AkhlaqMuslim Lifestyle

Akhlaqul Karimah, Apa Tolak Ukurnya?

Siapa yang tidak suka jika bergaul dengan orang-orang yang baik akhlaknya. Ketika bermitra dalam bisnis jujur dan profesional. Ketika kita berbicara dan bermuamalah dengan nya nyaman dan aman. Nah, sebenarnya apa saja sih tolak ukur dari akhlaqul karimah?

Tolak ukur akhlaqul karimah yang sebenarnya ialah iman. Di dalam al-quran ditegaskan pokok kemuliaan akhlak atau budi. Dari QS: Al-Mu’minun:1-11, Al-Furqan:63-75, At-Taubah:112 dan Al-Anfaal: 2-4.

Empat rangkaian dari ayat-ayat Al-Quran diatas adalah sebuah tolak ukur dan pedoman untuk mencapai akhlaqul karimah. Jika kita ingin mengetahui derajat perjalanan akhlak kita, maka kembali baca dan renungkan ayat-ayat tersebut. 

Apabila semua ciri-ciri tersebut terpenuhi, itu menunjukkan bahwa kita telah mencapai puncak tingkat akhlak. Jika tidak ada satupun yang cocok, itu mengindikasikan bahwa akhlak kita masih rendah. Jika hanya separuh dari ciri-ciri tersebut yang terpenuhi, itu menunjukkan bahwa akhlak kita masih dalam tahap perkembangan yang belum sepenuhnya matang.

Berikut sifat-sifat yang ditunjukkan nabi saw:

  1. Tidak beriman seorang kamu sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.
  2. Barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhirat, hendaklah dia menghormati tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan Rasulnya, hendaklah dia berkata yang baik. Jika tidak sanggup, sebaiknya diam saja.
  3. Sesempurna-sempurnanya iman seorang mukmin ialah yang sebaik-baiknya budi pekertinya
  4. Tidaklah halal bagi seorang mukmin pada imannya apabila memandang saudaranya dengan pandangan yang menyakitinya
  5. Tidaklah halal atas seorang muslim mengancam seorang muslim
  6. Sesungguhnya duduk bercengkerama diantara orang-orang yang duduk-duduk ialah dengan amanah Allah SWT, maka tidaklah baik salah seorang memberikan kepada saudaranya barang yang tidak menyenangkan hati saudaranya itu.

Inilah sebagian kecil dari indikator-iman yang ditunjukkan oleh Rasulullah ﷺ tentang kemuliaan akhlak. Tentu saja, perjalanan untuk meningkatkan kualitas akhlak ini melibatkan banyak ujian. Kita harus memiliki ketabahan dalam menghadapi rasa sakit dan kesulitan untuk membentuk karakter baik dan akhlak di dalam diri kita.

Pada suatu hari Rasullullah ﷺ berjalan bersama Anas r.a di suatu tempat ramai. Ia bertemu dengan seorang penduduk dusun, tiba-tiba bahu rasullullah ﷺ ditarik olehnya. Burdah buatan Najran yang disandang oleh rasullullah ﷺ dihela dengan keras. Kata Anas r.a “saya lihat warna merah di kuduk Rasulullah saw bekas burdah lantaran sangat kuat orang itu menghelanya. Orang itu berkata, “Hai Muhammad, berikan kepadaku harta Allah yang ada di tangan engkau.”

Rasulullah ﷺ  menoleh kepadanya dengan tersenyum, kemudian beliau menyuruhnya memberikan kepada orang dusun apa yang diminta.

Ketika kaum Quraisy mengganggunya, dia berkata, “Ya Allah berikan ampunan atas kaumku karena meraka tidak mengetahui.”

Dihikayatkan dari al-Ahnaf bin Qaisy r.a, bahwasanya orang pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Dari siapakah Tuan pelajari sifat santun itu?” dijawabnya, “dari Qaisy bin Ashim.”

Kata orang pada suatu hari, seketika dia duduk di dalam rumahnya, datanglah kepadanya seorang hamba perembuan membawa sebuah kaleng peletakkan daging. Tiba-tiba kaleng tersebut terjatuh dari tangannya, menimpa kepala anak laki-laki Qaisy yang masih kecil sehingga anak itu mati seketika itu juga. Bukan main cemas dan takut hamba perempuan itu karena kesalahannya yang sangat besar itu. Tiba-tiba berkatalah Qaisy, “Jangan takut hai budak perempuan, sekarang aku merdekakan kau karena wajah Allah SWT semata-mata.”

Diriwayatkan pula bahwa suatu hari Sayyidina Ali r.a memanggil budaknya, tetapi budak itu tidak menjawab Ia panggil sekali lagi (sampai tiga kali) dia diam juga. Kemudia Sayyidina Ali r.a berkata “Apakah engkau dengar panggilanku?” Ia menjawab, “Aku mendengar.” Ali r.a berkata, “Jika engkau mendengar, apa sebabnya engkau diam saja?” Budak itu menjawab, “Saya sudah kenal benar bahwa paduka tidak akan menghukum hamba, itulah sebabnya hamba sebagai orang malas saja”. Kata Ali r.a “Kalau begitu, aku merdekakan engkau, bolehlah engkau pergi.”

Malik bin Dinar r.a adalah seorang ulama yang mashur, seorang ulama tasawuf terkenal di zamannya. Pada suatu hari ulama masyhur itu di tegur oleh seorang perempuan dengan kasar, katanya, “Rahmat Allah SWT atasmu wahai tukang pengambil muka (riya) .” Malik r.a menjawab, “Hai perempuan, saya bersyukur engkau tegur demikian karena telah sekian lama ahli Bashrah ini memuji-muji namaku, tidak seorang jua yang tahu namaku yang sebenarnya, melainkan engkaulah!”

Inilah jiwa yang telah terlatih melalui gelombang cobaan, telah mencapai keadaan keseimbangan, dan berhasil menghindari godaan dan tipu daya dari rasa iri dan dengki. Semua usaha dari keiklasan nya dalam bermujahadah  telah membuahkan hasil. Hasilnya adalah dedikasi pada setiap tugas yang Allah SWT tetapkan, dan itulah tujuan akhir dari karakter akhlak yang mulia.

Jangan biarkan diri terperdaya oleh pencapaian yang telah ada dalam diri kita, mari kita tetap belajar dan berusaha tekun dalam pengembangan diri hingga akhirnya kita mencapai derajat yang kita dambakan, yaitu tingkat tertinggi dalam kebaikan akhlak.

Inilah tingkat yang paling agung. Sulit untuk mencapainya kecuali bagi mereka yang sungguh-sungguh ingin menjadi orang yang dekat dengan Allah SWT.

Referensi:

Hamka, B. (2019). Ahklaqul Karimah. Gema Insani.

Tri Alfiani

Master student in Islamic Finance Practice (MIFP), INCEIF President's Scholarship Awardee, Content and Social Media Specialist in Islamic Finance and Economy living in Kuala Lumpur, Malaysia

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button