Belum Qadha Puasa Hingga Ramadhan Tiba? Begini Solusinya!
Qadha puasa Ramadhan terlambat hingga tiba-tiba udah masuk bulan Ramadhan aja. Gimana nih solusinya? Apa sih hukumnya? Mari kita simak.
Puasa Ramadhan memang merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang sudah baligh dan mampu melakukannya. Tapi, keadaan ternyata kadang ada yang membuat kita harus meninggalkannya, seperti sakit, haid, atau perjalanan jauh. Nah, kalau udah begitu, kita wajib tuh gantikan puasa kita di hari lain di luar Ramadhan hingga batas Ramadhan selanjutnya nah itu disebut qadha puasa. Tapi, gimana kalau qadha puasanya belum juga dilakukan sampai Ramadhan berikutnya datang? Panik nggak tuh?
Tapi tenang, ternyata masih ada kok solusinya!
Apa Hukum Qadha Puasa yang Belum Dikerjakan Sampai Ramadhan Berikutnya?
Menurut KH. M. Shiddiq Al Jawi dalam soal jawab pada akun Fissilmi Kaffah beliau menyampaikan. Barangsiapa yang belum mengqadha puasa Ramadhan yang lalu, kemudian sudah datang lagi Ramadhan berikutnya, maka dilihat dulu alasan penundaan (ta`khiir) qadha tersebut. Jika ada udzur (alasan syar’i), seperti sakit, nifas, dsb, tidak mengapa.
Namun jika tanpa udzur syar’i, ulama berbeda pendapat dalam dua pendapat :
Pertama, pendapat jumhur, yaitu Imam Malik, Tsauri, Syafi’i, Ahmad, dan lain-lain berpendapat orang tersebut di samping tetap wajib mengqadha`, dia wajib juga membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin untuk setiap hari dia tidak berpuasa. (Yusuf Qaradhawi, Taisir Al Fiqh fi Dhau’ Al Qur`an wa As Sunnah : Fiqhush Shiyam, Beirut : Mu`assah Ar Risalah, 1993, Cetakan ke-3, hlm. 75).
Baca juga: Keutamaan Memberikan Buka Puasa di Bulan Ramadhan
Pendapat pertama ini terbagi lagi menjadi dua :
(1) menurut ulama Syafi’iyah, fidyah tersebut berulang dengan berulangnya Ramadhan;
(2) menurut ulama Malikiyah dan Hanabilah, fidyah hanya sekali, yakni tidak berulang dengan berulangnya Ramadhan (Wahbah Zuhaili, Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, II/680).
Dalil pendapat pertama ini, adalah pendapat sejumlah sahabat, seperti Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Abu Hurairah, yang mewajibkan qadha` dan fidyah. (Imam Syaukani, Nailul Authar, Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000, hlm. 872; Mahmud Abdul Latif Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkam Ash Shiyam, hlm. 210).
Imam Syaukani menjelaskan dalil bagi pendapat pertama ini, yaitu hadits dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW tentang seorang laki-laki yang sakit di bulan Ramadhan lalu dia tidak berpuasa, kemudian dia sehat namun tidak mengqadha` hingga datang Ramadhan berikutnya. Maka Nabi SAW bersabda :
يصُومُ الَّذِي أَدْرَكَهُ ، ثُمَّ يَصُومُ الشَّهْرَ الَّذِي أَفْطَرَ فِيهِ ، وَيُطْعِمُ كُلَّ يَوْمٍ مِسْكِينًا
“Dia berpuasa untuk bulan Ramadhan yang menyusulnya itu, kemudian dia berpuasa untuk bulan Ramadhan yang dia berbuka padanya dan dia memberi makan seorang miskin untuk setiap hari [dia tidak berpuasa].” (HR Daraquthni, II/197). (Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 871).
Baca juga: Pelajaran Akhlaq dari Puasa Ramadan
Kedua, pendapat Imam Abu Hanifah dan para sahabatnya, Imam Ibrahim An-Nakha`i, Imam Hasan Bashri, Imam Muzani (murid Syafi’i), dan Imam Dawud bin Ali. Mereka mengatakan bahwa orang yang menunda qadha` hingga datang Ramadhan berikutnya, tidak ada kewajiban atasnya selain qadha`. Tidak ada kewajiban membayar kaffarah (fidyah) atasnya. (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, I/240; Wahbah Zuhaili, Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, II/240; Mahmud Abdul Latif Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkam Ash Shiyam, hlm. 210).
Dalil pendapat kedua ini adalah kemutlakan nash Al-Qur`an yang berbunyi (فعدة من أيام أخر) “fa-‘iddatun min ayyamin ukhar” yang berarti “maka jika dia tidak berpuasa, wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS Al-Baqarah [2] : 183). (Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, II/240).
Pendapat yang rajih (lebih kuat) adalah pendapat kedua, yang menyatakan bahwa orang yang menunda qadha` hingga masuk Ramadhan berikutnya, hanya berkewajiban qadha`, tidak wajib membayar fidyah. Hal itu dikarenakan dalil hadits Abu Hurairah RA di atas merupakan hadits dhaif (lemah) yang tidak layak menjadi hujjah (dalil).
Imam Syaukani berkata :
وَقَدْ بَيَّنَّا أَنَّهُ لَمْ يَثْبُتْ فِي ذَلِكَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْءٌ
“…telah kami jelaskan bahwa tidak terbukti dalam masalah itu satu pun [hadits shahih] dari Nabi SAW.” (Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 872).
Syekh Yusuf Qaradhawi meriwayatkan tarjih serupa dari Shiddiq Hasan Khan dalam kitabnya Ar Raudatun An Nadiyah (I/232).
Kata Syekh Yusuf Qaradhawi :
وَرَجَّحَهُ صَاحِبُ (الروضة النادية )، لِأَنَّهُ لَمْ يَثْبُتْ فِي ذَلِكَ شَيْءٌ ، صَحَّ رَفْعه إلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Penulis kitab Ar Raudatun An Nadiyah telah merajihkan (menguatkan) pendapat tersebut [pendapat tak adanya fidyah], karena tidak terbukti dalam masalah itu sesuatu pun [hadits sahih] dari Nabi SAW, yang secara sah marfu’ kepada Nabi SAW.” (Yusuf Al Qaradhawi, Taisir Al Fiqh fi Dhau’ Al Qur`an wa As Sunnah : Fiqhush Shiyam, Beirut : Mu`assah Ar Risalah, 1993, Cetakan ke-3, hlm. 75).
Adapun pendapat sahabat yang mewajibkan qadha` dan fidyah, bukanlah hujjah (dalil syar’i) yang layak menjadi sumber hukum Islam.
Imam Syaukani berkata dalam kitabnya Nailul Authar (hlm. 872) :
لِأَنَّ قَوْلَ الصَّحَابَةِ لَا حُجَّةَ فِيهِ
“Karena pendapat para shahabat tidak terdapat hujjah padanya.” (Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 872).
Dalam kitabnya Irsyadul Fuhul, Imam Syaukani berkata :
وَالْحَقُّ أَنَّهُ (أي قَوْل الصحابي) لَيْسَ بِحُجَّةٍ
“Pendapat yang benar, bahwa qaul ash shahabi (pendapat shahabat) bukanlah hujjah [dalil syar’i].” (Imam Syaukani, Irsyadul Fuhul, hlm. 243).
Imam Taqiyuddin An Nabhani menegaskan :
أَنَّ مَذْهَبَ الصَّحَابِيِّ لَيْسَ مِنْ الْأَدِلَّةِ الشَّرْعِيَّة
“… sesungguhnya mazhab sahabat tidak termasuk dalil syar’i.” (Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyah, III/411).
Baca juga: Sepenting Itu Menjaga Shalat Tarawih Setiap Malam?
Khatimah
Jangan langsung panik kalo belum sempat qadha puasa hingga Ramadhan berikutnya datang. Jika ada alasan yang sah, cukup qadha setelah Ramadhan. Tapi kalau tanpa alasan, selain qadha dia juga harus bertaubat karena terdapat dosa atas penundaannya.
Sehingga solusinya bagi orang yang menunda qadha` hingga masuk Ramadhan berikutnya menurut KH. M. Shiddiq Al Jawi, hanya berkewajiban qadha`, tidak wajib membayar fidyah.
Jadi, jangan tunda lagi, yuk segera qadha biar tenang dan ibadah kita semakin sempurna! Semoga Allah menerima amal ibadah kita semua.
Baca juga: Abu Thalhah Al Anshari, Jasadnya Utuh Karena Rajin Berpuasa

Yuk Investasi Halal di Nabitu.
Referensi
Al Quran Al Karim. Di akses dari https://tafsirweb.com/
Ffissilmi-kaffah.com https://www.fissilmi-kaffah.com/frontend/artikel/detail_tanyajawab/408