Realistis dan Nilainya dalam Pandangan Islam
Islam adalah agama yang seimbang. Ia tidak hanya mengajarkan nilai-nilai spiritual yang tinggi tetapi juga memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang kehidupan duniawi. Islam memahami bahwa manusia hidup di dunia yang penuh dengan tantangan konflik dan transformasi. Akibatnya ajaran-ajarannya tidak didasarkan pada idealisme atau impian tetapi lebih dari itu berasal dari panduan ilahi yang sesuai dengan fitrah manusia. Dalam Islam, perspektif realistis bukanlah kelemahan sebaliknya itu adalah cara berpikir yang selaras antara harapan dan kenyataan iman dan upaya dan cita-cita dan kenyataan.
Islam tidak memaksakan kesempurnaan mutlak dalam banyak hal. Muslim diharuskan untuk berbuat baik tetapi mereka juga memiliki kesempatan untuk memperbaiki kesalahan mereka. Allah ﷻ membuka jalan untuk taubat setiap kali seseorang melakukan dosa. Islam memberikan keringanan dalam kasus di mana seseorang tidak dapat melakukan ibadah secara menyeluruh karena sakit atau perjalanan. Ini semua menunjukkan bahwa syariat Islam hadir untuk membantu manusia hidup dengan cara yang proporsional dan manusiawi daripada terkunci dalam kerangka ideal yang tidak dapat dicapai.
Baca juga: Bagaimana Islam Memandang Dosa Besar
Realisme dalam Al-Quran
Banyak ayat dalam Al-Quran yang berfungsi sebagai pedoman utama bagi umat Islam mengandung pesan-pesan hidup. Allah ﷻtidak membebankan apa pun yang tidak dapat dilakukan oleh manusia. Allah ﷻmengatakan dalam Surah Al-Baqarah ayat 286:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
Tanggung jawab dan kewajiban seorang dalam Islam tidak akan melampaui kapasitasnya sebagaimana ditunjukkan dalam ayat ini. Konsep ini menentukan pemahaman kita tentang seluruh kewajiban agama seperti shalat, puasa, zakat dan hal lainnya. Semuanya dirancang sesuai dengan kemampuan manusia normal dengan opsi keringanan ketika keadaan tidak memungkinkan. Dalam ayat 87 Kitab Yusuf Allah ﷻ berfirman :
“Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tidak ada yang berputus asa dari rahmat Allah kecuali orang-orang yang kafir.”
Ayat ini menunjukkan keseimbangan antara kenyataan dan harapan. Hidup mungkin memiliki banyak tantangan dan kesulitan tetapi masih ada harapan dan pertolongan dari Allah ﷻ. Harapan ini bukan hanya harapan tanpa dasar namun merupakan harapan yang didasarkan pada keyakinan upaya dan kesadaran penuh akan realitas kehidupan.
Baca juga: Konsep Raja'(Berharap) dalam Islam, Pentingkah?
Implementasi Realisme dalam Kehidupan Muslim
Sikap realistis tidak hanya penting secara konsep tetapi juga penting dalam kehidupan sehari-hari. Muslim tidak boleh berpikir terlalu keras atau berlebihan. Merencanakan berarti mempertimbangkan berbagai kemungkinan kondisi nyata dan sebab-akibat. Sementara agama Islam tidak mengajarkan pengikutnya untuk hanya bermimpi tanpa melakukan sesuatu ia mendorong mereka untuk merencanakan tindakan konkret untuk mencapai tujuan tertentu. Saat menyampaikan dakwahnya Rasulullah sendiri selalu mempertimbangkan keadaan orang-orang yang hidup di sekitarnya. Dia tidak memaksakan perubahan secara drastis tetapi lebih memilih untuk melakukannya dengan langkah-langkah yang dapat diterima masyarakat.
Dalam interaksi sosial, perspektif yang realistis juga penting. Islam mengakui bahwa setiap orang memiliki kemampuan karakter dan tingkat keimanan yang berbeda. Akibatnya Islam menganjurkan sikap saling memahami memberi maaf dan menghindari sikap menghakimi saat bergaul dan hidup bersama. Dalam Islam realisme tidak berarti membenarkan semua hal sebaliknya itu mendorong kita untuk menilai sesuatu dengan proporsional dan bijak. Bahkan dalam amar ma’ruf nahi munkar Islam menekankan pentingnya hikmah daripada sekadar menerapkan aturan tanpa mempertimbangkan situasi.
Dalam perspektif ekonomi, Islam tidak mengharamkan kekayaan dan menawarkan panduan tentang cara mencapainya dan mengelolanya dengan benar. Dalam agama Islam diakui bahwa manusia perlu bekerja, makan, tinggal dan berkarya. Akibatnya tidak hanya perdagangan dan pertanian tetapi juga aktivitas ekonomi lainnya dianjurkan. Islam meletakkan Batasan-batasan syariah dimana eksploitasi, penipuan dan ketidakadilan adalah haram. Ini menunjukkan bagaimana Islam membangun sistem yang realistis yang berbasis pada nilai-nilai ideal serta memenuhi kebutuhan manusia yang sebenarnya.
Baca juga: Paham Harta Bukan Segalanya, Tapi Masih Berat Kehilangannya?
Penutup: Menjadi seorang Muslim yang Seimbang
Dalam Islam menjadi realistik bukan berarti pasrah atau menghentikan harapan. Dalam Islam umatnya diminta untuk terus berharap bekerja dan berdoa tetapi mereka harus melakukannya dengan mengetahui semua keterbatasan dan kondisi yang ada. Mampu menilai keadaan beradaptasi tanpa menyimpang dari prinsip dan terus berusaha memperbaiki keadaan dengan cara yang mungkin dan tepat adalah bagian dari kedewasaan iman. Muslim realistis bukanlah mereka yang menyerah pada kenyataan dengan akal iman dan kesabaran. Ia tidak terjebak dalam pesimisme atau dunia utopis. Ia mengambil jalan tengah—mengenali kesulitan berusaha untuk mengatasi dan menyerahkan hasilnya kepada Allah ﷻ. Ini adalah jalan hidup yang diajarkan oleh Islam yang merupakan perjalanan antara langit dan bumi antara cita-cita dan kenyataan dan antara iman dan tindakan yang nyata.
Baca juga: Optimisme dan Pesimisme dalam Islam

Yuk Mulai Investasi Halal di Nabitu.
Referensi
- Asyier, I. A. (2022). Sikap optimis dalam pandangan Islam. Kumparan. https://kumparan.com/ikhwan-abdul-asyier/sikap-optimis-dalam-pandangan-islam-1xSSziOsXJj
- NU Online. (2022). Islam agama realistis, tak selalu idealistis. https://nu.or.id/nasional/islam-agama-realistis-tak-selalu-idealistis-Oq6Di
- Khan, M. A. (2016). Between idealism and realism: Rebalancing the Muslim mindset. The Muslim Vibe. https://themuslimvibe.com/faith-islam/between-idealism-and-realism-rebalancing-the-muslim-mindset
- Islam Basics. (n.d.). Realism. https://islambasics.com/chapter/realism/
- IslamWeb. (2003). Islam and realism [Fatwa No. 87807]. https://islamweb.net/en/fatwa/87807/islam-and-realism