AkhlaqAqidahKeuanganManajemen FinansialMuslim Lifestyle

Bagaimana Strategi Perencanaan Waris dalam Islam? 

Perencanaan waris adalah aspek penting dalam kehidupan seorang Muslim, karena ini adalah cara untuk memastikan bahwa harta benda seseorang didistribusikan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah setelah meninggal dunia. Dalam Islam, distribusi harta warisan telah diatur dengan sangat jelas dalam Al-Quran dan Hadis. Hal ini tidak hanya untuk memastikan keadilan dan keseimbangan, tetapi juga untuk memenuhi tujuan maqashid syariah, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.  

Prinsip Dasar Warisan dalam Islam 

Hukum waris dalam Islam dikenal sebagai “Ilmu Faraidh”, yang secara harfiah berarti “hukum-hukum bagian”. Prinsip dasar warisan dalam Islam melibatkan beberapa elemen kunci, yaitu: 

  1. Hak Ahli Waris: Harta warisan dibagikan kepada ahli waris yang sah sesuai dengan bagian yang telah ditentukan dalam Al-Quran. Ahli waris ini termasuk orang tua, anak, pasangan, dan kerabat dekat lainnya. 
  1. Bagian Tetap (Fardh): Islam menetapkan bagian-bagian tertentu untuk setiap ahli waris. Misalnya, seorang istri mendapatkan seperdelapan dari harta suaminya jika mereka memiliki anak, dan seperempat jika mereka tidak memiliki anak. 
  1. Bagian Sisa (Ashabah): Setelah bagian tetap dibagikan, sisa harta dibagikan kepada ahli waris yang lain sesuai dengan urutan prioritas mereka. 
  1. Penyelesaian Hutang dan Wasiat: Sebelum harta warisan dibagikan, semua hutang almarhum harus diselesaikan terlebih dahulu. Selain itu, wasiat almarhum (tidak lebih dari sepertiga harta) juga harus dipenuhi jika ada. 

Berikut ini adalah ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan pembagian harta warisan berada di Surat An-Nisa 11,12 dan 176: 

  1. QS. An-Nisa ayat 11: 

يُوصِيكُمُ ٱللَّهُ فِىٓ أَوْلَٰدِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ ٱلْأُنثَيَيْنِ ۚ فَإِن كُنَّ نِسَآءً فَوْقَ ٱثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۖ وَإِن كَانَتْ 

وَٰحِدَةً فَلَهَا ٱلنِّصْفُ ۚ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَٰحِدٍ مِّنْهُمَا ٱلسُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُۥ وَلَدٌ ۚ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُۥ وَلَدٌ وَوَرِثَهُۥٓ 

أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ ٱلثُّلُثُ ۚ فَإِن كَانَ لَهُۥٓ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ ٱلسُّدُسُ ۚ مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِى بِهَآ أَوْ دَيْنٍ ۗ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ 

لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۚ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا 

Artinya: Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. 

  1. QS. An-Nisa ayat 12: 

۞ وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَٰجُكُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَإِن كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ ٱلرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ ۚ مِنۢ بَعْدِ 

وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَآ أَوْ دَيْنٍ ۚ وَلَهُنَّ ٱلرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّكُمْ وَلَدٌ ۚ فَإِن كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ ٱلثُّمُنُ مِمَّا 

تَرَكْتُم ۚ مِّنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَآ أَوْ دَيْنٍ ۗ وَإِن كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَٰلَةً أَوِ ٱمْرَأَةٌ وَلَهُۥٓ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ 

وَٰحِدٍ مِّنْهُمَا ٱلسُّدُسُ ۚ فَإِن كَانُوٓا۟ أَكْثَرَ مِن ذَٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَآءُ فِى ٱلثُّلُثِ ۚ مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَىٰ بِهَآ أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ 

مُضَآرٍّ ۚ وَصِيَّةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ 

Artinya: Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari’at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. 

  1. QS. An-Nisa ayat 176: 

يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ ٱللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِى ٱلْكَلَٰلَةِ ۚ إِنِ ٱمْرُؤٌا۟ هَلَكَ لَيْسَ لَهُۥ وَلَدٌ وَلَهُۥٓ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ ۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ 

إِن لَّمْ يَكُن لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَإِن كَانَتَا ٱثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا ٱلثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ ۚ وَإِن كَانُوٓا۟ إِخْوَةً رِّجَالًا وَنِسَآءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ 

ٱلْأُنثَيَيْنِ ۗ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ أَن تَضِلُّوا۟ ۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌۢ 

Artinya: Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. 

Ayat-ayat yang ada pada surat an-Nisa ini ditutup dengan pembukaan hukum-hukum warisan yang disyariatkan oleh Allah sebagai bentuk rahmat dan hidayah bagi hamba-hamba-Nya, dan untuk menjaga hak-hak mereka serta melindungi harta mereka agar sampai kepada orang yang lebih utama untuk menerimanya sesuai dengan syariat Allah yang adil. 

Setelah mengetahui landasan ayat-ayat Al-Quran tentang pembagian harta waris, maka setelahnya perlu kita ketahui prinsip-prinsip dasar apa sajakah yang harus dipenuhi? 

Baca Juga: Tujuan dan Kegunaan Mempelajari Ilmu Waris

Tata Cara Pembagian Warisan Dalam Islam 

Mengutip dari buku berjudul “Pembagian Warisan Islam” karya Muhammad Ali Ash-Shabuni, tata cara pembagian warisan menurut Surat Al-Quran An-Nisa adalah nisbahnya meliputi setengah (1/2), seperempat (1/4) , seperdelapan (1/8), dua pertiga (2/3), sepertiga (1/3) dan seperenam (1/6). 

1. Setengah (1/2) 

Ashhabul furudh mendapat setengah (1/2) adalah sekelompok laki-laki dan empat perempuan. Ini termasuk suami, anak perempuan, keponakan laki-laki, saudara kandung, dan saudara perempuan dari pihak ayah 

2. Seperempat (1/4) 

Para ahli waris berhak atas seperempat harta peninggalan seorang ahli waris yang hanya mempunyai dua suami istri. 

3. Seperdelapan (1/8) 

Pewaris seperdelapan harta warisan adalah istrinya. Seorang istri mewarisi harta suaminya, baik dia memiliki anak atau cucu dari rahimnya atau dari rahim istri lain. 

4. Dua pertiga (2/3) 

Ahli waris dari dua pertiga harta adalah empat orang wanita. Ahli waris ini termasuk anak perempuan kandung, keponakan laki-laki, saudara perempuan kandung dan saudara perempuan kandung. 

5. Sepertiga (1/3) 

Hanya dua ahli waris dari sepertiga harta warisan adalah ibu dan dua saudara kandung dari ibu yang sama. 

6. Seperenam (1/6) 

Ada 7 ahli waris yang berhak atas seperenam harta warisan sebagai ayah, kakek, ibu, cucu, anak laki-laki, saudara perempuan kandung dari ayah, nenek, saudara laki-laki dan ibu. kakak perempuan. 

Maqashid Syariah dalam Perencanaan Waris 

Maqashid Syariah adalah tujuan-tujuan syariah yang bertujuan untuk melindungi lima kepentingan utama: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dalam konteks perencanaan waris, maqashid syariah memainkan peran penting dalam memastikan bahwa distribusi harta warisan tidak hanya adil tetapi juga menjaga kesejahteraan sosial dan ekonomi keluarga yang ditinggalkan. 

  1. Menjaga Agama (Hifz ad-Din): Dengan mengikuti hukum waris yang telah ditetapkan oleh syariah, seorang Muslim menunjukkan ketaatan mereka terhadap ajaran agama. Ini membantu menjaga integritas agama dan menunjukkan komitmen untuk hidup sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. 
  1. Menjaga Jiwa (Hifz an-Nafs): Perencanaan waris yang baik dapat mengurangi konflik keluarga yang mungkin timbul setelah kematian seorang anggota keluarga. Dengan demikian, hal ini membantu menjaga kedamaian dan kesejahteraan jiwa anggota keluarga yang masih hidup. 
  1. Menjaga Akal (Hifz al-Aql): Perencanaan waris yang jelas dan terstruktur mengurangi ketidakpastian dan kebingungan tentang distribusi harta. Hal ini membantu anggota keluarga untuk memahami hak dan kewajiban mereka, serta menghindari perselisihan yang dapat merusak hubungan keluarga. 
  1. Menjaga Keturunan (Hifz an-Nasl): Dengan memastikan bahwa ahli waris yang sah menerima bagian mereka sesuai dengan hukum syariah, perencanaan waris membantu menjaga kesinambungan dan kesejahteraan keturunan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa anak-anak dan keturunan berikutnya mendapatkan hak mereka dan dilindungi secara finansial. 
  1. Menjaga Harta (Hifz al-Mal): Perencanaan waris yang efektif memastikan bahwa harta yang ditinggalkan almarhum tidak disalahgunakan atau diabaikan. Ini membantu menjaga nilai harta dan menggunakannya untuk manfaat yang lebih besar, baik bagi keluarga maupun masyarakat. 

Strategi Perencanaan Waris dalam Islam 

Perencanaan waris dalam Islam melibatkan beberapa langkah strategis yang dapat membantu memastikan distribusi harta sesuai dengan syariah dan maqashid syariah. 

  1. Membuat Wasiat: Meskipun tidak wajib, membuat wasiat dapat membantu mengarahkan distribusi harta sesuai dengan keinginan almarhum, selama tidak bertentangan dengan hukum syariah. Wasiat juga bisa digunakan untuk memberikan sebagian harta kepada orang atau institusi yang tidak termasuk ahli waris yang sah. 
  1. Konsultasi dengan Ahli Hukum Islam: Untuk memastikan bahwa perencanaan waris sesuai dengan hukum syariah, konsultasi dengan ahli hukum Islam sangat dianjurkan. Mereka dapat memberikan panduan tentang pembagian harta dan membantu mengatasi masalah yang mungkin timbul. 
  1. Dokumentasi yang Jelas: Semua keputusan dan distribusi harta harus didokumentasikan dengan jelas dan rinci. Ini penting untuk menghindari perselisihan dan memastikan bahwa semua pihak memahami hak dan kewajiban mereka. 
  1. Pendidikan Keluarga: Mengedukasi anggota keluarga tentang hukum waris dalam Islam dan pentingnya perencanaan waris dapat membantu mengurangi potensi konflik dan memastikan bahwa mereka siap menghadapi masa depan tanpa almarhum. 
  1. Pengelolaan Harta: Pengelolaan harta yang baik sebelum kematian dapat membantu memastikan bahwa harta yang diwariskan cukup untuk memenuhi kebutuhan ahli waris dan tidak terjerat hutang yang berlebihan. 

Baca Juga: Bagaimana Cara Mewariskan Saham kepada Ahli Waris?

Kesimpulan 

Perencanaan waris dalam Islam adalah proses yang penting dan kompleks yang memerlukan perhatian khusus terhadap hukum syariah dan maqashid syariah. Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini, seorang Muslim dapat memastikan bahwa harta mereka didistribusikan secara adil dan seimbang, serta menjaga kesejahteraan keluarga yang ditinggalkan. Perencanaan yang baik tidak hanya memenuhi kewajiban agama tetapi juga membantu menjaga kedamaian, kesejahteraan, dan hubungan baik di antara ahli waris. 

Referensi:

  • Muhammad Ali, Ash-Shabuni. Pembagian Waris Menurut Islam. Jakarta: Gema Insani Press. 1996. 

Tri Alfiani

Master in Islamic Finance Practice (MIFP), INCEIF President's Scholarship Awardee, Content and Social Media Specialist in Islamic Finance and Economy

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button