AkadEkonomi IslamFiqih MuamalahMurabahahSyirkah

Bagi Hasil Mudharabah dan Musyarakah dengan Nominal Tertentu, Bolehkah?

Salah satu hal yang biasa disyaratkan oleh salah satu pihak dalam Mudharabah dan Musyarakah adalah bagi hasil dengan nominal tertentu, contohnya adalah sebagai berikut.

Contoh :

“Saya akan menyetorkan modal saya sebanyak 30 juta dengan syarat saya dapat bagi hasil fixed 10% perbulan(3 juta perbulan)” 

“Saya sebagai investor dengan nilai 10 juta dollar meminta bagi hasil sebesar 1 juta dollar pertahun” 

Dan lain sebagainya. 

Baca Juga:
Adakah Keterkaitan Istighfar dengan Rezeki dan Keberkahan dari Allah ﷻ ?
Akad Mudharabah Dapat Menumbuhkan Semangat Saling Membantu dalam Pembiayaan Usaha, Kok Bisa?

Apakah Hal Ini Dibolehkan Dalam Syariat? 

Disebutkan dalam standar syariah AAOIFI tentang Syirkah dan Syirkah kontemporer poin 3/1/5/7 sebagai berikut: 

“لا يجوز أن تشتمل شروط الشركة أو أسس توزيع أرباحها على أي نص أو شرط يؤدي إلى احتمال قطع الاشتراك في الربح مثل أن يشترط لأحد الشركاء مبلغ محدد من الربح أو نسبة من رأس المال, فإن وقع بطل الشرط, فإن صحح الشرط قبل حصول الربح وزع الربح حسب ما اتفق عليه الشركاء بعد التصحيح و إن لم يصحح الشرط قبل حصول الربح فالربح يوزع بقدر حصص الشركاء في رأس المال 

Tidak boleh dalam syarat-syarat syirkah atau dasar pembagian keuntungannya terdapat klausa atau syarat yang mengarah kepada kemungkinan terputusnya partisipasi dalam keuntungan, seperti mensyaratkan untuk salah satu mitra untuk nominal tertentu dari keuntungan atau prosentase tertentu dari modal, jika syarat tersebut ditandatangani maka syarat tersebut batal, jika syarat tersebut dikoreksi sebelum keuntungan didapat, maka keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan para mitra setelah dikoreksi, jika syarat tersebut tidak dikoreksi sebelum keuntungan didapat, maka keuntungan dibagi sesuai dengan porsi modal para mitra.

Baca Juga:
Bagaimana Pandangan Fiqih Mengenai Puasa Syawal?
Anjuran Berpuasa Syawwal, Apa Saja Keutamaannya?

Sebagaimana disebutkan juga dalam standar syariah AAOIFI tentang Mudharabah poin 8/5 sebagai berikut: 

إذا شرط أحد الطرفين لنفسه مبلغا مقطوعا, فسدت المضاربة.

Jika salah satu pihak mensyaratkan bagi dirinya nominal tertentu, maka mudharabah fasad(rusak).” 

Sementara disebutkan dalam fatwa DSN MUI no 115/DSN-MUI/IX/2017 tentang akad Mudharabah: 

1. Nisbah bagi hasil harus disepakati pada saat akad. 

2. Nisbah bagi hasil sebagaimana angka 2 tidak boleh dalam bentuk nominal atau angka persentase dari modal usaha. 

3. Nisbah bagi hasil sebagaimana angka 2 tidak boleh menggunakan angka persentase yang mengakibatkan keuntungan hanya dapat diterima oleh salah satu pihak; sementara pihak lainnya tidak berhak mendapatkan hasil usaha mudharabah.

Baca Juga:
Bagaimana Sholat Dapat Mepengaruhi Rezeki?
Bagaimana Cara Menghadapi Syubhat Sesuai Hadits Nabi ﷺ ?

Berdasarkan kedua standar syariah di atas, maka tidak diperbolehkan melakukan perjanjian pembagian bagi hasil dengan nominal tertentu atau dengan persentase dari modal, hal ini disebabkan karena pembagian bagi hasil dengan nominal tertentu atau dengan persentase dari modal bisa menghalangi pihak lain dalam akad Mudharabah dan Musyarakah dari mendapatkan bagian dari keuntungan usaha. Contoh dari kasus tersebut adalah sebagai berikut.

Contoh Bagi Hasil yang Dapat Menghalangi Keuntungan Salah Satu Pihak

“Ahmad dan Yusuf melakukan kegiatan usaha dengan akad Mudharabah dalam penjualan ayam goreng lamongan. Ahmad sebagai shahibul mal(pemilik modal) menyetorkan uang sebesar 50 juta kepada Yusuf sebagai operator usaha dengan Ahmad meminta return on investment(ROI) sebesar 10% atau sebesar 5 juta perbulan dan Yusuf mengambil sisa keuntungan yang tersisa.” 

Lalu dalam 6 bulan, usaha penjualan ayam goreng lamongan tersebut mencatatkan keuntungan sebagai berikut: 

Bulan Keuntungan 
Januari 10 juta 
Februari 9 juta 
Maret  12 juta 
April 5 juta 
Mei  13 juta 
Juni 8 juta 

Yang terjadi pada bulan April adalah Ahmad mengambil seluruh 5 juta hasil profit usaha tanpa menyisakan bagi Yusuf sepeserpun keuntungan, ini dilarang oleh 2 standar syariah diatas. 

Baca Juga:
What Should We Do Before and After Eid Fitri?
The Eight Categories of Asnaf: Who Qualifies for Zakat Distribution? 

Tujuan utama dalam akad Mudharabah dan Musyarakah adalah bersama-sama mendapatkan keuntungan dengan seluruh pihak menyerahkan sesuatu dalam mendapatkan keuntungan tersebut, maka klausul yang menghalangi keuntungan bagi salah satu atau lebih dari pihak-pihak yang terlibat dalam akad Mudharabah dan Musyarakah tentunya melanggar kaidah syariat dan tujuan utama tersebut. Selain itu klausul semacam ini dalam beberapa keadaan dibuat oleh investor/pemilik modal untuk mendapatkan jaminan keuntungan sehingga akhirnya menambah beban usaha sang pebisnis/operator. Semoga Allah ta’ala selalu membantu kita dalam melakukan kerjasama usaha yang sesuai syariatNya dan menghindarkan kita dari kerjasama usaha yang ketentuannya melanggar ketentuan syariat. 

Wallahu a’lam 

Baca Juga:
Islamic Economic System and the Prohibition of Interest (Riba) 
Implementation of The Zakat System in The Modern Era

Referensi

1. هيئة المحاسبة و المراجعة للمؤسسات المالية الإسلامية. (2017). المعايير الشرعية [Review of المعايير الشرعية ] 

2. Majelis Ulama Indonesia, D. S. N. (2017). Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia No: 115/DSN-MUI/IX/2017 [Review Of Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia No: 115/DSN-MUI/IX/2017]. 

Devin Halim Wijaya

Master student in IIUM (Institute of Islamic Banking and Finance) | Noor-Ummatic Scholarship Awardee

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button