AkhlaqAqidahMuslim Lifestyle

Ibadah Sampai Kebanyakan? Emang Bisa dan Salah?

Dalam Islam, ibadah adalah salah satu cara utama untuk mendekatkan diri kepada Allah. Semakin banyak kita beribadah, harapannya semakin tinggi pula derajat keimanan kita. Namun, ada fenomena yang sering kita temui: beberapa orang sangat bersemangat dalam beribadah, bahkan terkadang hingga melampaui batas kewajaran. Lalu, muncul pertanyaan, apakah berlebihan dalam ibadah itu salah? Apakah mungkin beribadah kebanyakan?

Jawabannya tidak sesederhana “ya” atau “tidak.” Karena dalam Islam, ada konsep keseimbangan dan kesederhanaan yang harus dipertahankan, meskipun dalam hal beribadah sekalipun. Rasulullah ﷺ, yang merupakan teladan bagi umat Islam, mengajarkan pentingnya moderasi dalam beribadah dan tidak berlebihan.

Berlebihan dalam Ibadah: Definisi dan Contoh

Berlebihan dalam ibadah, yang disebut juga sebagai ghuluw, adalah ketika seseorang melampaui batas-batas yang telah ditetapkan oleh syariat dalam melakukan ibadah. Perilaku ini mungkin didorong oleh niat baik—keinginan untuk mendapatkan lebih banyak pahala dan mendekatkan diri kepada Allah. Namun, Islam menekankan keseimbangan, dan berlebihan, bahkan dalam kebaikan seperti ibadah, tidak dianjurkan.

Contoh perilaku ghuluw dapat dilihat pada seseorang yang bertekad untuk berpuasa setiap hari tanpa jeda, atau yang memaksakan diri untuk shalat malam sepanjang malam tanpa tidur. Padahal, tubuh manusia memiliki hak-hak yang harus dipenuhi, termasuk istirahat dan pemeliharaan kesehatan.

Rasulullah ﷺ pernah menegur sahabat yang ingin beribadah secara berlebihan. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Bukhari, dikisahkan ada tiga sahabat yang sangat ingin meningkatkan amalan mereka. Satu di antara mereka ingin berpuasa tanpa henti, yang lainnya ingin shalat malam terus-menerus, dan yang ketiga memilih untuk tidak menikah agar bisa fokus sepenuhnya pada ibadah. Mengetahui niat mereka, Rasulullah ﷺ bersabda:

“إِنِّي أَتْقَاكُمْ لِلَّهِ وَأَخْشَاكُمْ لَهُ، وَلَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي”
“Sesungguhnya aku adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian, tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku shalat malam dan tidur, serta aku juga menikahi wanita. Maka, barang siapa yang tidak mengikuti sunnahku, ia bukanlah bagian dari golonganku.”
(HR. Bukhari)

Dari kisah ini, jelas bahwa Islam mengajarkan pentingnya menyeimbangkan antara ibadah dan kehidupan duniawi, termasuk hak-hak tubuh serta kewajiban lainnya seperti keluarga dan pekerjaan.

Baca juga:Ilmu Adalah Kunci Kemuliaan Dunia dan Akhirat

Keseimbangan dalam Ibadah: Prinsip Utama dalam Islam

Islam adalah agama yang mengajarkan keseimbangan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam hal beribadah. Allah menegaskan dalam Al-Qur’an bahwa Dia tidak membebani seseorang melampaui kemampuannya:

“لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا”
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
(QS. Al-Baqarah: 286)

Ayat ini memberikan penekanan bahwa Allah tidak menginginkan hambanya untuk tersiksa dalam menjalankan ibadah. Bahkan dalam ibadah, ada kebijaksanaan untuk menghindari keterlaluan. Sebagai contoh, Ibnu Rajab mengatakan bahwa tujuan dari ibadah adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara yang tidak membuat seseorang tersiksa atau kelelahan, karena tubuh manusia juga memiliki hak yang perlu dipenuhi.

Konsep keseimbangan juga tercermin dalam hadits Nabi ﷺ yang menjelaskan bahwa amal yang sedikit namun dikerjakan secara konsisten lebih dicintai oleh Allah daripada amal besar yang dilakukan hanya sekali atau dengan paksaan. Rasulullah ﷺ bersabda:

“أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ”
“Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu walaupun sedikit.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Dari sini, kita dapat mengambil pelajaran bahwa menjaga kontinuitas dan keseimbangan dalam beribadah adalah hal yang sangat dianjurkan. Lebih baik beramal sedikit tetapi terus-menerus daripada melakukannya dalam jumlah besar hanya sekali namun kemudian meninggalkannya karena terlalu berat.

Baca juga:Iman, Ilmu, dan Amal: Tiga Dasar Perbuatan dalam Islam

Kisah Rasulullah ﷺ Menegur Sahabat yang Berlebihan

Salah satu contoh nyata pentingnya moderasi dalam ibadah dapat dilihat dalam kisah Abdullah bin Amr bin Ash. Sahabat ini terkenal karena intensitas ibadahnya yang luar biasa. Ia berpuasa setiap hari dan shalat sepanjang malam tanpa henti. Rasulullah ﷺ mengetahui hal ini dan memberikan teguran kepada Abdullah bin Amr. Beliau mengingatkan bahwa tubuh Abdullah juga memiliki hak untuk beristirahat. Nabi ﷺ menganjurkannya untuk berpuasa cukup tiga hari setiap bulan dan tidur sebagian malam untuk menjaga keseimbangan antara ibadah dan hak tubuh. Rasulullah ﷺ bahkan menegaskan bahwa puasa terbaik adalah puasa Nabi Dawud, yaitu sehari berpuasa dan sehari berbuka.

“إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَلِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، فَأَعْطِ كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ”
“Sesungguhnya Tuhanmu memiliki hak atasmu, tubuhmu juga memiliki hak atasmu, dan keluargamu memiliki hak atasmu. Maka, berikanlah kepada setiap yang memiliki hak akan haknya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Teguran ini menunjukkan bahwa dalam Islam, bahkan semangat yang tinggi untuk beribadah harus diselaraskan dengan kemampuan fisik dan mental. Tidak hanya itu, Rasulullah ﷺ juga mengajarkan bahwa berlebihan dalam ibadah bisa membawa dampak negatif, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Bahaya Berlebihan dalam Ibadah

Berlebihan dalam ibadah bisa mendatangkan berbagai risiko, baik bagi fisik, mental, maupun hubungan sosial. Berikut adalah beberapa di antaranya:

  1. Kelelahan Fisik dan Mental
    Tubuh manusia memiliki batas kemampuan yang harus dijaga. Beribadah tanpa henti dan tanpa memperhatikan hak-hak tubuh untuk istirahat bisa menyebabkan kelelahan fisik dan mental. Hal ini tidak hanya akan mempengaruhi kesehatan seseorang, tetapi juga dapat menurunkan kualitas ibadah itu sendiri. Ibadah yang dilakukan dengan tubuh yang lelah seringkali tidak bisa mencapai kekhusyukan yang diinginkan.
  2. Mengabaikan Kewajiban Lain
    Seseorang yang terlalu fokus pada ibadah bisa saja melupakan kewajiban lainnya, seperti bekerja untuk menafkahi keluarga, belajar, atau bahkan mengabaikan hak-hak anggota keluarga. Islam mengajarkan keseimbangan dalam menjalankan semua kewajiban, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi.
  3. Menurunnya Konsistensi Ibadah
    Terlalu bersemangat di awal mungkin membuat seseorang melakukan ibadah dengan intensitas tinggi, namun tanpa perencanaan yang baik, ini bisa berujung pada kelelahan yang menyebabkan ketidakmampuan untuk melanjutkan. Sehingga, ibadah yang awalnya dikerjakan dengan semangat tinggi justru menjadi berhenti sama sekali.
  4. Rasa Sombong dan Ujub
    Salah satu bahaya lain dari berlebihan dalam ibadah adalah munculnya rasa sombong dan ujub (bangga diri). Seseorang bisa saja merasa lebih baik dari orang lain karena ibadah yang ia lakukan, dan hal ini berbahaya karena akan merusak keikhlasan dalam beramal.

Islam Menyukai Kesederhanaan dan Moderasi

Islam menekankan prinsip wasathiyyah, yaitu moderasi atau keseimbangan dalam segala hal. Hal ini termasuk dalam konteks ibadah. Nabi ﷺ sendiri adalah contoh nyata bagaimana seseorang bisa menjalankan kehidupan yang seimbang antara dunia dan akhirat. Beliau adalah pribadi yang tidak hanya rajin beribadah, tetapi juga sangat peduli terhadap keluarganya, melakukan berbagai tugas sosial, dan menjaga kesehatan fisik.

Ketika seseorang menjalankan ibadah dengan seimbang, maka mereka akan mampu menjaga ketekunan dalam jangka panjang. Ini sejalan dengan ajaran Islam yang mementingkan kontinuitas dalam beramal.

Baca juga:Kebebasan Finansial dan Ibadah dalam Islam

Kesimpulan

Jadi, apakah salah jika ibadah kebanyakan? Jawabannya adalah ya, jika ibadah tersebut melampaui batas yang wajar dan membawa dampak negatif bagi diri sendiri maupun orang lain. Islam mengajarkan keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam beribadah. Kesederhanaan dan konsistensi lebih utama daripada berlebihan yang pada akhirnya merugikan diri sendiri. Rasulullah ﷺ telah mencontohkan bahwa ibadah yang moderat, namun konsisten, adalah yang paling dicintai oleh Allah.

Jaga semangat dalam beribadah, namun tetap ingat bahwa tubuh, pikiran, dan hak-hak orang di sekitar kita juga harus diperhatikan. Kesederhanaan dalam ibadah adalah tanda kecerdasan dan pemahaman yang mendalam terhadap ajaran Islam.

Ibadah Sampai Kebanyakan? Emang Bisa dan Salah?
Ibadah Sampai Kebanyakan? Emang Bisa dan Salah?

Referensi:

Rumaysho.com. (2018). Sederhana dalam Ibadah Tetap Lebih Baik. Retrieved from https://rumaysho.com/18934-sederhana-dalam-ibadah-tetap-lebih-baik.html

Almanhaj.or.id. (2021). Tidak Berlebihan dalam Ketaatan. Retrieved from https://almanhaj.or.id/13044-tidak-berlebihan-dalam-ketaatan.html

Muslim.or.id. (2022). Tidak Berlebihan dalam Beramal Itu Lebih Utama. Retrieved from https://muslim.or.id/88856-tidak-berlebihan-dalam-beramal-itu-lebih-utama.html

Islam NU. (2022). Saat Rasulullah Menegur Sahabat yang Berlebihan dalam Beribadah. Retrieved from https://islam.nu.or.id/hikmah/saat-rasulullah-menegur-sahabat-yang-berlebihan-dalam-beribadah-DjVz9

WhyIslam.org. (n.d.). Worship in Islam. Retrieved from https://www.whyislam.org/worship-in-islam/

Daruliftaa Birmingham. (n.d.). Excessiveness in Worship. Retrieved from https://islamqa.org/hanafi/daruliftaa-birmingham/135869/exessiveness-in-worship/

IslamWeb. (2023). The Meaning of Excessiveness. Retrieved from https://islamweb.net/en/fatwa/476542/the-meaning-of-excessiveness

Devin Halim Wijaya

Master student in IIUM (Institute of Islamic Banking and Finance) | Noor-Ummatic Scholarship Awardee

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button