Zakat Perusahaan Hasil Ijtima Komisi Fatwa MUIĀ
Zakat merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang memiliki peran penting dalam distribusi kekayaan dan pengentasan kemiskinan. Pada Ijtima Komisi Fatwa VII MUI tahun 2021, salah satu pembahasan utama adalah mengenai kewajiban zakat atas kekayaan perusahaan. Artikel ini akan mengulas konsep zakat perusahaan menurut hasil Ijtima tersebut, memberikan contoh laporan neraca dan laporan laba rugi, serta analisis berdasarkan prinsip-prinsip Islam.Ā
Zakat Perusahaan: Tinjauan Umum
Pertanyaan utama yang dibahas dalam Ijtima adalah apakah perusahaan wajib membayar zakat. Dua pandangan utama muncul:
- Argumen Non-liabilitas: Pandangan ini menyatakan bahwa perusahaan bukanlah mukallaf (individu yang bertanggung jawab secara hukum) dan karena itu tidak diwajibkan membayar zakat. Zakat secara tradisional diwajibkan kepada individu yang mencapai nisab (ambang batas minimum) dan memiliki kekayaan selama satu tahun (haul).
- Argumen Liabilitas: Perspektif kedua, yang sejalan dengan pendirian MUI, menyatakan bahwa aset perusahaan harus dikenakan zakat karena mewakili akumulasi kekayaan. Berdasarkan ayat Al-Qur’an, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka” (QS. At-Taubah: 103). Oleh karena itu, perusahaan sebagai badan hukum wajib membayar zakat jika memenuhi syarat nisab dan haul.
Ijtima memutuskan bahwa perusahaan harus membayar zakat, baik secara langsung maupun sebagai wakil dari pemegang sahamnya, jika mereka memiliki aset yang dapat dikenakan zakat seperti aset lancar, investasi, dan properti fisik yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan.
Baca Juga: Zakat Perusahaan Menurut AAOIFIĀ
Perhitungan dan Kriteria
Zakat atas kekayaan perusahaan dihitung berdasarkan EBITDA (Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization) setelah dikurangi biaya operasional. Kriteria yang harus dipenuhi meliputi:Ā
1.Haul (Durasi): Aset harus dimiliki selama satu tahun hijriah.
2. Nisab (Ambang Batas): Nilai aset harus mencapai atau melebihi nisab, yang setara dengan 85 gram emas.(Saat ini sekitar Rp 102.000.000,- berdasarkan harga 1 gram emas sekitar Rp 1.200.000,-)
3. Tarif: Tarif zakat umumnya adalah 2.5% dari kekayaan yang dapat dikenakan zakat.
Baca Juga: Implementasi Zakat Pada Era ModernĀ
Contoh Laporan Neraca dan Laporan Laba Rugi
Contoh Laporan Neraca:
Aset | Jumlah (IDR) |
---|---|
Aset Lancar | 200,000,000 |
Aset Tetap | 500,000,000 |
Investasi | 300,000,000 |
Total Aset | 1,000,000,000 |
Kewajiban dan Ekuitas | |
Kewajiban | 300,000,000 |
Ekuitas | 700,000,000 |
Total Kewajiban & Ekuitas | 1,000,000,000 |
Contoh Laporan Laba Rugi:
Deskripsi | Jumlah (IDR) |
---|---|
Pendapatan | 500,000,000 |
Biaya Operasional | 300,000,000 |
EBITDA | 200,000,000 |
Perhitungan Zakat:
1. Tentukan Aset yang Dapat Dikenakan Zakat: EBITDA = Pendapatan – Biaya Operasional = 500,000,000 – 300,000,000 = 200,000,000 IDR
2. Cek Nisab: Nisab setara dengan 85 gram emas (sekitar 81,600,000 IDR).
3. Hitung Zakat: Jika EBITDA melebihi nisab, Zakat = 2.5% dari 200,000,000 = 5,000,000 IDR.
Regulasi Zakat berdasarkan Ijtima
1.Ā Ā Ā Ā Kekayaan perusahaan yang memenuhi ketentuan zakat, wajib dikeluarkan zakat.
2.Ā Ā Ā Ā Kekayaan perusahaan yang dimaksud pada angka 1 antara lain.
a. aset lancar perusahaan.
b. dana perusahaan yang diinvestasikan pada perusahaan lain.
c. Ā kekayaan fisik yang dikelola dalam usaha sewa atau usaha lainnya.
3.Ā Ā Ā Ā Harta perusahaan dikeluarkan zakatnya dengan ketentuan sebagai berikut:
a. telah berlangsung satu tahun (hawalan al-haul) hijriah/qamariyah.
b. terpenuhi nishab.
c. Ā kadar zakat tertentu sesuai sektor usahanya.
4.Ā Ā Ketentuan nishab dan kadar zakat perusahaan merujuk pada beberapa jenis zakat harta (zakah al-mal); emas dan perak (naqdain), perdagangan (āurudh al-tijarah), pertanian (al-zuruā wa al-tsimar), peternakan (al-masyiyah), dan pertambangan (maādan).
5.Ā Penghitungan zakat perusahaan adalah berdasarkan keuntungan bersih setelah dikurangi biaya operasional, sebelum pembayaran pajak dan pengurangan pembagian keuntungan (ŲŖŁŲ²ŁŲ¹ Ų§ŁŲ£Ų±ŲØŲ§Ų/dividen) untuk penambahan investasi ke depan, dan berbagai keperluan lainnya.
Baca Juga: Memaksimalkan Potensi Zakat
Ijtima Komisi Fatwa MUI 2021 menegaskan kewajiban zakat atas kekayaan perusahaan, sesuai dengan realitas ekonomi kontemporer dan prinsip-prinsip Islam. Perusahaan, seperti individu, memiliki kekayaan yang harus dibersihkan melalui zakat, memastikan distribusi sumber daya yang adil dalam masyarakat. Pendekatan progresif ini tidak hanya mendukung kepatuhan agama tetapi juga mempromosikan keadilan sosial dan keseimbangan ekonomi.Ā
Baca Juga: Penggunaan Teknologi Digital untuk Memaksimalkan Dana Zakat di Indonesia
Wallahu aālam
Referensi
Majelis Ulama Indonesia. (2021). Hasil Ijtima Komisi Fatwa MUI 2021.