Memaknai Harta dan Kepemilikan dalam Islam
Dalam Islam, harta dan kepemilikan merupakan konsep yang memiliki peran penting dalam kehidupan individu dan masyarakat. Dalam kerangka maqashid syariah, Islam menempatkan perlindungan harta sebagai salah satu tujuan utama. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya harta dalam kehidupan manusia.
Harta tidak hanya dipandang sebagai sesuatu yang bersifat material, tetapi juga sebagai amanah dari Allah ﷻ yang harus digunakan dengan bijak sesuai dengan tuntunan agama. Pemahaman tentang harta dan kepemilikan tidak hanya terkait dengan bagaimana memperoleh dan mengelolanya, tetapi juga terkait dengan aspek sosial, seperti tanggung jawab terhadap sesama manusia. Artikel ini akan membahas bagaimana Islam memaknai harta dan kepemilikan serta tanggung jawab moral yang melekat pada konsep tersebut.
Definisi Harta dalam Islam
Dalam bahasa Arab, kata “harta” dikenal dengan istilah māl, yang berarti segala sesuatu yang dimiliki seseorang atau bisa dimanfaatkan oleh manusia untuk kebutuhan hidupnya. Secara umum, harta mencakup segala bentuk kekayaan, baik yang bersifat materi (tangible) seperti uang, rumah, kendaraan, maupun yang bersifat non-materi (intangible) seperti kesehatan, keluarga yang baik, anak-anak yang sholih dll.
Konsep kepemilikan harta dalam Islam
Islam memandang bahwa kepemilikan mutlak atas segala sesuatu adalah milik Allah ﷻ. Manusia hanya sebagai khalifah atau pengelola yang diberikan wewenang untuk memanfaatkan apa yang ada di bumi ini.
Lalu, siapakah hakikatnya pemilik harta dan kekayaan yang ada di bumi ini? Maka pertanyaan ini jawabannya adalah Allah ﷻ pemilik bumi dan seisinya termasuk di dalamnya adalah harta atau kekayaan. Sebagaimana firman Allah ﷻ di dalam Al-Quran:
لَهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ ٱلثَّرَىٰ
Artinya: Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah (QS: Taha: 6).
Harta juga disifati sebagai sebuah karunia sekaligus juga ujian untuk manusia.
وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّمَآ أَمْوَٰلُكُمْ وَأَوْلَٰدُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ ٱللَّهَ عِندَهُۥٓ أَجْرٌ عَظِيم
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
(QS. Al-Anfal: 28)
Ayat ini menunjukkan bahwa harta, sebagaimana hal-hal lain yang dimiliki manusia, adalah ujian yang menguji bagaimana seseorang menggunakan kekayaannya apakah ia akan menggunakannya untuk kebaikan atau keburukan.
Dengan demikian, manusia hanya diberi amanah untuk mengelola harta yang diberikan oleh Allah ﷻ, bukan sebagai pemilik absolut. Hal ini berarti bahwa penggunaan harta harus sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah ﷻ, termasuk dalam hal pencarian dan pengeluaran harta teresebut.
Prinsip-Prinsip Pengelolaan Harta dalam Islam
Islam memberikan panduan yang jelas dalam pengelolaan harta. Berikut adalah beberapa prinsip utama yang perlu diperhatikan oleh setiap Muslim:
1. Mencari Harta dengan Cara yang Halal
Islam sangat menekankan pentingnya mencari harta dengan cara yang halal dan menjauhi yang haram. Allah ﷻ memerintahkan manusia untuk tidak memperoleh kekayaan melalui cara-cara yang batil, seperti riba, penipuan, dan kecurangan.
وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ وَتُدْلُوا۟ بِهَآ إِلَى ٱلْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا۟ فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil…(QS. Al-Baqarah : 188)
Dan janganlah memakan sebagian dari kalian harta milik sebagian yang lain dengan cara-cara batil seperti dengan sumpah dusta, ghosob, mencuri, suap, riba, dan lain sebagainya. Dan janganlah pula kalian menyampaikan kepada penguasa penguasa berupa alasan-alasan batil untuk tujuan dapat memakan harta milik segolongan manusia dengan cara batil, Sedang kalian tahu haramnya hal itu bagi kalian (Tafsir Al-Muyassar/Kementerian Agama Saudi Arabia).
Penghasilan yang didapatkan dari sumber yang haram tidak akan membawa berkah, dan hal ini menjadi tanggung jawab moral seorang Muslim untuk memastikan bahwa setiap harta yang dimilikinya diperoleh melalui cara yang sah.
2. Kedermawanan dan Sedekah
Harta bukan hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi juga harus digunakan untuk kepentingan sosial. Konsep zakat dan sedekah dalam Islam merupakan perintah Allah ﷻ yang mengharuskan setiap Muslim yang memiliki kelebihan harta untuk berbagi dengan mereka yang membutuhkan. Zakat, sebagai salah satu dari lima rukun Islam, adalah bentuk konkret dari tanggung jawab sosial terhadap sesama.
وَفِىٓ أَمْوَٰلِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّآئِلِ وَٱلْمَحْرُومِ
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.”
(QS. Adz-Dzariyat : 19)
Sedekah tidak hanya menyucikan harta, tetapi juga sebagai sarana untuk menumbuhkan rasa solidaritas dan kasih sayang di antara manusia. Selain itu, bersedekah mendidik hati untuk tidak terikat dengan harta secara berlebihan, yang pada gilirannya membantu seseorang untuk hidup lebih sederhana dan seimbang.
3. Menjaga Keseimbangan antara Dunia dan Akhirat
Islam mengajarkan bahwa keseimbangan antara kepentingan dunia dan akhirat harus dijaga dalam hal pemanfaatan harta. Harta yang dimiliki hendaknya tidak membuat seseorang menjadi lupa akan akhirat. Allah mengingatkan dalam Al-Qur’an:
وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا ۖ ِ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia……”
(QS. Al-Qashash : 77)
Ayat ini menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi. Harta harus digunakan untuk mempersiapkan bekal di akhirat. Namun janganlah kamu lupakan bagianmu dari dunia dengan jalan bersenang-senang di dunia ini dengan hal-hal yang halal, tanpa berlebihan.
Harta sebagai Ujian dan Amanah
Dalam Islam, harta dipandang sebagai ujian dan amanah dari Allah ﷻ. Banyak orang yang mungkin tergoda oleh kekayaan dan terjerumus ke dalam perilaku konsumtif, materialistis, atau bahkan penyalahgunaan harta untuk hal-hal yang diharamkan. Islam memandang bahwa setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban atas bagaimana mereka memperoleh dan menggunakan harta yang dimilikinya.
Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ
اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ
“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana ia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya.” (HR. Tirmidzi no. 2417, dari Abi Barzah Al Aslami. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Hadis ini menegaskan bahwa kelak kita akan di audit mengenai darimana kita memperoleh harta dan untuk apa saja kita membelanjakan harta. Memperoleh harta di dunia bukan hanya soal kemudahan hidup, tetapi juga soal tanggung jawab besar yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Kesimpulan
Islam memandang harta dan kepemilikan sebagai bagian dari amanah yang harus dikelola dengan cara yang benar, sesuai dengan syariat. Harta bukan tujuan utama dalam kehidupan, melainkan alat untuk mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Pengelolaan harta harus sejalan dengan prinsip-prinsip syariat seperti keadilan, kedermawanan, dan keseimbangan antara kebutuhan dunia dan akhirat. Harta adalah karunia dan ujian yang diberikan oleh Allah ﷻ, yang menuntut tanggung jawab dalam perolehannya dan penggunaannya.
Referensi:
- Al-Qur’an al-Karim.
- Al-Bukhari, M. I. (2002). Sahih al-Bukhari (Vol. 1–9). Darussalam Publishers.
- Muslim, I. H. (2007). Sahih Muslim (Vol. 1–7). Darussalam Publishers.
- Al-Tirmidzi, M. I. (2007). Sunan al-Tirmidzi (Vol. 1–6). Darussalam Publishers.
- Tafsirweb.com. (n.d.). Surat Al-Qashash ayat 77. TafsirWeb. Retrieved September 20, 2024, from https://tafsirweb.com/7127-surat-al-qashash-ayat-77.html