Independent Women dalam Pandangan Islam
Istilah “independent woman” sudah lama menjadi simbol kekuatan dan kebebasan bagi banyak perempuan modern. Namun di balik gemanya ada satu pertanyaan yang perlu kita renungkan bersama:. Apakah nilai-nilai Islam benar-benar sejalan dengan kemandirian yang dimaksud? Istilah mandiri dalam Islam mungkin memiliki makna yang lebih mendalam daripada sekadar bisa segalanya sendiri?
Baca juga: Kekuatan 1/3 Sedekah
Mandiri yang Berdasarkan Nilai Bukan Emosi Pribadi
Kemandirian dalam perspektif Islam mengacu pada pendirian berdasarkan nilai bukan diri sendiri. Allah ﷻ berfirman:
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ
“Dan katakanlah: bekerjalah kamu, maka Allah ﷻ akan melihat pekerjaanmu, begitu pula Rasul-Nya dan orang-orang beriman.”
(QS. At-Taubah: 105)
Ayat ini menjadi dasar bahwa setiap amal termasuk bekerja dan kemandirian adalah bentuk ibadah di hadapan Allah ﷻ. Perempuan mandiri dalam Islam tidak ingin menunjukkan bahwa ia tidak membutuhkan bantuan orang lain, sebaliknya mereka menyadari bahwa segala upaya dan kemampuan mereka diberikan oleh Allah ﷻ. Ia tidak mendefinisikan dirinya dengan pemberontakan terhadap nilai-nilai dan nasihat orang terdekat tetapi dengan kontribusi nyata kepada masyarakat. Ia tidak menjauhkan diri dari keluarga dan peran sosialnya tetapi malah meningkatkannya dengan ilmu, kejujuran dan keikhlasan.
Kemandirian sejati bukan tentang membebaskan diri dari ketergantungan melainkan tentang memahami kepada siapa kita seharusnya bergantung: hanya kepada Allah ﷻ.
Baca juga: Cara Menjaga Tawakkal dalam Mencari Kerja
Kemandirian secara Keseluruhan—Mental, Moral, Spiritual, dan Finansial
Kemandirian dalam konteks Islam mencakup kemandirian yang utuh bukan parsial. Perempuan mandiri dalam Islam berarti mandiri secara mental dan etika yaitu mampu berpikir kritis, tegas dan mempertahankan prinsip tanpa kehilangan sifat femininnya. Kemandirian seorang muslimah bukan berarti menolak peran laki-laki atau memutus hubungan sosial tetapi justru memahami perannya dengan kesadaran spiritual.
Dalam Islam, perempuan punya ruang luas untuk berperan: bekerja, berpendidikan tinggi dan mengambil keputusan. Namun semuanya dalam tanggung jawab moral di hadapan Allah ﷻ. Yang membedakan “independent” dalam pandangan Islam bukan pada kebebasannya tapi pada arah dan tujuannya. Karena kemandirian dapat berubah menjadi kesendirian yang tanpa nilai tanpa panduan, namun bila disertai iman ia menjadi kekuatan yang melahirkan ketenangan bukan kesombongan.
Baca juga: Kebebasan Finansial dan Ibadah dalam Islam
Kemandirian tanpa Kehilangan Keterhubungan
Di zaman sekarang seringkali dianggap bahwa menjadi wanita mandiri berarti harus terlepas dari siapa pun. Padahal Islam tidak pernah mengajarkan keterputusan melainkan keseimbangan antara otonomi dan keterhubungan. Seorang muslimah boleh berdaya secara ekonomi, boleh menempuh karier, boleh berdiri tegak dengan kemampuannya. Namun hal-hal seperti itu tidak menghapus keinginannya untuk bekerja sama, membangun rumah tangga dan menghormati suaminya.
Dalam kehidupannya bersama Sayyidah Khadijah raḍiyallāhu anhā, Rasulullah ﷺ mencontohkan keseimbangan ini. Khadijah adalah seorang perempuan yang cerdas, tangguh dan sukses secara finansial tetapi tetap rendah hati, menghormati suami dan berorientasi pada akhirat. Kemandirian Wanita tidak berarti meninggalkan peran wanita, sebaliknya itu berarti mempertahankan makna dari setiap peran yang dimainkan.
Kemandirian justru menjadi ruang untuk berbagi manfaat dalam Islam. Perempuan yang berdaya secara finansial dan intelektual dapat menjadi penopang bagi keluarganya dan perempuan yang berdaya secara spiritual dapat menjadi sumber ketenangan bagi orang-orang di sekitarnya. Kemandirian seperti ini menghasilkan harmoni yaitu kolaborasi yang saling menguatkan daripada kompetisi antara gender.
Baca juga: Ketakwaan sebagai Kunci Terkuat di Tengah Persaingan Bisnis
Menjadi Independent Woman yang Berharga
Perempuan mandiri dalam Islam bukan sekadar tentang “kuat” atau “bebas”. Kemandirian sejati adalah ketika seorang muslimah mampu mengelola dirinya -pikirannya hatinya dan pilihannya- dalam koridor iman. Ia bisa berdiri tegak di hadapan tantangan tapi tetap menundukkan hati di hadapan Allah ﷻ. Ia bisa bekerja keras di dunia tapi tidak pernah lupa bahwa hasil sejati ada di sisi-Nya.
Kemandirian seperti ini bukan hanya memuliakan dirinya tapi juga menenangkan orang-orang di sekelilingnya. Karena sejatinya kekuatan seorang muslimah tidak diukur dari seberapa banyak ia bisa lakukan sendiri. Tetapi dari seberapa dalam ia berhubungan dengan Allah ﷻ. Islam datang dengan keseimbangan di tengah dunia yang terus mendorong perempuan untuk mendapatkan peran dalam semua hal. bahwa tidak semua hal harus dilakukan sendiri tapi setiap hal bisa dijalani dengan makna.
Penutup
Ketika perempuan memahami kemandirian bukan sebagai simbol perlawanan tapi sebagai bentuk penghambaan, maka ia sedang menapaki jalan mulia yang menghubungkan antara dunia dan akhirat. Islam tidak pernah menghalangi perempuan untuk bergerak maju dalam hal karir dan pendidikan namun hanya menuntun agar setiap langkah menuju kemajuan disinari oleh cahaya iman. Dan mungkin inilah makna paling indah dari independent woman dalam Islam: bukan tentang berdiam diri di dunia tetapi tentang berdiri dengan hati yang bebas di hadapan Allah ﷻ.
Referensi
Muslim Skeptic. (2021, June 27). The Myth of the Strong Independent Woman. https://muslimskeptic.com/2021/06/27/myth-strong-independent-woman/
NU Online Jatim. (2022, September 23). Independent Woman dalam Islam, Mandiri Secara Mental dan Moral. https://jatim.nu.or.id/metropolis/independent-woman-dalam-islam-mandiri-secara-mental-dan-moral-t0GTi
Tebuireng Online. (2024, July 13). Siapa Perempuan Independen Menurut Islam? https://tebuireng.online/siapa-perempuan-independen-menurut-islam/
Jurnalistik Tsirwah. (2024, September 28). Pandangan Islam Mengenai Trend Independent Woman – Simak! https://jurnalistik.tsirwah.com/pandangan-islam-mengenai-trend-independent-woman-simak/





