AkhlaqAqidahMuslim LifestyleUncategorized

Akhlak dalam Islam: Cermin Taat atau Sekadar Etika?

Pernahkah kamu berpikir, apa sih sebenarnya makna dari “akhlak” dalam Islam? Mungkin yang terlintas pertama kali ketika mendengar kata akhlak adalah sikap sabar, jujur, atau ramah kepada orang lain. Banyak orang mengira, asalkan kita berlaku baik dan tidak menyakiti orang lain, kita sudah memiliki akhlak yang mulia. Tapi, apakah akhlak hanya sebatas sikap manis di depan orang? Atau ada yang lebih dari itu? Ternyata dalam Islam, akhlak bukan sekadar tentang penilaian sosial atau seberapa baik kita di mata orang lain loh. Nah, yuk kita gali lebih dalam tentang makna akhlak dalam Islam yang sesungguhnya.

Salah Paham Bab Akhlak: Akhlak Itu Bukan Sekadar Baik Hati

Memang sering muncul salah paham berkaitan dengan pemahaman akhlak dalam Islam. Akhlak sering dianggap cuma sebagai masalah pribadi atau etika umum yang bisa diukur dari budaya, manfaat, atau perasaan. Misalnya, jujur dianggap baik karena bikin orang percaya sama kita. Sopan dianggap penting karena bisa menjaga hubungan dalam bermasyarakat. 

Padahal, dalam Islam, akhlak itu bukan cuma perkara baik-buruk menurut manusia atau masyarakat. Akan tetapi, akhlak dalam Islam adalah bagian dari syariat Islam. Ia punya hukum, punya aturan, dan bahkan punya pahala atau dosa.

Makanya, akhlak dalam Islam gak boleh dipahami sekadar dari ukuran manusia. Jujur itu baik bukan karena bikin orang senang, tapi karena Allah ﷻ yang mewajibkannya. 

Sebaliknya, bohong bisa jadi dibolehkan dalam kondisi tertentu, seperti saat mendamaikan dua orang yang bertengkar. Jadi, akhlak dalam Islam bukan soal “apa yang terlihat baik”, tapi soal “apa yang diperintahkan atau dilarang oleh syariat”.

Baca juga: Sabar dan Pasrah: Dua Konsep Berbeda yang Sering Disalahpahami

Apa Itu Akhlak Menurut Islam?

Setelah kita tahu bahwa akhlak dalam Islam bukan sekadar “baik menurut manusia”, sekarang kita bahas dulu: apa sih sebenarnya akhlak itu menurut Islam?

Secara bahasa, akhlak berasal dari kata khuluq (خُلُق) yang artinya perangai, tabiat, atau karakter. Tapi dalam Islam, maknanya lebih dalam. Akhlak dalam Islam adalah sifat yang dimiliki seseorang saat ia melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan. Sifat ini bisa berupa hasan (terpuji) atau qabîh (tercela), dan semuanya harus diukur berdasarkan syariat, bukan sekadar selera atau logika manusia.

Jadi, akhlak menurut Islam itu bukan soal bagaimana penilaian orang lain terhadap sikap seseorang yang berkaitan dengan mereka. Akan tetapi, akhlak adalah bagian dari syariat Islam yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri.

Baca juga: Yuk Muhasabah! Merefleksi Kekurangan Diri

Akhlak: Bagian dari Hubungan dengan Diri Sendiri

Kenapa akhlak dalam islam aturan dengan diri sendiri? Bukannya akhlak itu berkaitan dengan orang lain juga?

Begini. Dalam Islam, syariat itu mengatur tiga jenis hubungan manusia, yang dibagi menjadi bagian besar yang saling terkait:

  • Hubungan manusia dengan Allah ﷻ, seperti dalam perkara aqidah dan ibadah (salat, puasa, haji, dan sejenisnya).
  • Hubungan manusia dengan manusia lain, yang mencakup aturan bermasyarakat seperti ekonomi, pergaulan, pendidikan, pemerintahan, politik, persanksian, dan sejenisnya.
  • Hubungan manusia dengan dirinya sendiri, yang mencakup urusan seperti pakaian, makanan, minuman, serta akhlak.

Nah, akhlak dalam Islam termasuk dalam kategori yang ketiga. Jadi walaupun sering dicontohkan lewat sikap kepada orang lain kayak jujur, sabar, menyayangi sesama, pada dasarnya akhlak adalah bagaimana seseorang menyempurnakan amalnya sebagai hamba Allah ﷻ dalam hubungannya dengan dirinya sendiri.

Akhlak mencerminkan siapa dirinya saat dia memilih untuk taat atau tidak taat pada aturan Allah ﷻ. Misalnya, dia memilih jujur bukan cuma supaya orang lain percaya, tapi karena tahu bahwa jujur adalah perintah syariat. Artinya, meskipun jujur itu kelihatannya berdampak ke orang lain, tapi sebenarnya itu adalah bentuk tanggung jawab pribadi dalam menjalankan hukum Allah ﷻ.

Contoh lain, menyayangi sesama manusia itu termasuk akhlak dalam Islam yang baik. Tapi motivasi di balik rasa sayang itu bukan cuma karena empati atau budaya, tapi karena ada dorongan taqwa dan kesadaran bahwa menyayangi makhluk adalah perintah dari Allah ﷻ.

Makanya, akhlak dalam Islam bukan cuma soal etika sosial atau penilaian masyarakat, tapi bagian dari aturan hidup yang diturunkan Allah ﷻ, yang punya konsekuensi hukum. Ada akhlak yang hukumnya wajib (kayak jujur), ada yang sunnah (kayak rendah hati), bahkan ada akhlak yang haram (kayak sombong atau khianat).

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad)

Hadis ini menunjukkan bahwa akhlak dalam Islam adalah bagian dari ajaran untuk membangun ketakwaan kepada Allah. Ia menjadi bagian penting dalam pembentukan kepribadian muslim yang tunduk pada syariat.

Baca juga: Bersyukur: Salah Satu Sebab Ditambahnya Nikmat

Akhlak Harus Berdasar Syariat, Bukan Perasaan

Satu hal yang sering bikin keliru adalah ketika orang menilai akhlak hanya dari rasa atau budaya. Misalnya, ada yang bilang: “Yang penting kan kita baik, nggak nyakitin orang.” Tapi tunggu dulu, definisi baik itu harus dari mana? Kalau cuma dari selera manusia, maka bisa beda-beda. Apa yang dianggap baik oleh satu masyarakat, bisa aja dianggap biasa-biasa aja bahkan buruk oleh masyarakat lain.

Nah, di sinilah Islam hadir dengan standar yang jelas dan tetap: syariat. Akhlak dalam Islam tidak bergantung pada budaya, adat, atau logika pribadi, tapi berdasarkan pada wahyu dari Allah ﷻ.

Misalnya, jujur itu baik bukan karena semua orang sepakat jujur itu baik, tapi karena jujur adalah perintah Allah ﷻ. Sebaliknya, bohong itu buruk bukan karena bikin orang nggak suka, tapi karena bohong dilarang oleh Allah ﷻ.

Dalam Al-Qur’an, Allah ﷻ berfirman:

“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ” “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan jadilah kamu bersama orang-orang yang jujur.” (QS. At-Taubah: 119)

Baca juga: Tanggung Jawab sebagai Etika Profesional Muslim

Akhlak Itu Bagian dari Amal, Bukan Pelengkap

Ada juga yang menganggap akhlak itu cuma “hiasan” dari ibadah. Misalnya, orang bilang: “Yang penting salat dulu, soal akhlak nanti ikut sendiri.” Padahal seharusnya akhlak itu juga bagian dari amal, bukan cuma tempelan.

Iya, betul salat itu penting. Tapi bayangin kalau orang rajin salat, tapi suka bohong atau nggak amanah. Kan jadi kontradiktif. Padahal Islam itu bukan sekadar ibadah ritual, tapi satu paket aturan hidup yang utuh, termasuk akhlaknya.

Rasulullah ﷺ sendiri menunjukkan akhlak yang luar biasa dalam kesehariannya dan itu bukan bonus, tapi bagian dari misi kenabian. Dalam satu hadis disebutkan:

خِيَارُكُمْ أَحْسَنُكُمْ أَخْلَاقًا
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Bukhari)

Hadis ini menegaskan bahwa kedudukan seseorang di mata Islam sangat dipengaruhi oleh akhlaknya, bukan hanya jumlah amal lahiriah yang terlihat.

Khatimah: Akhlak Itu Cermin Ketaatan

Jadi, balik lagi ke pertanyaan awal: Apa itu akhlak menurut Islam?

Jawabannya: Akhlak dalam islam adalah bagian dari syariat Islam yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, meskipun seringkali tampak berhubungan dengan orang lain. Akhlak itu bukan sekadar sikap sosial, tapi cermin ketaatan kita kepada Allah ﷻ dalam hal memilih sikap, perilaku, dan cara bersikap sehari-hari.

Akhlak harus kita ukur dengan standar Islam, bukan budaya, bukan kebiasaan, dan bukan “kata orang”. Karena hanya dengan mengikuti syariat-lah, kita bisa memiliki akhlak mulia yang benar-benar mendekatkan kita pada ridha Allah ﷻ.

Dan seperti yang diingatkan Nabi Muhammad ﷺ:

إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat denganku tempat duduknya di hari kiamat adalah yang paling baik akhlaknya di antara kalian.” (HR. Tirmidzi)

MasyaAllah… siapa sih yang nggak pengen deket sama Rasulullah ﷺ di akhirat nanti? 

Semoga kita semua mendapatkan kedudukan terbaik di sisi Nabi ﷺ kelak di surga nanti. Aamiin ya robbal’alamin.

Akhlak dalam Islam: Cermin Taat atau Sekadar Etika?
Akhlak dalam Islam: Cermin Taat atau Sekadar Etika?

Yuk Mulai Investasi Halal di Nabitu.

Referensi:

Al-Qur’an Al-Karim https://tafsirweb.com
Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. Shahih al-Bukhari. Diakses dari https://www.hadits.id/hadits/bukhari
Muslim, Abu al-Husain. Shahih Muslim. Diakses dari https://www.hadits.id/hadits/muslim.
Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa. Sunan At-Tirmidzi. Diakses dari https://www.hadits.id/hadits/
Ahmad bin Hanbal. Musnad Ahmad. Beirut: Al-Resalah, 1999.
An-Nabhani, Taqiyuddin. Nizhamul Islam. Beirut: Darul Ummah.
An-Nabhani, Taqiyuddin. Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah. Bairut: Darul Ummah.

Redha Sindarotama

Quranic Reciter living in Yogyakarta. Actively teaching and spreading the beauty of Islam

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button