Jujur Adalah Syariat: Bukan Sekedar Untuk Meraih Kepercayaan Bisnis Pelanggan Saja
Tak jarang kita temui di zaman ini orang yang ingin meraih kekayaan secara instan dan mudah, entah itu karena ingin segera kaya atau bahkan hanya agar terlihat kaya oleh lingkungan sekitarnya. Akhirnya jarang yang kemudian memikirkan bagaimana syariat yang benar dalam aktivitas mereka sebagai seorang yang katanya muslim. Bahkan tak jarang yang kemudian malah melakukan pelanggaran syariat berupa penipuan, kecurangan, korupsi dan sebagainya untuk memenuhi nafsu dan ambisinya tersebut.
Di lain sisi ada juga kaum muslimin yang sudah melakukan aktivitas jujur dalam bisnisnya akan tetapi hanya sekedar ingin terlihat baik dihadapan pelanggan atau atasan di sebuah kantor saja. Dan akhirnya aktivitas jujur itu menjadi berat sekali apalagi ada kesempatan untuk meraih keuntungan berlipat saat curang. Selain itu kecurangan itu juga malah didorong oleh lingkungan sekitar dan menjadi gunjingan orang ketika kejujuran malah yang dia ambil. Bahkan kemudian ada yang sampai punya kata-kata “Jujur Ajur”. Karena memang ketika jujurnya hanya untuk terlihat baik dihadapan manusia saja tentu akan menjadi sangat berat sekali. Padahal jujur yang seperti itu sama saja tak berpahala bahkan bisa mengakibatkan dosa yang dapat menjerumuskannya ke dalam neraka.
Dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalnya. Allah bertanya kepadanya : ‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab : ‘Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berfirman : ‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka. Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al Qur`an. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya: ‘Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab: ‘Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya, serta aku membaca al Qur`an hanyalah karena engkau.’
Allah berkata : ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau membaca al Qur`an supaya dikatakan (sebagai) seorang qari’ (pembaca al Qur`an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka. Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalnya (mengakuinya).
Allah bertanya : ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Dia menjawab : ‘Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’ Allah berfirman : ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.’”
Tatkala Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu mendengar hadits ini, beliau berkata: “Hukuman ini telah berlaku atas mereka, bagaimana dengan orang-orang yang akan datang?” Kemudian beliau menangis terisak-isak hingga pingsan. Setelah siuman, beliau mengusap mukanya seraya berkata : Benarlah Allah dan RasulNya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka. Lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan”. [Hud/11:15-16]. [HR Tirmidzi no. 2382 dan Ibnu Khuzaimah no. 2482].
Sebagai kaum muslim tentu tak selayaknya melakukan aktivitas hanya sekedar untuk memenuhi nafsu keinginannya saja tanpa memikirkan syariat yang seharusnya menjadikannya terikat kepada Allah Ta’ala. Karena dengan keterikatannya kepada syariat Allah Ta’ala seorang muslim akan mendapatkan gelar muttaqin (orang yang bertakwa) yang akan menjadikan aktivitasnya berbuah pahala. Termasuk didalamnya ada sifat jujur yang seharusnya dijadikan manifestasi dari keimanan bukan sekedar untuk meraih keuntungan dunia saja.
Allah berfirman : “Katakanlah (Muhammad) : Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya Rabb kamu itu adalah Allah yang Esa. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan jangan mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Rabb-nya”. [Al- Kahfi/18:110].
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Inilah dua landasan amal yang diterima, ikhlas karena Allah dan sesuai dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Tafsir Ibnu Katsir (III/120-121)].
Semoga kita memiliki sifat jujur yang selalu terikat atas dasar kewajiban syariat guna mendapat ridho dari Allah SWT. Aamiin ya Rabbal Alamin.
Referensi: