AkhlaqMuslim Lifestyle

Islam dan Arti Liburan: Pergulatan Antara Rekreasi dan Ketaatan

Banyak orang memanfaatkan akhir pekan atau hari libur untuk melakukan kegiatan liburan yang juga sering kita sebut wisata. Pada dasarnya, kegiatan liburan ini diperbolehkan dalam Islam dengan catatan bahwa selama liburan tersebut tidak melanggar syariat Allah, dilakukan dengan niat yang benar, dan tidak ada hal yang lebih prioritas diwaktu yang sama menurut syariat islam.

Maka, sebelum kita membahas soal liburan dalam islam mari terlebih dahulu kita pahami bahwa dalam islam ada prioritas untuk beramal. Prioritas amal ini akan terjadi ketika terdapat dua amalan yang hanya bisa dijalankan dalam satu waktu yang sama.

Allah Ta’ala berfirman,

أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَوُونَ عِنْدَ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil Haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim” (QS. At-Taubah: 19).

Dari dalil yang telah disebutkan, maka pada dasarnya Islam mengajarkan bahwa amalan-amalan itu tidaklah dalam satu tingkatan yang sama, namun ia memiliki keutamaan yang bertingkat-tingkat. Sehingga ketika berada dalam satu waktu yang sama seorang muslim dituntut untuk lebih bijak dan cerdas dalam memilih amalan mana yang harus ia utamakan pada waktu tersebut.

Dalam islam hukum perbuatan manusia telah dipandu dengan hukum yang lima, yaitu haram, wajib, makruh, sunnah, dan mubah. Dari lima hukum tersebut ternyata juga terdapat panudan prioritas yaitu kita diminta meninggalkan yang haram, kemudian menjalankan yang wajib, menghiraukan yang makruh, menambah yang sunnah, baru setelah itu kita bisa jalankan yang mubah sesuai kebutuhan. Tapi ingat jika berada dalam satu waktu yang sama lho ya, akan tetapi ketika berada pada waktu yang berbeda tentu bukan skala prioritas yang kita gunakan.

Nah setelah kita tahu sedikit tentang prioritas dalam islam kita baru bisa membahas tentang liburan atau piknik. Ingat, pada dasarnya, kegiatan liburan ini diperbolehkan dalam agama Islam atau menurut hukum perbuatan adalah mubah. Oleh karena itu ketika liburan ini hukumnya mubah maka jangan sampai hanya karena liburan sampai-sampai kita meninggalkan kewajiban dan melanggar keharaman. 

Liburan atau piknik ternyata juga digunakan untuk menguatkan kewajiban-kewajiban kita kepada Allah Ta’ala. Salah satunya adalah untuk mendakwahkan agama Allah Ta’ala. Bahkan terkait dengan liburan, piknik, atau wisata ini ada satu hadits yang sangat istimewa yaitu ketika suatu saat datang seorang lelaki pada Rasulullah meminta izin untuk berwisata. Rasul pun mengarahkan pada tujuan yang baik dengan bersabda:

إِنَّ سِيَاحَةَ أُمَّتِي الجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ. (رواه أبو داود) د 

“Sesungguhnya wisata umatku adalah berjihad di jalan Allah”. (HR. Abu Dawud).


Sehingga dalam konteks Islam, wisata tidak hanya sekadar hiburan fisik; yang dengannya akan meningkatkan keimanan. Ternyata juga bisa untuk mendakwahkan agama Allah Ta’ala yang itu merupakan hukum yang wajib. Para Rasul dan Nabi, serta para sahabat setelah mereka, melibatkan diri dalam perjalanan untuk menyampaikan pesan-pesan agama.

Terakhir, pemahaman wisata dalam Islam yang mencakup safar (perjalanan) untuk merenungi keindahan ciptaan Allah Ta’ala dan menikmati keagungan alam semesta.

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ ۖ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

Dialah (Allâh) yang menjadikan bumi itu mudah bagimu (untuk ditelusuri), maka berjalanlah (bepergianlah) ke segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan [Al-Mulk/67:15]

Perintah Allâh Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat ini “… maka berjalanlah (bepergianlah) ke segala penjurunya” adalah perintah mubâh (hukumnya boleh dan tidak dilarang). Bentuk perintah ini bertujuan untuk memperlihatkan keagungan anugerah-Nya kepada para hamba-Nya. Melalui pengalaman wisata ini, diharapkan jiwa manusia diperkuat keimanannya terhadap keesaan Allah dan terdorong untuk melaksanakan kewajiban hidup.

Dengan memandang liburan dari perspektif Islam, menjadi jelas bahwa kegiatan ini tidak hanya sebagai bentuk rekreasi semata, melainkan juga sebagai kesempatan untuk mendekatkan diri pada Allah dan meningkatkan pengetahuan serta pemahaman terhadap ciptaan-Nya. Liburan, ketika dijalani dengan penuh kesadaran dan niat yang benar, dapat menjadi sarana yang bermakna dalam menambah amal shalih kita. Wallahu a’lam bishowab



Referensi :
https://tafsirweb.com/3035-surat-at-taubah-ayat-19.html 
https://tafsirweb.com/11043-surat-al-mulk-ayat-15.html
https://riyadh.islamenc.com/id/page/238
kitab Tafsir al-Qurthubi, 18/188 dan Fathul Qadîr, 5/367

Redha Sindarotama

Quranic Reciter living in Yogyakarta. Actively teaching and spreading the beauty of Islam

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button