita perlu tetap berhati-hati. Jangan sampai, karena keinginan produk ini bersaing di pasaran, membuat dan mengada-ngadakan beberapa modifikasi yang justru bikin akad mudharabah ini jadi cacat secara fiqih. Bukannya untung berkah, malah bisa-bisa kita tergelincir balik ke riba tanpa sadar.

Biar kita nggak cuma beli “label” doang, yuk kita bedah 3 cacat fatal dalam akad mudharabah zaman ini, lengkap dengan alasannya.

1. Jaminan Modal Kembali 100% (Capital Guarantee)

Sering kita dengar kalimat ini:

“Tenang, investasi di sini aman. Kalo rugi, modal kami balikin utuh.”

Kedengarannya menenangkan, tapi justru inilah masalahnya yang bikin cacat.

Dalam Islam, akad mudharabah itu akad syirkah (Kerjasama). Prinsipnya: “Untung dibagi, rugi ditanggung bareng” (Pemodal rugi uang, Pengelola rugi tenaga). Maka, modal tidak boleh dijamin. Karena akad ini adalah akad amanah dan kerja sama, bukan utang-piutang.

Kalo modal dijamin balik, akadnya berubah jadi utang piutang (Qardh). Kamu jadi pemberi utang, pengelola jadi peminjam. 

Padahal kaidah fiqih menyatakan:

كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ نَفْعًا فَهُوَ رِبًا
“Setiap utang yang mendatangkan manfaat (tambahan) adalah riba.”

Ketika modal dijamin lalu tetap ada bagi hasil, hakikatnya kita sedang memungut keuntungan dari utang. Ini riba, meskipun namanya investasi.

Makanya, dalam akad mudharabah kita harus berani ambil risiko rugi. Kalo nggak mau ambil risiko ini dan mau uangnya pasti utuh, mending simpan aja di brankas.

Baca juga: Ini dia Rambu untuk Wanita Karir, Agar Tetap Syar’i

2. Janji Beli Balik di Harga Awal (Wa’ad Mulzim)

Modus kedua lebih halus. Biasanya berbunyi:

“Nanti di akhir periode, asetnya kami beli kembali di harga awal.”

Sekilas terlihat seperti jual beli biasa, padahal ini hanya rekayasa (ḥīlah) untuk menjamin modal. Dengsn seperti itu risiko pasar dimatikan. Padahal harga aset itu fluktuatif.

Kalo dipaksa dibeli di harga awal padahal harga pasar lagi anjlok, itu sama saja memaksakan uang kembali utuh layaknya utang.

Dari ‘Amr bin Syu‘aib, dari ayahnya, dari kakeknya radhiyallahu ‘anhum, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ، وَلَا شَرْطَانِ فِي بَيْعٍ، وَلَا رِبْحُ مَا لَمْ يُضْمَنْ، وَلَا بَيْعُ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ

“Tidak halal menggabungkan akad pinjaman dengan jual beli, tidak pula dua syarat dalam satu transaksi, tidak boleh mengambil keuntungan dari sesuatu yang tidak ditanggung risikonya, dan tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki.” (HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Majah; dishahihkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, dan Al-Hakim)

Keuntungan (profit) dalam Islam harus sejalan dengan tanggung jawab risiko. Siapa yang ingin mendapatkan hasil, maka ia wajib siap menanggung kemungkinan rugi. Jika keuntungan diperoleh tanpa risiko (misalnya modal dijamin kembali), maka itu bukan keuntungan yang halal.

Baca juga: Istri Bekerja dalam Islam Hukumnya Mubah, Bukan Wajib

3. Keuntungan Pasti Sekian Rupiah Tiap Bulan (Fixed Income)

Ini yang paling menggoda:

“Modal 100 juta, profit pasti 5 juta per bulan.”

Masalahnya, bisnis tidak pernah stabil. Untung dan rugi adalah sunnatullah.

Hati-hati, kalo ada investasi yang rasa gaji hasilnya. Bisnis riil itu grafiknya naik-turun. Memastikan nominal profit di awal itu zalim. Kalo bisnis rugi tapi pengelola wajib bayar kamu, itu zalim ke dia. Kalo untung besar tapi kamu cuma dikasih receh, itu zalim ke kamu.

Allah ﷻ berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan harta sesama kalian dengan cara yang batil.” (QS. An-Nisā’: 29)

Menetapkan keuntungan pasti dalam akad mudharabah tanpa melihat untung-rugi usaha termasuk memakan harta dengan cara batil, karena salah satu pihak pasti dirugikan.

Selain itu, salah satu syarat sah akad mudharabah adalah keuntungan dibagi berdasarkan Persentase/Nisbah (misal 20:80), bukan nominal pasti.

Imam Ibnu Qudamah رحمه الله berkata:

“Jika salah satu pihak mensyaratkan keuntungan tertentu (nominal), maka akad mudharabah menjadi batal.” (Al-Mughni, 5/23)

Maka, kunci yang benar adalah cari yang akadnya jelas pakai persentase bagi hasil dari laba bersih, bukan janji nominal tetap.

Baca juga: Biaya Hidup yang Tinggi, Apakah Istri Harus Bekerja?

Jadi, Apa yang Harus Kita Lakukan?

Coba cek lagi berkas perjanjian investasimu, agar hijrah finansial kita selamat sampai tujuan dan menghindari terpeleset di tiga cacat tadi. Kalau ditemukan salah satu dari 3 poin di atas: Jangan panik, ajak pengelola diskusi untuk perbaiki akad (adendum), jika pengelola menolak, mungkin itu tanda Allah meminta kita untuk mencari empat lain yang lebih berkah sesuai syariah.

Kita harus paham, kalo dalam Islam seorang muslim tidak hanya mengejar harta tapi juga ketenangan hati atas ridho Allah ﷻ. Ingat biarpun sedikit, harta halal dan berkah jauh lebih nikmat daripada harta melimpah namun bercampur bara api riba.

Yuk sering-sering baca doa ini, 

اللهم اكفني بحلالك عن حرامك، وأغنني بفضلك عمن سواك
“Ya Allah, cukupkanlah kami dengan rezeki-Mu yang halal sehingga kami terhindar dari yang haram, dan kayakanlah kami dengan karunia-Mu sehingga kami tidak bergantung kepada selain-Mu.” (HR. At-Tirmidzi)

Semoga Allah ﷻ membimbing langkah kita dalam bermuamalah, membersihkan harta kita dari yang syubhat dan haram, serta menjadikan rezeki kita penuh keberkahan. Aamiin.

Baca juga: Suami Tidak Memberi Nafkah, Wajarkah Istri Menggantikannya?

Tiga Hal yang Bisa Membuat Akad Mudharabah Menjadi Riba
3 Hal ini Bisa Membuat Akad Mudharabah Berubah Jadi Riba yang Terselubung

Tertarik untuk Mulai Berinvestasi?
Yuk Mulai Investasi Halalmu di Nabitu.

Penulis: Redha Sindarotama

Referensi:

Al-Qur’an al-Karim. Diakses dari: https://quran.com/
At-Tirmidzi, M. bin ‘Isa. Sunan at-Tirmidzi. Beirut: Dār al-Gharb al-Islāmī. Diakses dari: https://sunnah.com/bulugh/7/24
Imam Nawawi, comp. Riyāḍ as-Ṣāliḥīn (The Gardens of the Righteous), Kitab Ad-Duʿā’ (Supplications), Hadith 1486. Diakses dari: https://sunnah.com/riyadussalihin:1486
Ibnu Qudamah al-Maqdisi. Al-Mughnī. Juz 5. Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah. Diakses dari: https://archive.org/details/al-mughni
An-Nawawi, Y. bin Syaraf. Al-Majmū‘ Syarḥ al-Muhadzdzab. Beirut: Dār al-Fikr.
Ibnu Rusyd al-Qurthubi. Bidāyatul Mujtahid wa Nihāyatul Muqtashid. Beirut: Dār al-Hadits. Diakses dari: https://archive.org/details/terjemah-bidayatul-mujtahidin-2-ibnu-rusy
Az-Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuh. Damaskus: Dār al-Fikr.

Redha Sindarotama

Quranic Reciter living in Yogyakarta. Actively teaching and spreading the beauty of Islam

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button