Murabahah

  • Pembiayaan Proyek IT Berbasis Crowdfunding

    Di era digital ini, industri teknologi informasi (IT) berkembang pesat dan menjadi salah satu sektor yang paling inovatif. Namun, pengembangan proyek IT sering kali menghadapi kendala dalam hal pendanaan. Salah satu solusi inovatif yang kini semakin populer adalah crowdfunding. Crowdfunding adalah metode penggalangan dana yang melibatkan kontribusi dari banyak individu melalui platform online. Artikel ini akan membahas konsep pembiayaan proyek IT berbasis crowdfunding, manfaatnya, tantangannya, serta implikasinya bagi masa depan industri IT.

    Konsep Crowdfunding

    Crowdfunding adalah proses mengumpulkan dana dari sekelompok besar orang, umumnya melalui internet, untuk mendanai proyek atau usaha. Ada empat jenis utama crowdfunding: donasi, reward-based, equity, dan lending. Dalam konteks proyek IT, model yang paling umum digunakan adalah reward-based dan equity crowdfunding.

    Reward-based crowdfunding melibatkan pemberian imbalan kepada pendonor, seperti produk hasil proyek atau akses eksklusif, sebagai bentuk penghargaan. Sedangkan, equity crowdfunding memungkinkan pendonor untuk memiliki bagian kepemilikan dalam proyek yang didanai, memberikan insentif jangka panjang bagi para investor (Belleflamme, Lambert, & Schwienbacher, 2014).

    Manfaat Crowdfunding bagi Proyek IT

    Crowdfunding menawarkan berbagai manfaat bagi pengembang proyek IT:

    1. Akses ke Pendanaan: Crowdfunding memberikan akses langsung ke pendanaan tanpa perlu melalui perantara seperti bank atau venture capital. Hal ini memungkinkan pengembang untuk menghindari proses birokrasi yang panjang dan mendapatkan pendanaan dengan lebih cepat.
    2. Validasi Pasar: Melalui crowdfunding, pengembang dapat menguji apakah proyek mereka menarik minat pasar sebelum diluncurkan secara luas. Jika proyek mendapat dukungan yang kuat, ini adalah indikasi bahwa ada permintaan pasar yang nyata.
    3. Pemasaran dan Eksposur: Kampanye crowdfunding yang sukses dapat menjadi alat pemasaran yang efektif, menarik perhatian media, dan meningkatkan visibilitas proyek di mata publik.
    4. Komunitas yang Terlibat: Crowdfunding memungkinkan pengembang untuk membangun komunitas yang terlibat dan berkomitmen terhadap kesuksesan proyek. Komunitas ini sering kali memberikan umpan balik yang berharga selama proses pengembangan.

    Tantangan dalam Crowdfunding untuk Proyek IT

    Meskipun menawarkan berbagai keuntungan, crowdfunding juga memiliki tantangan:

    1. Kegagalan Kampanye: Tidak semua kampanye crowdfunding berhasil. Kegagalan untuk mencapai target pendanaan dapat merusak reputasi proyek dan mengurangi peluang pendanaan di masa depan.
    2. Pengelolaan Harapan Investor: Setelah kampanye berhasil, pengembang harus mampu memenuhi harapan para investor. Jika pengembang gagal dalam deliverable, ini bisa menyebabkan kekecewaan dan merusak hubungan dengan pendukung.
    3. Persaingan yang Ketat: Dengan semakin banyaknya proyek yang menggunakan crowdfunding, persaingan untuk mendapatkan perhatian dan dana menjadi sangat ketat. Proyek IT harus menonjol dengan ide yang unik dan rencana yang jelas untuk menarik minat investor.

    Implikasi dan Masa Depan Crowdfunding di Sektor IT

    Crowdfunding telah membuka peluang baru bagi pengembangan proyek IT, terutama bagi startup dan pengembang independen yang mungkin tidak memiliki akses ke modal tradisional. Keberhasilan platform seperti Kickstarter dan Indiegogo menunjukkan potensi besar crowdfunding dalam mendukung inovasi di sektor ini.

    Namun, untuk memaksimalkan potensi crowdfunding, pengembang perlu memahami bahwa ini bukan hanya tentang penggalangan dana, tetapi juga tentang membangun hubungan dengan komunitas yang mendukung proyek mereka. Transparansi, komunikasi yang baik, dan manajemen harapan adalah kunci kesuksesan dalam crowdfunding.

    Ke depan, kita bisa mengharapkan peningkatan penggunaan crowdfunding di sektor IT, terutama seiring dengan meningkatnya kepercayaan publik terhadap model ini dan semakin matangnya platform crowdfunding. Selain itu, regulasi yang lebih jelas dan dukungan dari pemerintah dapat meningkatkan keamanan dan menarik lebih banyak investor untuk berpartisipasi dalam crowdfunding.

    Kesimpulan

    Crowdfunding menawarkan alternatif yang menarik dan potensial untuk pendanaan proyek IT, terutama bagi mereka yang menghadapi kendala dalam mengakses modal tradisional. Dengan memahami manfaat dan tantangan yang ada, pengembang dapat memanfaatkan crowdfunding untuk membawa inovasi mereka ke pasar. Namun, keberhasilan crowdfunding tidak hanya bergantung pada kemampuan untuk mengumpulkan dana, tetapi juga pada kemampuan untuk membangun dan memelihara hubungan yang kuat dengan komunitas yang mendukung proyek.

    Baca juga:Pembiayaan Properti Berbasis Crowdfunding Syariah

    Pembiayaan Proyek IT Berbasis Crowdfunding
    Pembiayaan Proyek IT Berbasis Crowdfunding

    Referensi Belleflamme, P., Lambert, T., & Schwienbacher, A. (2014). Crowdfunding: Tapping the right crowd. Journal of Business Venturing, 29(5), 585-609. https://doi.org/10.1016/j.jbusvent.2013.07.003

  • Murabahah dengan Wakalah? Bolehkah?

    Murabahah adalah salah satu produk pembiayaan yang populer dalam perbankan syariah, di mana bank membeli barang atas nama nasabah dan menjualnya kembali kepada nasabah dengan margin keuntungan yang disepakati. Sementara itu, wakalah adalah akad perwakilan di mana seseorang atau lembaga menunjuk pihak lain untuk melakukan suatu tindakan atas nama mereka. Kombinasi kedua konsep ini sering digunakan dalam praktik perbankan syariah. Namun, pertanyaannya adalah, apakah kombinasi Murabahah dengan Wakalah ini diperbolehkan menurut hukum syariah?

    Murabahah dalam Perspektif Syariah

    Murabahah adalah akad jual beli dalam Islam di mana penjual mengungkapkan harga pokok barang yang dijual serta margin keuntungan yang diinginkan kepada pembeli. Ini adalah salah satu bentuk jual beli yang diperbolehkan karena memenuhi prinsip transparansi dan kejujuran. Dalam konteks perbankan syariah, murabahah digunakan sebagai produk pembiayaan di mana bank membeli barang yang diinginkan oleh nasabah dan kemudian menjualnya kembali kepada nasabah dengan harga yang telah disepakati, termasuk margin keuntungan. Konsep ini berbeda dari pinjaman konvensional karena tidak ada elemen riba (bunga) yang terlibat.

    Wakalah dalam Perspektif Syariah

    Wakalah adalah sebuah akad dalam Islam di mana satu pihak (muwakkil) memberikan wewenang kepada pihak lain (wakil) untuk melakukan suatu tugas atau transaksi tertentu atas nama mereka. Delegasi ini dapat mencakup berbagai aktivitas, termasuk transaksi keuangan, pembelian barang, atau mewakili pihak pemberi kuasa dalam urusan hukum. Wakil bertindak dalam lingkup wewenang yang diberikan oleh muwakkil dan harus mematuhi prinsip-prinsip syariah dalam melaksanakan tugas yang didelegasikan.

    Murabahah dengan Wakalah

    Kombinasi antara Murabahah dan Wakalah dalam praktik perbankan syariah sering terjadi ketika bank menunjuk nasabah sebagai wakil untuk membeli barang yang dipesan. Fatwa DSN-MUI mengenai hal ini bisa dilihat pada fatwa DSN MUI no 04/DSN-MUI/IV/2000 mengenai Murabahah sebagai berikut:

    “4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.

    9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.”

    Sementara AAOIFI mengatur wakalah dalam pembiayaan murabahah dalam standar syariahnya sebagai berikut:

    “الأصل أن تشتري المؤسسة السلعة بنفسها مباشرة من البائع ، ويجوز لها ذلك عن طريق وكيل غير الآمر بالشــراء، ولا تلجأ لتوكيــل العميل (الآمــر بالشــراء) إلا عند الحاجــة الملحة. ولا يتولى الوكيل البيع لنفســه، بل تبيعه المؤسسة بعد تملكها العين، وحينئذ يراعى ما جاء في البند .٥/١/٣

    ٤/١/٣ يجب اتخاذ الإجراءات التي تتأكد المؤسســة فيها من توافر شروط محددة في حالة توكيل العميل بشراء السلعة، ومنها:

    (أ) أن تباشر المؤسسة دفع الثمن للبائع بنفسها وعدم إيداع ثمن الســلعة في حســاب العميل الوكيــل. كلما أمكن

    ذلك.

    (ب) أن تحصل من البائع على وثائق للتأكد من حقيقة البيع.

    ٥/١/٣ يجــب الفصل بيــن الضمانين: ضمان المؤسســة، وضمان  العميل الوكيل عن المؤسسة في شراء السلعة لصالحها، وذلك بتخلل مدة بيــن تنفيذ الوكالة وإبرام عقــد المرابحة من خلال الإشــعار من العميل بتنفيذ الوكالة والشــراء، ثم الإشــعار من المؤسسة بالبيع (ينظر الملحق «أ» والملحق والملحق «ب»).”

    “3.1.3.Lembaga harus membeli aset itu sendiri secara langsung dari penjual, tetapi dapat melakukannya melalui agen selain nasabah, dan tidak boleh menggunakan nasabah sebagai wakil (pemesan) kecuali dalam keadaan mendesak. (Nasabah)wakil tidak menjual untuk dirinya sendiri, tetapi lembagamenjualnya setelah memiliki properti tersebut, dan kemudian ketentuan klausul 5.1.3 harus dipertimbangkan.

    4.1.3 Prosedur harus diambil untuk memastikan bahwa Lembaga memastikan bahwa kondisi tertentu terpenuhi dalam hal nasabah memberi kuasa kepada agen untuk membeli aset, termasuk

    (a) Lembaga harus melanjutkan pembayaran harga kepada penjual itu sendiri dan tidak boleh menyimpan harga komoditas di rekening bank Nasabah. Jika memungkinkan.

    (b) Mendapatkan dokumen dari penjual untuk mengonfirmasi kebenaran penjualan.

    5.1.3 Dua jaminan harus dipisahkan: Jaminan lembaga dan jaminan nasabah yang menjadi wakil lembaga dalam membeli aset atas namanya, selama periode antara pelaksanaan keagenan dan penandatanganan kontrak Murabahah Dengan memberitahukan kepada nasabah tentang pelaksanaan wakalah dan pembelian, dan kemudian memberitahukan kepada Lembaga tentang penjualan (lihat Lampiran A, Lampiran A dan Lampiran B). “

    Maka dari 2 standar di atas ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

    1.Asalnya lembaga keuangan syariah membeli aset murabahah sendiri dan tidak mewakilkannya kepada nasabah.

    2.Jika lembaga keuangan syariah mewakilkan nasabah untuk membeli aset murabahah, maka berlaku ketentuan berikut:

    a.Lembaga keuangan syariah harus menjual sendiri aset tersebut ke nasabah dan tidak mewakilkan nasabah untuk menjualnya ke dirinya sendiri.

    b.Lembaga keuangan syariah harus memastikan penerimaan aset sebelum menjualnya ke nasabah.

    c.Aset murabahah sebelum dijual ke nasabah masih dalam tanggungan lembaga keuangan syariah.

    Kesimpulan

    Berdasarkan fatwa DSN-MUI dan standar AAOIFI, kombinasi Murabahah dengan Wakalah diperbolehkan dalam syariah, selama semua pihak yang terlibat mematuhi prinsip-prinsip yang telah ditetapkan. Hal ini memberikan fleksibilitas dalam praktik perbankan syariah sambil tetap menjaga integritas syariah.

    Baca juga:Akad Murabahah: Solusi Pembiayaan Pengadaan Syariah

    Murabahah dengan Wakalah? Bolehkah?
    Murabahah dengan Wakalah? Bolehkah?

    Referensi

    • Majelis Ulama Indonesia. (2000). Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah. Jakarta: Dewan Syariah Nasional MUI. Retrieved from https://dsnmui.or.id/kategori/fatwa/page/16/
    • Majelis Ulama Indonesia. (2000). Fatwa DSN-MUI No. 10/DSN-MUI/IV/2002 tentang Wakalah. Jakarta: Dewan Syariah Nasional MUI. Retrieved from https://dsnmui.or.id/kategori/fatwa/page/16/
    • AAOIFI. (2017). Shari’ah Standards. Manama: Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions.
  • Bagi Hasil Mudharabah & Musyarakah: Bolehkah Meski Usaha Merugi?

    Dalam dunia bisnis, khususnya dalam skema kemitraan syariah seperti mudharabah dan musyarakah, pembagian keuntungan merupakan salah satu aspek penting yang harus diperhatikan. Pertanyaannya adalah, bolehkah membagikan bagi hasil jika perusahaan memiliki banyak kas tetapi sedang mengalami kerugian? Artikel ini akan membahas aspek-aspek penting dari pertanyaan tersebut, mulai dari pengertian mudharabah dan musyarakah, hingga implikasi memiliki banyak kas saat usaha merugi. 

    Pengertian Mudharabah dan Musyarakah 

    Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara pemodal (shahibul mal) dan pengelola usaha (mudharib) di mana pemodal menyediakan dana sementara pengelola menjalankan usaha. Dalam kerjasama ini, keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan awal antara kedua belah pihak. Namun, jika terjadi kerugian, maka kerugian tersebut harus ditanggung oleh pemodal, kecuali jika kerugian tersebut disebabkan oleh kelalaian atau penyalahgunaan oleh pengelola usaha. 

    Musyarakah adalah bentuk kerjasama bisnis antara dua pihak atau lebih, di mana masing-masing pihak menyertakan modal dan berpartisipasi dalam mengelola usaha. Keuntungan dan kerugian dibagi sesuai dengan porsi modal yang disertakan atau berdasarkan kesepakatan bersama. Setiap mitra dalam musyarakah memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dalam pengelolaan usaha, sehingga keputusan-keputusan penting harus dibuat secara kolektif. 

    Kas Banyak, Usaha Merugi: Apa Implikasinya?

    Ketika perusahaan memiliki banyak kas tetapi sedang merugi, ini menandakan adanya ketidakseimbangan dalam arus kas dan profitabilitas. Misalnya, sebuah perusahaan mungkin memiliki arus kas yang sehat karena penjualan yang masih berlanjut atau karena adanya suntikan modal dari investor, tetapi pada saat yang sama, biaya operasional dan pengeluaran lainnya melebihi pendapatan, sehingga menghasilkan kerugian. Dalam konteks mudharabah dan musyarakah, penting untuk memahami bahwa keuntungan yang bisa dibagikan adalah keuntungan yang nyata dan telah terwujud, bukan hanya berdasarkan saldo kas yang ada. 

    Baca Juga: Bagi Hasil Mudharabah dan Musyarakah dengan Nominal Tertentu, Bolehkah?

    Perspektif Syariah 

    Menurut prinsip-prinsip syariah, pembagian keuntungan hanya boleh dilakukan jika usaha tersebut benar-benar menghasilkan keuntungan. Prinsip ini memastikan bahwa keuntungan yang dibagikan adalah hasil nyata dari usaha dan bukan dari sumber lain yang tidak berhubungan langsung dengan kinerja usaha. Jika perusahaan merugi, maka tidak ada keuntungan yang bisa dibagikan. Kas yang banyak dalam neraca tidak dapat diartikan sebagai keuntungan karena kas tersebut bisa berasal dari sumber lain seperti pinjaman atau investasi tambahan yang belum menghasilkan keuntungan. 

    Ketentuan dalam Mudharabah 

    Dalam mudharabah, jika usaha merugi, kerugian tersebut harus ditanggung oleh pemodal (shahibul mal), kecuali jika kerugian tersebut terjadi karena kelalaian atau penyalahgunaan oleh pengelola usaha (mudharib). Dengan demikian, tidak ada keuntungan yang bisa dibagikan jika usaha mengalami kerugian meskipun ada banyak kas. Hal ini penting untuk menjaga keadilan dan transparansi dalam kerjasama bisnis serta memastikan bahwa setiap pihak memahami risiko yang terlibat. 

    Ketentuan dalam Musyarakah

    Dalam musyarakah, kerugian dibagi sesuai dengan porsi modal yang disertakan oleh masing-masing pihak. Jika perusahaan merugi, maka seluruh mitra harus menanggung kerugian tersebut sesuai dengan kesepakatan. Oleh karena itu, tidak ada pembagian keuntungan yang bisa dilakukan jika perusahaan sedang merugi. Setiap mitra dalam musyarakah memiliki tanggung jawab yang sama dalam menanggung kerugian, sehingga setiap keputusan bisnis harus dibuat dengan hati-hati dan berdasarkan analisis yang tepat. 

    Baca Juga: Akad Mudharabah Dapat Menumbuhkan Semangat Saling Membantu dalam Pembiayaan Usaha, Kok Bisa?

    Bagi Hasil Mudharabah & Musyarakah: Bolehkah Meski Usaha Merugi?
    Bagi Hasil Mudharabah & Musyarakah: Bolehkah Meski Usaha Merugi?

    Dalam skema mudharabah dan musyarakah, pembagian keuntungan hanya bisa dilakukan jika ada keuntungan yang nyata. Memiliki banyak kas tidak berarti perusahaan menghasilkan keuntungan yang bisa dibagikan. Oleh karena itu, dalam prinsip syariah, tidak diperbolehkan membagikan bagi hasil usaha jika perusahaan merugi meskipun memiliki banyak kas. Prinsip ini memastikan bahwa setiap pihak dalam kerjasama bisnis memahami dan menerima risiko yang terlibat, serta menjaga keadilan dan transparansi dalam pengelolaan usaha. 

    Referensi:
    Al-Suwailem, S. (2006). Hedging in Islamic Finance. Islamic Development Bank, Islamic Research and Training Institute. 

    Chapra, M. U. (2000). The Future of Economics: An Islamic Perspective. The Islamic Foundation. 

    Iqbal, M., & Mirakhor, A. (2007). An Introduction to Islamic Finance: Theory and Practice. John Wiley & Sons. 

    Muhammad, A. (2005). Risk Management in Islamic Finance: An Analysis of Derivatives Instruments in Commodity Markets. Center for Middle Eastern Studies. 

  • Kenapa Investasi di Crowdfunding Syariah Lebih Berkah? 

    Dalam dunia investasi, mencari instrumen yang tidak hanya menguntungkan tetapi juga berkah adalah dambaan setiap Muslim. Crowdfunding syariah hadir sebagai solusi investasi yang memenuhi prinsip-prinsip syariah, menghindari riba, gharar (ketidakjelasan), maysir (spekulasi), serta tidak berinvestasi di sektor yang haram. Dengan berkembangnya teknologi finansial, kini setiap orang dapat berpartisipasi dalam investasi yang berkah melalui platform crowdfunding syariah. Artikel ini akan menjelaskan mengapa investasi di crowdfunding syariah bisa menjadi pilihan yang lebih berkah. 

    Apa itu Crowdfunding Syariah? 

    Crowdfunding syariah adalah metode pengumpulan dana dari banyak investor untuk membiayai proyek atau usaha yang sesuai dengan prinsip syariah. Berbeda dengan crowdfunding konvensional, investasi ini memastikan semua aktivitasnya halal dan tidak melibatkan praktik yang dilarang dalam Islam. Misalnya, tidak ada unsur riba (bunga), semua transaksi dijalankan dengan memperhatikan prinsip syariah, hingga penggunaan akad-akad syariah seperti mudharabah atau musyarakah. 

    Dalam crowdfunding syariah, proyek yang dibiayai biasanya berupa usaha-usaha yang juga sesuai dengan prinsip syariah, seperti usaha makanan halal, pendidikan Islam, atau usaha-usaha kecil yang membutuhkan modal untuk berkembang. Platform ini juga memberikan kesempatan bagi investor kecil untuk turut serta dalam pembiayaan proyek-proyek besar, yang sebelumnya mungkin hanya bisa diakses oleh investor besar. 

    Keuntungan Berinvestasi di Crowdfunding Syariah

    Keberkahan dan Ketenangan Hati

    Investasi di crowdfunding syariah memberikan ketenangan hati karena sesuai dengan nilai-nilai Islam. Anda berinvestasi dengan aman, mengetahui bahwa dana Anda tidak akan digunakan untuk hal-hal yang haram. Ini memberikan keberkahan tersendiri dalam setiap rupiah yang Anda tanamkan. Keberkahan ini penting karena investasi yang halal akan membawa ketenangan dan ketenteraman dalam kehidupan sehari-hari. 

    Potensi Keuntungan yang Kompetitif 

    Crowdfunding syariah tidak hanya menawarkan keberkahan tetapi juga imbal hasil yang kompetitif. Dengan transparansi pengelolaan dana, Anda dapat melihat dengan jelas bagaimana dana Anda digunakan dan perkembangan proyek yang Anda biayai. Keuntungan ini juga didukung oleh sistem bagi hasil yang adil dan transparan. Selain itu, banyak platform crowdfunding syariah yang telah terbukti memberikan imbal hasil yang stabil dan menguntungkan bagi para investornya. 

    Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Umat 

    Dengan berinvestasi di crowdfunding syariah, Anda turut serta dalam pemberdayaan ekonomi umat. Dana yang Anda investasikan akan membantu usaha mikro dan kecil yang sering kali kesulitan mendapatkan modal dari bank konvensional. Ini berarti Anda tidak hanya memperoleh keuntungan finansial tetapi juga pahala dari membantu sesama. Investasi ini juga membantu menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif. 

    Cara Memulai Investasi di Crowdfunding Syariah 

    Memulai investasi di crowdfunding syariah sangat mudah. Langkah pertama adalah memilih platform crowdfunding syariah yang terpercaya. Ada beberapa platform yang telah mendapatkan izin dan pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan(OJK), sehingga Anda bisa berinvestasi dengan aman. 

    Setelah itu, Anda perlu mendaftar dan membuat akun di platform tersebut. Proses pendaftaran biasanya melibatkan verifikasi identitas untuk memastikan keamanan dan kepatuhan terhadap regulasi. Setelah akun Anda aktif, Anda dapat melihat berbagai proyek yang tersedia untuk didanai. Pastikan Anda membaca detail proyek dengan seksama untuk memahami risiko dan potensi keuntungannya. 

    Anda juga bisa memulai dengan jumlah investasi yang kecil. Banyak platform yang memungkinkan Anda berinvestasi mulai dari Rp 100.000, sehingga investasi ini dapat diakses oleh berbagai kalangan. Dengan begitu, Anda bisa mendiversifikasi investasi Anda ke berbagai proyek untuk mengurangi risiko. 

    Investasi di crowdfunding syariah menawarkan berbagai manfaat, mulai dari keberkahan dan ketenangan hati, potensi keuntungan yang kompetitif, hingga dukungan terhadap pemberdayaan ekonomi umat. Dengan berinvestasi di crowdfunding syariah, Anda tidak hanya mencari keuntungan dunia tetapi juga keberkahan di akhirat. Mari kita mulai berinvestasi di crowdfunding syariah sebagai bentuk dukungan terhadap ekonomi syariah yang lebih adil dan berkah. 

    Ayo, mulai investasi Anda sekarang dan jadilah bagian dari perubahan ekonomi yang lebih baik dan sesuai syariah. Dengan berinvestasi di crowdfunding syariah, Anda tidak hanya mendapatkan imbal hasil finansial tetapi juga kontribusi positif bagi umat dan masyarakat. Segera pilih platform crowdfunding syariah yang terpercaya dan mulai investasi Anda untuk masa depan yang lebih berkah dan sejahtera. 

    Referensi 

    • Al-Qaradawi, Y. (2000). The Lawful and the Prohibited in Islam. American Trust Publications. 
    • El-Gamal, M. A. (2006). Islamic Finance: Law, Economics, and Practice. Cambridge University Press. 
    • Iqbal, Z., & Mirakhor, A. (2011). An Introduction to Islamic Finance: Theory and Practice. John Wiley & Sons. 
    • Obaidullah, M., & Khan, T. (2008). Islamic Microfinance Development: Challenges and Initiatives. Islamic Development Bank. 
    • Rosly, S. A. (2005). Critical Issues on Islamic Banking and Financial Markets: Islamic Economics, Banking and Finance, Investments, Takaful and Financial Planning. AuthorHouse. 
    • Usmani, M. T. (2002). An Introduction to Islamic Finance. Idaratul Ma’arif. 
  • Panduan Praktis: Cara Pembagian Profit dalam Akad Mudharabah dari Laporan Laba Rugi

    Akad mudharabah adalah salah satu bentuk kerjasama bisnis dalam ekonomi Islam yang sangat dihargai karena keadilannya. Dalam akad ini, satu pihak menyediakan modal (shahibul maal) dan pihak lainnya menyediakan keahlian atau tenaga (mudharib). Tujuan dari akad ini adalah untuk mencapai keuntungan yang akan dibagi sesuai dengan kesepakatan awal. Namun, untuk memastikan keadilan dalam pembagian keuntungan, sangat penting bagi kedua belah pihak untuk memahami cara membaca laporan laba rugi.

    Artikel ini akan membahas bagaimana melihat profit yang dibagikan dalam akad mudharabah dari laporan laba rugi dengan contoh laporan dan perhitungan bagi hasilnya. 

    Konsep Akad Mudharabah 

    Akad mudharabah adalah kontrak kemitraan di mana satu pihak, yaitu shahibul maal, menyediakan seluruh modal yang dibutuhkan untuk usaha. Pihak lainnya, yaitu mudharib, bertanggung jawab untuk mengelola usaha tersebut dengan baik. Keuntungan dari usaha tersebut dibagi berdasarkan nisbah (rasio) yang telah disepakati sebelumnya. Jika terjadi kerugian, maka kerugian tersebut hanya ditanggung oleh shahibul maal, selama tidak ada kelalaian atau kesalahan dari mudharib. 

    Dalam praktiknya, akad mudharabah memungkinkan orang yang memiliki modal tapi tidak memiliki keahlian atau waktu untuk berbisnis dapat bekerja sama dengan orang yang memiliki keahlian namun kekurangan modal. Ini menciptakan sinergi yang baik dan membuka peluang bisnis yang lebih luas. 

    Laporan Laba Rugi dalam Konteks Mudharabah 

    Laporan laba rugi adalah dokumen yang menunjukkan pendapatan, biaya, dan laba atau rugi yang dihasilkan oleh suatu usaha dalam periode tertentu. Laporan ini sangat penting karena menjadi dasar untuk menentukan laba yang akan dibagi antara shahibul maal dan mudharib. Struktur dasar laporan laba rugi biasanya mencakup: 

    • Pendapatan: Total pendapatan yang diperoleh dari usaha yang dijalankan. Ini mencakup semua penjualan dan pemasukan lainnya. 
    • Biaya Operasional: Semua biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha, seperti biaya bahan baku, gaji karyawan, biaya pemasaran, dan biaya operasional lainnya.
    • Laba Kotor: Pendapatan dikurangi biaya operasional. Ini menunjukkan seberapa efisien usaha tersebut dalam menghasilkan keuntungan sebelum biaya lain-lain. 
    • Biaya Lain-lain dan Pajak: Ini termasuk biaya yang tidak langsung terkait dengan operasi utama usaha, seperti biaya bunga dan pajak. 
    • Laba Bersih: Laba kotor setelah dikurangi pajak dan biaya lainnya. Ini adalah jumlah keuntungan yang tersedia untuk dibagikan sesuai dengan nisbah yang disepakati. 

    Contoh Laporan Laba Rugi 

    Berikut ini adalah contoh sederhana dari laporan laba rugi untuk periode satu tahun: 

    Dari laporan di atas, kita bisa melihat bahwa laba bersih yang dihasilkan oleh usaha tersebut adalah Rp150.000.000. Ini adalah jumlah yang akan dibagi antara shahibul maal dan mudharib sesuai dengan nisbah yang disepakati. 

    Langkah-langkah perhitungan bagi hasil dalam akad mudharabah adalah sebagai berikut: 

    1. Menentukan Nisbah Bagi Hasil: Misalkan nisbah bagi hasil adalah 60% untuk shahibul maal dan 40% untuk mudharib. 

    2. Menghitung Laba yang Dibagikan: Dari laba bersih Rp150.000.000, laba yang dibagikan adalah:

    • Untuk shahibul maal: 60% x Rp150.000.000 = Rp90.000.000 
    • Untuk mudharib: 40% x Rp150.000.000 = Rp60.000.000 

    Dengan perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa shahibul maal mendapatkan Rp90.000.000, sedangkan mudharib mendapatkan Rp60.000.000 dari laba bersih usaha tersebut. 

    Mari kita lihat contoh perhitungan yang lebih mendetail: 

    • Pendapatan Usaha: Rp500.000.000 
    • Biaya Operasional: Rp300.000.000 
    • Laba Kotor: Rp500.000.000 – Rp300.000.000 = Rp200.000.000 
    • Pajak: Rp50.000.000 
    • Laba Bersih: Rp200.000.000 – Rp50.000.000 = Rp150.000.000 

    Dari laba bersih Rp150.000.000, jika nisbah bagi hasil adalah 60:40, maka: 

    • Shahibul maal (60%): 60% x Rp150.000.000 = Rp90.000.000 
    • Mudharib (40%): 40% x Rp150.000.000 = Rp60.000.000 

    Ini menunjukkan bagaimana pembagian keuntungan dilakukan dengan adil sesuai dengan nisbah yang telah disepakati. 

    Selain memahami laporan laba rugi dan perhitungan dasar bagi hasil, penting untuk mempertimbangkan beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi pembagian keuntungan dalam akad mudharabah: 

    1. Transparansi dan Akurasi Pelaporan: Laporan yang akurat dan transparan memastikan bahwa semua pihak memahami kondisi keuangan usaha dengan jelas. Ketidakakuratan atau kurangnya transparansi dapat menimbulkan kecurigaan dan konflik. 

    2. Perubahan Kondisi Ekonomi: Perubahan dalam kondisi ekonomi, seperti inflasi atau resesi, dapat mempengaruhi pendapatan dan biaya operasional usaha, yang pada gilirannya mempengaruhi laba bersih. 

    3. Kesepakatan Awal: Rasio bagi hasil dan ketentuan lainnya harus disepakati secara jelas dan tertulis di awal akad untuk menghindari kesalahpahaman di kemudian hari. 

    Memahami laporan laba rugi dalam konteks akad mudharabah sangat penting untuk memastikan keadilan dan transparansi dalam pembagian keuntungan. Langkah-langkah utama meliputi analisis laporan laba rugi untuk menentukan laba bersih, serta perhitungan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati. Transparansi dan akurasi dalam pelaporan adalah kunci untuk menjaga kepercayaan antara shahibul maal dan mudharib, serta kesuksesan kerjasama bisnis ini. 

    Dengan pemahaman yang baik tentang laporan laba rugi dan perhitungan bagi hasil, kedua belah pihak dapat menjalankan akad mudharabah dengan lebih efektif dan adil. Hal ini tidak hanya membantu dalam menjaga hubungan yang harmonis antara kedua belah pihak, tetapi juga memastikan bahwa usaha tersebut dapat berkembang dengan sehat dan berkelanjutan. 

    Referensi

    Usmani, M. T. (2002). An Introduction to Islamic Finance. Kluwer Law International. 

    Antonio, M. S. (2001). Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Gema Insani Press. 

    El-Gamal, M. A. (2006). Islamic Finance: Law, Economics, and Practice. Cambridge University Press. 

    Iqbal, Z., & Mirakhor, A. (2011). An Introduction to Islamic Finance: Theory and Practice. John Wiley & Sons. 

    Obaidullah, M. (2005). Islamic Financial Services. Islamic Economics Research Center, King Abdulaziz University. 

    Bank Indonesia. (2013). Prinsip-Prinsip Syariah dalam Perbankan. Bank Indonesia. 

    Muhammad, M. A. M. (2010). Principles of Islamic Finance. International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, 3(1), 65-82. doi:10.1108/17538391011033812 

    Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI). (2020). Shariah Standards. AAOIFI. 

    Sudarsono, H. (2009). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi. Ekonisia. 

  • Part-2: Private Equity Syariah: Akad Apa Saja yang Digunakan?

    Dalam dunia keuangan syariah, private equity memiliki peran penting sebagai salah satu instrumen investasi yang menawarkan potensi keuntungan melalui penyertaan modal pada perusahaan yang belum go public. Private equity syariah mengoperasikan prinsip-prinsip syariah dalam setiap transaksinya, termasuk dalam pemilihan akad-akad yang digunakan. Dalam pembahasan bagian pertama kita sudah membahas mengenai akad yang bisa digunakan private equity syariah untuk menggalang dana dari investor, maka di pembahasan bagian kedua ini kita akan membahas mengenai akad yang digunakan untuk penyaluran dana dari private equity ke usaha-usaha yang mengajukan pembiayaan. 

    Akad-akad yang digunakan antara private equity dan penerima pembiayaan: 

    Dalam menjalankan kegiatan usahanya dalam menyalurkan dana dari investor kepada usaha-usaha yang memohon pembiayaan, private equity sendiri bisa menggunakan beberapa akad syariah diantaranya: 

    Akad Mudharabah 

    Akad musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk menyertakan modal dalam suatu usaha dengan pembagian keuntungan yang disepakati bersama. Dalam konteks akad antara private equity dan penerima pembiayaan, private equity menyalurkan dana kepada penerima dana untuk digunakan dalam kegiatan usahanya bersama dengan dana miliknya. Keuntungan hasil kegiatan usaha yang dilakukan oleh penerima dana tersebut dibagi hasilkan dengan persentase dari profit antara penerima dana dan private equity. Fatwa DSN MUI yang mengatur mengenai akad musyarakah adalah: 

    • Fatwa DSN MUI no 08/DSN-MUI/IV/2000 mengenai Pembiayaan Musyarakah 
    • Fatwa DSN MUI no 114/DSN-MUI/IX/2017 mengenai Akad Syirkah 

    Akad Mudharabah 

    Akad mudharabah adalah akad kerjasama antara pemilik modal (shahibul mal) dan pengelola modal (mudharib) di mana pengelola modal bertanggung jawab mengelola modal untuk usaha tertentu dan keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati. Dalam konteks pembiayaan usaha oleh private equity, private equity sebagai shahibul mal menyalurkan dana kepada penerima dana sebagai mudharib untuk dikelola dalam kegiatan usahanya dengan pembagian bagi hasil sesuatu kesepakatan dalam kontrak pembiayaan. Fatwa DSN MUI yang mengatur mengenai akad mudharabah adalah: 

    • Fatwa DSN MUI no 115/DSN-MUI/IX/2017 mengenai Akad Mudharabah 
    • Fatwa DSN MUI no 50/DSN-MUI/III/2006 mengenai Akad Mudharabah Musytarakah 
    • Fatwa DSN MUI no 07/DSN-MUI/IV/2000 mengenai Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) 

    Akad Murabahah 

    Akad murabahah dalam istilah keuangan syariah adalah akad dimana pemberi pembiayaan membeli suatu aset, barang, atau jasa atas permohonan nasabah pemohon pembiayaan lalu menjualnya kepada nasabah tersebut dengan tambahan margin atas harga pembelian aset tersebut. Dalam kasus private equity, private equity bisa memberikan pembiayaan pengadaan stok atau aset kepada penerima pembiayaannya dengan membelikan stok atau aset tersebut lalu menjualnya kepada penerima pembiayaan dengan margin secara murabahah. Fatwa DSN MUI yang mengatur mengenai akad murabahah adalah: 

    • Fatwa DSN MUI no 111/DSN-MUI/IX/2017 mengenai Akad Jual Beli Murabahah 
    • Fatwa DSN MUI no 04/DSN-MUI/IV/2000 mengenai Murabahah 

    Akad Ijarah Muntahiyah bi At-tamlik 

    Akad ijarah muntahiyah bi at-tamlik adalah akad sewa-menyewa yang digunakan untuk pembiayaan dimana pemberi pembiayaan menyewakan suatu aset kepada nasabah atas permintaannya dimana harga sewa perbulan dalam transaksi seolah-olah berfungsi sebagai cicilan dari nasabah kepada pemberi pembiayaan untuk aset yang akan ia miliki dengan pemindahan kepemilikan aset tersebut dari pemberi pembiayaan kepadanya di akhir periode sewa. Dalam private equity syariah, akad ijarah muntahiyah bi at-tamlik bisa digunakan untuk pembiayaan aset usaha seperti peralatan atau properti usaha dengan cara private equity membeli aset tersebut lalu menyewakannya kepada penerima pembiayaan dengan akad ijarah ijarah muntahiyah bi at-tamlik.  

    Fatwa DSN MUI yang mengatur mengenai akad ijarah muntahiyah bi at-tamlik adalah: 

    • Fatwa DSN MUI 112/DSN-MUI/IX/2017 mengenai Akad Ijarah 
    • Fatwa DSN MUI 27/DSN-MUI/III/2002 mengenai Al-Ijarah Al-Muntahiyah bi Al-Tamlik  
    • Fatwa DSN MUI 09/DSN-MUI/IV/2000 mengenai Pembiayaan Ijarah 

    Dalam pembahasan bagian pertama ini telah dijelaskan akad yang bisa digunakan oleh private equity syariah dalam penggalangan dana dari investor dan dalam pembahasan bagian kedua kami menjelaskan akad yang digunakan antara private equity dan usaha-usaha yang menerima pembiayaan darinya. Semoga Allah semakin mempermudah akses pembiayaan syariah untuk usaha kaum muslimin. 

    Wallahu a’lam 

    Referensi

    • Fatwa DSN MUI no 08/DSN-MUI/IV/2000 mengenai Pembiayaan Musyarakah 
    • Fatwa DSN MUI no 114/DSN-MUI/IX/2017 mengenai Akad Syirkah 
    • Fatwa DSN MUI no 115/DSN-MUI/IX/2017 mengenai Akad Mudharabah 
    • Fatwa DSN MUI no 50/DSN-MUI/III/2006 mengenai Akad Mudharabah Musytarakah 
    • Fatwa DSN MUI no 07/DSN-MUI/IV/2000 mengenai Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) 
    • Fatwa DSN MUI no 111/DSN-MUI/IX/2017 mengenai Akad Jual Beli Murabahah
    • Fatwa DSN MUI no 04/DSN-MUI/IV/2000 mengenai Murabahah 
    • Fatwa DSN MUI 112/DSN-MUI/IX/2017 mengenai Akad Ijarah 
    • Fatwa DSN MUI 27/DSN-MUI/III/2002 mengenai Al-Ijarah Al-Muntahiyah bi Al-Tamlik  
    • Fatwa DSN MUI 09/DSN-MUI/IV/2000 mengenai Pembiayaan Ijarah 
  • Private Equity Syariah: Akad Apa Saja yang Digunakan?

    Private equity syariah mengoperasikan prinsip-prinsip syariah dalam setiap transaksinya, termasuk dalam pemilihan akad-akad yang digunakan. Akad-akad ini tidak hanya memastikan kepatuhan terhadap hukum Islam dan memenuhi kebutuhan pembiayaan yang berbeda-beda, tetapi juga mendukung prinsip keadilan dan bagi hasil dalam transaksi. Dalam dunia keuangan syariah, private equity memiliki peran penting sebagai salah satu instrumen investasi yang menawarkan potensi keuntungan melalui penyertaan modal pada perusahaan yang belum go public.

    Akad-akad Yang Digunakan Antara Investor dan Private Equity: 

    Dalam menjalankan kegiatan usahanya untuk mengumpulkan dana dari investor untuk disalurkan kepada usaha-usaha yang memohon pembiayaan, private equity sendiri bisa menggunakan beberapa akad syariah diantaranya: 

    Akad Musyarakah 

    Akad musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk menyertakan modal dalam suatu usaha dengan pembagian keuntungan yang disepakati bersama. Dalam konteks akad antara investor dan private equity, investor menyetorkan dananya kepada private equity sebagai serikat dimana private equity menyalurkan dana gabungan investasi antara investor dan dananya sendiri kepada usaha-usaha yang dibiayai oleh private equity tersebut. Keuntungan hasil pembiayaan usaha-usaha tersebut dibagi hasilkan dengan persentase dari profit antara investor dan private equity. Namun terdapat juga interpretasi lain dari akad musyarakah dalam private equity dimana beberapa investor berinvestasi ke dalam pool of fund yang dikelola oleh private equity dengan keuntungan dibagi berdasarkan jumlah investasi masing-masing investor. 

    Fatwa DSN MUI yang mengatur mengenai akad musyarakah sendiri adalah sebagai berikut: 

    • Fatwa DSN MUI no 08/DSN-MUI/IV/2000 mengenai Pembiayaan Musyarakah 
    • Fatwa DSN MUI no 114/DSN-MUI/IX/2017 mengenai Akad Syirkah 

    Akad Mudharabah 

    Akad mudharabah adalah akad kerjasama antara pemilik modal (shahibul mal) dan pengelola modal (mudharib) di mana pengelola modal bertanggung jawab mengelola modal untuk usaha tertentu dan keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati. Dalam private equity syariah, akad ini sering digunakan karena memungkinkan investor untuk menanamkan modal tanpa harus terlibat langsung dalam pengelolaan usaha dengan menyerahkan dananya kepada private equity sebagai mudharib dengan bagi hasil yang sudah disepakati dalam kontrak investasi. 

    Fatwa DSN MUI yang mengatur mengenai akad mudharabah sendiri adalah sebagai berikut: 

    • Fatwa DSN MUI no 115/DSN-MUI/IX/2017 mengenai Akad Mudharabah 
    • Fatwa DSN MUI no 50/DSN-MUI/III/2006 mengenai Akad Mudharabah Musytarakah 
    • Fatwa DSN MUI no 07/DSN-MUI/IV/2000 mengenai Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) 

    Akad Wakalah 

    Akad wakalah adalah akad di mana seseorang memberikan kuasa kepada orang lain untuk melakukan suatu tindakan hukum atas namanya. Dalam private equity syariah, akad wakalah dapat digunakan ketika investor memberikan mandat kepada pengelola dana untuk menginvestasikan modalnya. Dalam akad wakalah seperti ini biasanya private equity akad meminta persentase dari keuntungan atau dari dana investasi sebagai upahnya dalam menjalankan investasi untuk kepentingan investor. 

    Beberapa fatwa DSN MUI yang mengatur mengenai akad wakalah adalah: 

    • Fatwa DSN MUI no 126/DSN-MUI/VII/2019 mengenai Akad Wakalah bi al-Istitsmar 
    • Fatwa DSN MUI no  113/DSN-MUI/IX/2017 mengenai Akad Wakalah bi Al-Ujrah 
    • Fatwa DSN MUI no 10/DSN-MUI/IV/2000 mengenai Wakalah 

    Dalam pembahasan bagian pertama ini telah dijelaskan akad yang bisa digunakan oleh private equity syariah dalam penggalangan dana dari investor, maka dalam pembahasan bagian kedua kami akan menjelaskan akad yang digunakan antara private equity dan usaha-usaha yang menerima pembiayaan darinya. Semoga Allah semakin mempermudah akses pembiayaan syariah untuk usaha kaum muslimin. 

    Wallahu a’lam 

    Referensi

    • Fatwa DSN MUI no 08/DSN-MUI/IV/2000 mengenai Pembiayaan Musyarakah 
    • Fatwa DSN MUI no 114/DSN-MUI/IX/2017 mengenai Akad Syirkah 
    • Fatwa DSN MUI no 115/DSN-MUI/IX/2017 mengenai Akad Mudharabah 
    • Fatwa DSN MUI no 50/DSN-MUI/III/2006 mengenai Akad Mudharabah Musytarakah 
    • Fatwa DSN MUI no 07/DSN-MUI/IV/2000 mengenai Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) 
    • Fatwa DSN MUI no 111/DSN-MUI/IX/2017 mengenai Akad Jual Beli Murabahah 
    • Fatwa DSN MUI no 04/DSN-MUI/IV/2000 mengenai Murabahah 
    • Fatwa DSN MUI 112/DSN-MUI/IX/2017 mengenai Akad Ijarah 
    • Fatwa DSN MUI 27/DSN-MUI/III/2002 mengenai Al-Ijarah Al-Muntahiyah bi Al-Tamlik  
    • Fatwa DSN MUI 09/DSN-MUI/IV/2000 mengenai Pembiayaan Ijarah 
  • Akad Murabahah: Solusi Pembiayaan Pengadaan Syariah

    Dalam dunia bisnis, kebutuhan akan pembiayaan untuk pengadaan barang dan jasa sangat penting. Sistem keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah menjadi kebutuhan mendesak, terutama bagi masyarakat Muslim yang ingin memastikan aktivitas finansial mereka bebas dari riba (bunga) dan gharar (ketidakpastian). 

    Salah satu bentuk pembiayaan yang populer dalam sistem keuangan syariah adalah akad murabahah. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan mengapa solusi pembiayaan yang sesuai dengan prinsip syariah, seperti akad murabahah. Dengan memahami cara kerja dan keunggulan akad murabahah, pelaku usaha dapat memanfaatkan pembiayaan yang halal dan menguntungkan. 

    Pengertian Akad Murabahah 

    Murabahah adalah akad jual beli di mana penjual mengungkapkan biaya perolehan barang dan margin keuntungan yang disepakati kepada pembeli. Dalam konteks pembiayaan, lembaga keuangan syariah membeli barang atas nama nasabah, kemudian menjualnya kembali kepada nasabah dengan harga yang mencakup biaya perolehan ditambah margin keuntungan yang telah disepakati. 

    Akad murabahah didasarkan pada beberapa ayat Al-Quran dan hadits. Misalnya, dalam Al-Quran disebutkan: 

    ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا

    “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS. Al-Baqarah: 275). 

    Hadits Nabi Muhammad ﷺ juga menyebutkan: 

    أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّـمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ

    Dari Abu Sa’id Al Khudri berkata: Rosululloh bersabda “Sesungguhnya jual beli itu atas dasar suka sama suka.”(HR Ibnu Majah) 

    Dalam pembiayaan konvensional, bunga yang dikenakan pada pinjaman dapat berubah-ubah dan sering kali tidak transparan. Sebaliknya, dalam akad murabahah, harga dan margin keuntungan ditetapkan di awal dan tetap hingga akhir masa pembiayaan, sehingga memberikan kepastian bagi semua pihak yang terlibat. 

    Mekanisme (cara kerja) Akad Murabahah 

    Proses dan Tahapan: Tahapan dalam pelaksanaan akad murabahah di lembaga keuangan syariah meliputi: 

    1. Nasabah mengajukan permohonan pembiayaan kepada lembaga keuangan syariah. 
    1. Lembaga keuangan membeli barang yang diinginkan nasabah. 
    1. Lembaga keuangan menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga yang mencakup biaya perolehan ditambah margin keuntungan. 
    1. Nasabah membayar harga tersebut secara tunai atau angsuran sesuai kesepakatan. 

    Pihak yang terlibat dalam skema akad murabahah ini adalah pembeli (nasabah), penjual (pemasok barang), dan lembaga keuangan syariah. 

    Contoh dalam kasus ini adalah: ”seorang pengusaha membutuhkan mesin produksi seharga Rp 100 juta. Lembaga keuangan syariah membeli mesin tersebut dan menjualnya kepada pengusaha dengan harga Rp 110 juta, yang mencakup margin keuntungan sebesar Rp 10 juta. Pengusaha setuju untuk membayar dalam 12 angsuran bulanan sebesar Rp 9,166,667.” 

    Keunggulan Akad Murabahah 

    Keuntungan akad murabahah bisa dirangkum dalam poin-poin berikut: 

    Kepatuhan Syariah: Akad murabahah memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah, menghindari riba, dan menjamin bahwa transaksi dilakukan dengan transparansi dan keadilan. Hal ini disebabkan karena akad murabahah dibangun berdasarkan akad jual beli yang menghadirkan keadilan dari pertukaran 2 aset berdasarkan kesepakatan kedua pihak yang bertransaksi.  

    Transparansi Harga: Salah satu keunggulan utama akad murabahah adalah transparansi harga. Harga pokok dan margin keuntungan disepakati di awal, sehingga tidak ada perubahan harga selama masa pembiayaan.  

    Kepastian Pembiayaan: Akad murabahah memberikan kepastian jumlah pembiayaan yang diberikan, sehingga nasabah tidak perlu khawatir tentang fluktuasi biaya atau perubahan kondisi pasar yang dapat mempengaruhi pembayaran. Hal ini disebabkan karena sudah jelasnya harga pokok dan margin ketika dilakukan akad murabahah di awal sehingga potensi fluktuasi harga tertutup pada saat itu. Hal ini membedakan murabahah dari pinjaman ribawi yang memiliki potensi kenaikan bunga jika nasabah tidak bisa membayar seluruh cicilan tepat waktu di mana sisa cicilan yang tidak lunas menjadi pokok hutang baru yang menambah bunga. 

    Infografis Akad Murabahah: Solusi Pembiayaan Pengadaan Syariah

    Akad murabahah adalah solusi pembiayaan syariah yang transparan, adil, dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Keunggulan akad murabahah mencakup kepatuhan syariah, transparansi harga, dan kepastian pembiayaan. Akad murabahah sangat penting sebagai alternatif pembiayaan yang halal dan dapat diandalkan, terutama di negara dengan mayoritas penduduk Muslim seperti Indonesia. Semoga Allah ﷻ selalu membantu kita mendapatkan pembiayaan dengan skema yang halal dan sesuai syariah. 

    Wallahu a’lam 

    Referensi

    • Al-Quran. Surah Al-Baqarah, Ayat 275. 
    • Abdul-Rahman, Y. (2010). The Art of Islamic Banking and Finance: Tools and Techniques for Community-Based Banking. John Wiley & Sons. 
    • Usmani, M. T. (2002). An Introduction to Islamic Finance. Kluwer Law International. 
    • Antonio, M. S. (2001). Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Gema Insani Press. 
    • Jual Beli Berdasarkan Suka Sama Suka. (n.d.). Ibnumajjah.com. Retrieved May 18, 2024, from https://ibnumajjah.com/2016/04/20/jual-beli-berdasarkan-suka-sama-suka/ 

     

     


  • Konsep Kewirausahaan Sesuai Syariah Islam

    Menurut (Razak, 2018) menyatakan bahwa kewirausahaan syariah adalah sebuah system, proses dan praktik dalam menjalankan bisnis dengan cara islam. Islam yang dimaksud adalah mencakup cara hidup al-deen yaitu segala kegiatan yang diperlukan umat islam dalam menjalani kehidupan. Sedangkan menurut (Ibn Khaldun, 2001) bahwa kewirahusahaan syariah merupakan sebuah usaha dalam memperoleh dan meningkatkan pendapatan dengan cara pengembangan property yang dimiliki.  

    Jadi, dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan syariah adalah sebuah system atau proses dalam melaksanakan bisnis atau wirausaha syariah yang mencakup kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi yang berdasarkan nilai-nilai syariah islam dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan atau profit. 

    Konsep wirausaha sendiri bukanlah suatu konsep yang baru, konsep ini telah ada sejak zaman Rasulullah ﷺ . Rasulullah ﷺ sendiri merupakan contoh tauladan yang sangat baik dalam melakukan kegiatan wirausaha atau bisnis, beliau sudah memulai perniagaan atau wirausaha sejak beliau berumur 12 tahun Bersama pamannya Abu Thalib. Sejak saat itu Rasulullah ﷺ mulai berdagang di berbagai negara, hingga saat ini teladan Rasulullah ﷺ selalu dipakai sebagai rujukan dalam berwirausaha yang sesuai dengan akad, tujuan, karakter, etika dan konsep kewirausahaan syariah. 

    Landasan Wirausaha Syariah 

    يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَاۡكُلُوۡۤا اَمۡوَالَـكُمۡ بَيۡنَكُمۡ بِالۡبَاطِلِ اِلَّاۤ اَنۡ تَكُوۡنَ تِجَارَةً عَنۡ تَرَاضٍ مِّنۡكُمۡ وَلَا تَقۡتُلُوۡۤا اَنۡـفُسَكُمۡؕ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمۡ ​رَحِيۡمًا٢٩  

    Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. (Q.S An-Nisa :29).  

    Berdasarkan ayat di atas bahwa wirausaha diperbolehkan oleh islam dengan cara jual beli dengan landasan kerelaan dari kedua pihak dan tidak diperbolehkan berniaga atau berwirausaha dengan cara yang batil seperti riba, gharar dan maysir (berjudi).

    فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوۡا فِى الۡاَرۡضِ وَابۡتَغُوۡا مِنۡ فَضۡلِ اللّٰهِ وَاذۡكُرُوا اللّٰهَ كَثِيۡرًا لَّعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُوۡنَ‏ ١٠ 

    Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung. (Q.S Al-Anfal : 10) 

    Dari surah Al-Anfal dapat diketahui bahwa Allah ﷻ memerintahkan umatnya untuk berusaha mencari karunia Allah ﷻ tetapi di awal ayat Allah ﷻ mengatakan “Apabila salat telah dilaksanakan” dalam hal ini termasuk berniaga atau berwirausaha shalat tetap wajib dilaksanakan. 

    اِلَّاۤ اَنۡ تَكُوۡنَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيۡرُوۡنَهَا بَيۡنَكُمۡ فَلَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ جُنَاحٌ اَلَّا تَكۡتُبُوۡهَا ​ؕ وَاَشۡهِدُوۡۤا اِذَا تَبَايَعۡتُمۡ وَلَا يُضَآرَّ كَاتِبٌ وَّلَا شَهِيۡدٌ وَاِنۡ تَفۡعَلُوۡا فَاِنَّهٗ فُسُوۡقٌ ۢ بِكُمۡ ؕ بِكُمۡ ؕ وَ اتَّقُوا اللّٰهَ​ ؕ وَيُعَلِّمُكُمُ اللّٰهُ​ ؕ اللّٰهُ​ ؕ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيۡمٌ‏ ٢٨٢  ؕ 

    “….kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan diantara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah menulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (Al Baqarah : 282)

    Dalam berwirausaha atau berniaga hendaknya adanya saksi dalam bertransaksi untuk mempermudah dalam proses legalistas. 

    Etika dalam Kewirausahawaan Syariah 

    Tidak Berwirausaha dengan Barang-barang yang di Haramkan dan Terbebas dari Riba

    “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (Al-Maidah : 90) 

    يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَذَرُوۡا مَا بَقِىَ مِنَ الرِّبٰٓوا اِنۡ كُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِيۡنَ‏ ٢٧٨ 

    Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman. (Al Baqarah : 278) 

    Jujur dan Amanah

    Dalam berwirausaha sebaiknya dilakuukan secara jujur dan amanah dalam bertransaksi dimulai dari kesepkatan serta produk termasuk proses takaran dan timbangan dalam berniaga, sehingga kedua belah pihak merasakan keadilan dan tidak ada yang dirugikan. 

    “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya berkata, telah menceritakan kepada kami Abdush Shamad berkata, telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Muharib bin Ditsar dari Jabir bin Abdullah ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila kalian menimbang maka tentukanlah beratnya (yang sesuai).”(H.R Ibnu Majah 2213) 

    Tidak Berpura-pura Menawar dengan Harga Tertentu untuk Menarik Minat Orang Lain

    أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ عَنْ مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ النَّجْشِ 

    “Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah dari Malikdari Nafi’ dari Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang dari menawar barang untuk mengecoh pembeli yang lain.” (H.R Nasai : 4429) 

    Tidak Melakukan Ikhtikar 

    Ikhtikar merupakan sebuah kegiatan dengan menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu dengan bertujuan agar harga nya akan naik suatu saat karena disebabkan kelangkaan barang tersebut dan dapat memperoleh keuntungan besar 

    “Telah menceritakan kepada kamiAbdullah bin Maslamah bin Qa’nab telah menceritakan kepada kami Sulaiman -yaitu Ibnu Bilal- dari Yahya -yaitu Ibnu Sa’id- dia berkata, “ Sa’id bin Musayyab menceritakan bahwa Ma’mar berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa menimbun barang, maka dia berdosa.” (H.R Muslim 3012) 

    Berwirausaha Secara Suka Sama Suka dan Ikhlas dengan Kesepakatan Kedua Belah Pihak  

    Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. (Q.S An-Nisa : 29) 

    Dengan demikian, konsep kewirausahaan syariah yang berakar dari teladan Rasulullah ﷺ, yang telah menunjukkan prinsip-prinsip bisnis yang etis dan berlandaskan syariah sejak usia dini, menjadi pedoman yang relevan hingga kini. Sebagai umatnya, semoga kita senantiasa mampu meneladani beliau dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam perniagaan dan muamalah, serta memperoleh ridho dan karunia Allah ﷻ dalam setiap langkah kita.

    References

    Thuba Jazil & Nur Hendrasto. (2021).”Prinsip & Etika Bisnis Syariah”. Modul UMKM Industri Halal. Komite Nasionall Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNKS) 

    Sarno Wuragil.(2017). Etika Dalam Bisnis Syariah. Journal Studi Al-Quran dan Hukum. Volume 2 (01) hlm 120-129 

    Hadist (H.R Nasai 4429) Diakses Pada 25/04/2024 https://www.hadits.id/hadits/nasai/4429 

    Hadist (H.R Muslim 3012) Diakses Pada 25/04/2024 https://www.hadits.id/hadits/muslim/3012 

    Al-Quran Al-Baqarah: 278 Diakses Pada 25/04/2024 https://quran.com/2?startingVerse=278 

    Al-Quran An-Nisa : 29 Diakses Pada 25/04/2024  https://quran.com/4?startingVerse=29 

    Al-Quran Al-Anfal :10. Diakses Pada 25/04/2024 https://quran.com/8?startingVerse=10 

    Al Quran Al-Baqarah : 282 Diakses Pada 25/04/2024https://quran.com/2?startingVerse=282 

     

  • Bagi Hasil Mudharabah dan Musyarakah dengan Nominal Tertentu, Bolehkah?

    Salah satu hal yang biasa disyaratkan oleh salah satu pihak dalam Mudharabah dan Musyarakah adalah bagi hasil dengan nominal tertentu, contohnya adalah sebagai berikut.

    Contoh :

    “Saya akan menyetorkan modal saya sebanyak 30 juta dengan syarat saya dapat bagi hasil fixed 10% perbulan(3 juta perbulan)” 

    “Saya sebagai investor dengan nilai 10 juta dollar meminta bagi hasil sebesar 1 juta dollar pertahun” 

    Dan lain sebagainya. 

    Baca Juga:
    Adakah Keterkaitan Istighfar dengan Rezeki dan Keberkahan dari Allah ﷻ ?
    Akad Mudharabah Dapat Menumbuhkan Semangat Saling Membantu dalam Pembiayaan Usaha, Kok Bisa?

    Apakah Hal Ini Dibolehkan Dalam Syariat? 

    Disebutkan dalam standar syariah AAOIFI tentang Syirkah dan Syirkah kontemporer poin 3/1/5/7 sebagai berikut: 

    “لا يجوز أن تشتمل شروط الشركة أو أسس توزيع أرباحها على أي نص أو شرط يؤدي إلى احتمال قطع الاشتراك في الربح مثل أن يشترط لأحد الشركاء مبلغ محدد من الربح أو نسبة من رأس المال, فإن وقع بطل الشرط, فإن صحح الشرط قبل حصول الربح وزع الربح حسب ما اتفق عليه الشركاء بعد التصحيح و إن لم يصحح الشرط قبل حصول الربح فالربح يوزع بقدر حصص الشركاء في رأس المال 

    Tidak boleh dalam syarat-syarat syirkah atau dasar pembagian keuntungannya terdapat klausa atau syarat yang mengarah kepada kemungkinan terputusnya partisipasi dalam keuntungan, seperti mensyaratkan untuk salah satu mitra untuk nominal tertentu dari keuntungan atau prosentase tertentu dari modal, jika syarat tersebut ditandatangani maka syarat tersebut batal, jika syarat tersebut dikoreksi sebelum keuntungan didapat, maka keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan para mitra setelah dikoreksi, jika syarat tersebut tidak dikoreksi sebelum keuntungan didapat, maka keuntungan dibagi sesuai dengan porsi modal para mitra.

    Baca Juga:
    Bagaimana Pandangan Fiqih Mengenai Puasa Syawal?
    Anjuran Berpuasa Syawwal, Apa Saja Keutamaannya?

    Sebagaimana disebutkan juga dalam standar syariah AAOIFI tentang Mudharabah poin 8/5 sebagai berikut: 

    إذا شرط أحد الطرفين لنفسه مبلغا مقطوعا, فسدت المضاربة.

    Jika salah satu pihak mensyaratkan bagi dirinya nominal tertentu, maka mudharabah fasad(rusak).” 

    Sementara disebutkan dalam fatwa DSN MUI no 115/DSN-MUI/IX/2017 tentang akad Mudharabah: 

    1. Nisbah bagi hasil harus disepakati pada saat akad. 

    2. Nisbah bagi hasil sebagaimana angka 2 tidak boleh dalam bentuk nominal atau angka persentase dari modal usaha. 

    3. Nisbah bagi hasil sebagaimana angka 2 tidak boleh menggunakan angka persentase yang mengakibatkan keuntungan hanya dapat diterima oleh salah satu pihak; sementara pihak lainnya tidak berhak mendapatkan hasil usaha mudharabah.

    Baca Juga:
    Bagaimana Sholat Dapat Mepengaruhi Rezeki?
    Bagaimana Cara Menghadapi Syubhat Sesuai Hadits Nabi ﷺ ?

    Berdasarkan kedua standar syariah di atas, maka tidak diperbolehkan melakukan perjanjian pembagian bagi hasil dengan nominal tertentu atau dengan persentase dari modal, hal ini disebabkan karena pembagian bagi hasil dengan nominal tertentu atau dengan persentase dari modal bisa menghalangi pihak lain dalam akad Mudharabah dan Musyarakah dari mendapatkan bagian dari keuntungan usaha. Contoh dari kasus tersebut adalah sebagai berikut.

    Contoh Bagi Hasil yang Dapat Menghalangi Keuntungan Salah Satu Pihak

    “Ahmad dan Yusuf melakukan kegiatan usaha dengan akad Mudharabah dalam penjualan ayam goreng lamongan. Ahmad sebagai shahibul mal(pemilik modal) menyetorkan uang sebesar 50 juta kepada Yusuf sebagai operator usaha dengan Ahmad meminta return on investment(ROI) sebesar 10% atau sebesar 5 juta perbulan dan Yusuf mengambil sisa keuntungan yang tersisa.” 

    Lalu dalam 6 bulan, usaha penjualan ayam goreng lamongan tersebut mencatatkan keuntungan sebagai berikut: 

    Bulan Keuntungan 
    Januari 10 juta 
    Februari 9 juta 
    Maret  12 juta 
    April 5 juta 
    Mei  13 juta 
    Juni 8 juta 

    Yang terjadi pada bulan April adalah Ahmad mengambil seluruh 5 juta hasil profit usaha tanpa menyisakan bagi Yusuf sepeserpun keuntungan, ini dilarang oleh 2 standar syariah diatas. 

    Baca Juga:
    What Should We Do Before and After Eid Fitri?
    The Eight Categories of Asnaf: Who Qualifies for Zakat Distribution? 

    Tujuan utama dalam akad Mudharabah dan Musyarakah adalah bersama-sama mendapatkan keuntungan dengan seluruh pihak menyerahkan sesuatu dalam mendapatkan keuntungan tersebut, maka klausul yang menghalangi keuntungan bagi salah satu atau lebih dari pihak-pihak yang terlibat dalam akad Mudharabah dan Musyarakah tentunya melanggar kaidah syariat dan tujuan utama tersebut. Selain itu klausul semacam ini dalam beberapa keadaan dibuat oleh investor/pemilik modal untuk mendapatkan jaminan keuntungan sehingga akhirnya menambah beban usaha sang pebisnis/operator. Semoga Allah ta’ala selalu membantu kita dalam melakukan kerjasama usaha yang sesuai syariatNya dan menghindarkan kita dari kerjasama usaha yang ketentuannya melanggar ketentuan syariat. 

    Wallahu a’lam 

    Baca Juga:
    Islamic Economic System and the Prohibition of Interest (Riba) 
    Implementation of The Zakat System in The Modern Era

    Referensi

    1. هيئة المحاسبة و المراجعة للمؤسسات المالية الإسلامية. (2017). المعايير الشرعية [Review of المعايير الشرعية ] 

    2. Majelis Ulama Indonesia, D. S. N. (2017). Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia No: 115/DSN-MUI/IX/2017 [Review Of Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia No: 115/DSN-MUI/IX/2017]. 

Back to top button