Tokoh Pemikir Ekonomi Islam: Al-Syaibani
Al-Syaibani bernama lengkap Muhammad bin Abdullah bin Farqad al-Syaibani, seorang ulama besar kelahiran Wasith pada abad ke-8 Masehi, telah memberikan kontribusi signifikan dalam dunia ilmu pengetahuan Islam, khususnya dalam bidang hukum dan ekonomi. Setelah menuntut ilmu di berbagai kota seperti Kuffah, Makkah, dan Madinah, Al-Syaibani berguru kepada sejumlah ulama terkemuka di masanya, termasuk Imam Abu Hanifah dan Imam Malik. Beliau dikenal sebagai seorang guru yang sangat berpengaruh, di antaranya adalah Imam Syafi’i. Karya-karyanya, terutama dalam bidang ekonomi seperti Kitab Al-Kasb dan Al-Iktisāb fi al-Rizqi al Mustathāb, menjadi rujukan penting dalam memahami konsep ekonomi Islam. Al-Syaibani wafat pada tahun 807 Masehi, meninggalkan warisan intelektual yang sangat berharga bagi umat Islam.
Pemikiran Ekonomi Al-Syaibâni
1. Kitab Al-Kasb
Dalam Kitab Al-Kasb, Al-Syaibani membahas secara mendalam tentang pentingnya bekerja bagi umat Islam, termasuk berbagai jenis pekerjaan dan etika kerjanya. Beliau juga menyanggah pandangan yang menentang bekerja dan menekankan pentingnya keseimbangan antara tawakal dan usaha. Sementara itu, Kitab Al-Iktisab lebih fokus pada ekonomi rumah tangga, membahas isu-isu seperti pengeluaran, infak, dan gaya hidup yang seimbang.
Kegiatan Produksi (Kasb)
Al-Syaibani, dalam kitabnya, menjelaskan secara detail bahwa kasb atau aktivitas produksi merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Selain itu, beliau menekankan bahwa tidak hanya sekadar mencari nafkah, namun juga harus dilakukan dengan cara yang halal dan bertujuan untuk mencapai kemaslahatan dunia dan akhirat. Menurut Al-Syaibani, bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan fisik, tetapi juga sebagai bentuk ibadah. Lebih lanjut, beliau mengkritik pandangan sebagian kalangan yang memandang rendah aktivitas mencari nafkah, dengan alasan bahwa kehidupan dunia ini harus dimanfaatkan sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan yang lebih abadi. Dengan demikian, Al-Syaibani menyajikan pandangan yang seimbang antara kehidupan dunia dan akhirat, di mana keduanya saling melengkapi dan tidak bertentangan.
Persoalan Kaya dan Fakir
Al-Syaibani melihat masalah kemiskinan dan kekayaan dari sudut pandang yang unik. Menurut beliau, orang yang cukup secara ekonomi sebenarnya berada dalam posisi yang lebih baik agar bisa lebih fokus pada ibadah dan urusan akhirat tanpa terlalu memikirkan masalah duniawi.
Akan tetapi menurut Al-Syaibani orang kaya juga lebih rentan terhadap godaan seperti sifat sombong dan boros. Namun, beliau tidak serta-merta mengharamkan kekayaan. Justru, kekayaan bisa menjadi berkah jika digunakan untuk kebaikan. Intinya, baik miskin maupun kaya, keduanya memiliki potensi untuk meraih kebahagiaan, asalkan dikelola dengan baik dan sesuai dengan ajaran agama.
2. Kitab Al-Iktisāb
Jenis Mata Pencaharian
Al-Syaibani membagi jenis pekerjaan menjadi empat: menyewakan barang, berdagang, bertani, dan berindustri. Ini berbeda dengan pembagian dalam ekonomi modern yang hanya mengenal tiga jenis: pertanian, industri, dan jasa. Al-Syaibani lebih menyukai pertanian karena menurutnya, hasil pertanian adalah kebutuhan pokok manusia untuk hidup dan beribadah.
Dari segi hukumnya, Al-Syaibani membagi pekerjaan menjadi dua: wajib bagi setiap individu dan wajib bagi sebagian orang. Pekerjaan menjadi wajib bagi setiap individu jika tidak dilakukan akan membahayakan diri sendiri atau keluarga, misalnya kelaparan. Sedangkan, pekerjaan menjadi wajib bagi sebagian orang jika tidak dilakukan akan mengganggu perekonomian masyarakat secara keseluruhan.
Pembagian Kerja
Al-Syaibani menekankan pentingnya spesialisasi pekerjaan dalam kehidupan masyarakat. Beliau menjelaskan bahwa karena luasnya bidang ilmu dan pekerjaan, tidak mungkin satu orang menguasai semuanya. Oleh karena itu, kerja sama dan pembagian tugas menjadi sangat penting agar kebutuhan hidup masyarakat terpenuhi. Dalam pandangan Islam, setiap pekerjaan harus dilandasi niat yang baik, yaitu untuk membantu sesama. Sebagai contoh, seorang petani membutuhkan pakaian yang dibuat oleh penenun, begitu pula sebaliknya penjahit membutuhkan makanan. Selain itu, orang kaya juga memiliki peran penting dalam membantu orang miskin melalui sedekah dan menciptakan lapangan kerja. Namun, Al-Syaibani mengingatkan bahwa semua aktivitas ekonomi harus tetap berada dalam koridor hukum Islam, yaitu halal dan bermanfaat bagi masyarakat.
Baca juga: Kisah Kedermawanan Abu Bakar Radhiyallahu Anhu yang Menyedekahkan Seluruh Hartanya
Kesimpulan
Al-Syaibani, seorang ulama besar abad ke-8, memberikan kontribusi signifikan dalam pemikiran ekonomi Islam melalui karya-karyanya, seperti Kitab Al-Kasb dan Al-Iktisāb. Ia menekankan pentingnya kerja sebagai ibadah, membagi jenis pekerjaan menjadi empat kategori, dan mengajak umat Islam untuk berusaha secara halal demi kemaslahatan dunia dan akhirat. Pemikirannya mencakup pandangan unik tentang kekayaan dan kemiskinan, di mana ia menyatakan bahwa kekayaan bisa menjadi berkah jika digunakan untuk kebaikan. Al-Syaibani menggarisbawahi pentingnya spesialisasi dan kerja sama dalam masyarakat, serta perlunya semua aktivitas ekonomi untuk sesuai dengan ajaran Islam.
Referensi:
- Salidin Wally, ‘Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Al Syaidaulah dan Abu Ubaid’, Ahkam, Vol. XIV, (2018), 125–44, hlm. 129
- Qoyum, A., Nurhalim, A., Fithriady, M. D. P., Ismail, N., & Ali, M. H. K. M. (2021). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah, Bank Indonesia.