Ekonomi Islam

Hati-hati Zakat kita salah sasaran!

Ketika membahas sesuatu yang berkaitan dengan sebuah amal tentu kita tidak akan terlepas dari syariah yang Allah Ta’ala turunkan. Termasuk ketika kita membahas berkaitan dengan zakat yang harus kaum muslimin keluarkan setiap tahunnya. Maka berkait dengan zakat para ulama telah mengklasifikasikannya sebagai bagian dari ibadah mahdhah (murni). Sebagaimana ibadah yang lain, seperti shalat misalnya yang mempunyai ketentuan khusus, sehingga zakat juga mempunyai ketentuan khusus; baik menyangkut wajib zakat (muzakki), yang berhak menerima (mustahiq), pemungut (‘âmil), harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, waktu pelaksanaannya, sehingga kadar dan ukurannya.

Ibadah adalah bentuk penyucian hamba (‘âbid) kepada Zat Yang  berhak disembah (al-Ma‘bûd), juga bentuk hubungan vertikal manusia dengan Tuhannya. Karena itu, aturan mainnya harus datang dari Allah, Dzat Yang Maha Pencipta, bukan dari yang lain. Sebab, Dialah Yang Maha Tahu akan seluk-beluk Diri dan ciptaan-Nya. Karena itu pula, hukum-hukum ibadah itu bersifat tawqîfiyyah, ketentuannya menjadi otoritas penuh dari Allah Ta’ala.

Sehingga dalam ibadah tidak ada ‘illat (alasan hukum); misalnya, berkaitan dengan zakat kita tidak perlu menanyakan mengapa harus melaksanakan zakat fitrah; mengapa zakat mal hanya diwajibkan atas harta tertentu, seperti hewan ternak, yaitu unta, lembu dan kambing, atau tanaman seperti sya’îr (gandum), khinthah, tamr (kurma kering), dan zabîb (anggur yang dikeringkan), atau mata uang, yaitu emas dan perak, ataupun harta perniagaan; mengapa zakat fitrah harus ditunaikan setiap tahun di bulan Ramadhan; mengapa zakat mal selain tanaman dikeluarkan setiap setahun sekali, sedangkan tanaman setiap panen harus dikeluarkan, ketika masing-masing telah mencapai nishâb? Bahkan menurut sebagian mazhab zakat hanya boleh dibayar dengan jenis makanan tertentu dan tidak boleh digantikan dengan yang lainnya? Tentu semua ini karena ibadah termasuk hal yang bersifat tawqîfiyyah (otoritas penuh) yang menjadi hak Allah, tidak disertai ‘illat (alasan hukum) dan ma‘lûl (efek hukum).

Karena itu, persoalan zakat adalah persoalan yang sepenuhnya harus dikembalikan kepada Allah, yang berarti harus merujuk pada dalil syariat, atau harus manshûs (dinyatakan di dalam nas). Nah untuk mempersempit pembahasan kali ini kita hanya akan membahas terkait siapa sih orang-orang yang berhak menerima zakat? Agar zakat yang kita keluarkan pun akan sampai kepada yang memang sesuai dengan apa yang Allah perintahkan. Karena ini juga termasuk kedalam amalan yang bersifat tawqîfiyyah (otoritas penuh) yang menjadi hak Allah.

Karena bersifat tawqîfiyyah (otoritas penuh) yang menjadi hak Allah, tidak disertai ‘illat (alasan hukum) dan ma‘lûl (efek hukum). Maka kita mesti mencari dalil yang Allah Ta’ala turunkan dan kemudian menyesuaikan dengan dalil tersebut berkaitan dengan syarat dan ketentuannya. 

Surat At-Taubah ayat ke 60 lah yang akan kita pegang untuk mengetahui siapa saja orang-orang yang berhak menerima zakat. Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْعَٰمِلِينَ عَلَيْهَا وَٱلْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَٱلْغَٰرِمِينَ وَفِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk Fii Sabilillah, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (TQS At-Taubah:60)

Dari Quran Surat At-Taubah ayat ke 60 diatas maka telah jelas siapa saja yang kemudian berhak menerima zakat, yaitu
1. Orang-orang fakir, (mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga
    tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup)
2. Orang-orang miskin, (mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk
    memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup)
3. Para amil zakat (yang berhak menarik zakat)
4. Para mu’allaf yang dibujuk hatinya,
5. Untuk digunakan (memerdekakan) budak,
6. Orang-orang yang terlilit hutang,
7. Untuk Fii Sabilillah (untuk pendanaan yang berkaitan dengan jihad fi
    sabilillah),
Dengan sifat amal zakat yang tawqîfiyyah (otoritas penuh) yang menjadi hak Allah, tidak disertai ‘illat (alasan hukum) dan ma‘lûl (efek hukum) tentu kita tidak boleh mendistribusikan zakat kecuali sesuai dengan dalil yang telah Allah jelaskan.

Wallahu a’lam bishshawab. 

Referensi:

https://tafsirweb.com/3076-surat-at-taubah-ayat-60.html

Redha Sindarotama

Quranic Reciter living in Yogyakarta. Actively teaching and spreading the beauty of Islam

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button