Uncategorized

Bersih sebagai Pondasi Investasi yang Anti Syubhat

Di dunia yang serba cepat, banyak orang ingin buru-buru ‘naik kelas’ secara finansial. Lihat orang lain sukses lewat investasi, langsung ikut. Sayangnya, seringkali langkah pertama yang diambil bukanlah ilmu atau kehati-hatian, tapi semangat kejar cuan. Padahal, bukan cuma hasil yang menentukan keberkahan tapi dari mana dan dengan cara apa itu diperoleh.

Dalam Islam, pertumbuhan harta itu bukan soal banyak atau tidaknya, tapi soal bersih atau tidak jalannya. Bahkan sebelum bicara return, strategi, atau diversifikasi, kita perlu tanya lebih dulu: “Sudah halal belum?” “Sudah thayyib?” Karena kalau dasarnya sudah kotor, hasilnya pun hanya akan jadi beban bukan keberkahan.

Allah ﷻ berfirman:
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا
“Wahai para rasul, makanlah dari yang baik-baik dan kerjakanlah amal shalih.” (QS. Al-Mu’minun: 51)

Ayat ini menunjukkan bahwa amal salih termasuk mengelola uang dan investasi harus dimulai dari sumber yang bersih. Kalau para nabi saja diperintahkan seperti itu, apalagi kita. Karena harta itu bukan cuma alat, tapi ujian. Dan kita akan ditanya, bukan hanya seberapa banyak yang kita kumpulkan, tapi dari mana ia datang dan untuk apa ia digunakan.

Maka sebelum sibuk cari platform terbaik atau produk paling cuan, mari periksa dulu niat dan jalannya. Investasi syariah mengajarkan kita satu hal penting: bahwa bersih itu bukan penghalang pertumbuhan, tapi justru fondasi utamanya. Dan yang bersih, insya Allah, akan tumbuh dengan tenang dan penuh berkah.

Risiko Menumpuk Harta Tanpa Memperhatikan Jalan Masuknya

Sering kali orang mengira bahwa semakin banyak harta, maka semakin aman hidupnya. Padahal dalam Islam, yang jadi ukuran bukan jumlah, tapi keberkahan. Dan keberkahan itu datang bukan dari besarnya angka, melainkan dari bersihnya asal. Ketika seseorang menumpuk harta tanpa peduli halal-haramnya, ia sedang membangun rumah di atas pasir terlihat kokoh, tapi rapuh di dalam.

Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
“يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ مَا يُبَالِي الرَّجُلُ مِنْ أَيْنَ أَصَابَ الْمَالَ مِنْ حَلَالٍ أَوْ حَرَامٍ”
“Akan datang kepada manusia suatu zaman dimana seseorang tidak peduli darimana ia mendapatkan harta, dari yang halal atau yang haram..” (HR. An-Nasa’i No. 4378)

Hadis ini bukan cuma peringatan, tapi realita hari ini. Banyak yang bahkan tak tahu apakah investasi yang ia geluti bebas dari riba, gharar, atau maysir. Ada yang terlibat dalam sistem yang secara kasat mata menguntungkan, tapi di baliknya ada praktik haram yang tersembunyi baik dalam akad, produk, maupun manajemennya.

Harta yang masuk dari jalan seperti ini bukan hanya menghilangkan keberkahan, tapi juga bisa menjadi sebab doanya tertolak, ibadahnya tak diterima, dan keluarganya terdampak. Rasulullah ﷺ menyebutkan tentang seorang musafir yang berdoa dengan khusyuk, tapi makanannya haram, pakaiannya haram, dan diberi makan dari yang haram, lalu Nabi bersabda:

“فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ؟”
“lalu bagaimana akan dikabulkan do’anya?” (HR. At-Tirmidzi No. 2915)

Begitulah bahayanya harta yang tidak bersih. Ia merusak lebih dari yang terlihat. Ia bukan hanya mengotori dompet, tapi juga hati. Bukan hanya menjauhkan dari keberkahan dunia, tapi juga menghambat jalan menuju akhirat.

Maka, sebelum kita terlalu jauh menumpuk dan mengembangkan, mari jujur pada diri sendiri: “Sudah bersihkah jalannya? Sudah syar’ikah akadnya?” Jangan sampai kita sibuk membangun rumah megah dari bata-bata yang penuh cela. Karena sebesar apa pun hartanya, jika tak halal jalannya, ia tidak akan menenangkan justru menggelisahkan.

Baca juga: Penimbunan: Salah Satu Penyebab Permasalahan Ekonomi

Antara Ingin Bertumbuh dan Takut Menyimpang

Di antara keinginan untuk tumbuh dan ketakutan menyimpang, banyak hati yang berkecamuk dalam diam. Ada yang merasa galau setiap kali ditawari investasi dengan iming-iming return besar, tapi tidak jelas akadnya. Ada yang sempat melangkah, lalu terhenti karena menyadari bahwa jalur yang ditempuh ternyata syubhat. Bahkan ada pula yang tetap lanjut, sambil menenangkan diri dengan kalimat, “Yang penting niatnya baik.”

Namun, dalam syariat, niat baik tidak akan membenarkan cara yang salah. Niat hanyalah permulaan. Jalan yang ditempuh harus tetap lurus.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ”
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu baik. Dia tidak akan menerima sesuatu melainkan yang baik pula. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul.” (HR. Muslim, No. 1686)

Dari sini kita belajar, bahwa ketenangan dalam investasi bukan datang dari angka yang terus bertambah, tapi dari keyakinan bahwa harta yang kita pegang benar-benar Allah ridai. Maka wajar kalau hati kita gelisah ketika ada yang terasa ganjil. Itu tanda iman masih hidup. Dan rasa takut menyimpang itu bukan untuk dilemahkan, tapi dijadikan rem agar kita tetap pada jalur yang halal.

Keinginan bertumbuh itu baik, tapi jangan sampai membutakan. Syariat tidak menghalangi kita untuk sukses, justru syariat mengarahkan agar kesuksesan kita benar-benar jadi sarana menuju keberkahan, bukan jebakan menuju penyesalan.

Baca juga: Hikmah Dibalik Memberikan Udzur dalam Pembayaran Utang

Gali Ilmu, Luruskan Jalan

Lalu bagaimana agar bisa bertumbuh tanpa menyimpang? Jawabannya sederhana tapi dalam: gali ilmu dan luruskan jalan. Jangan terburu-buru masuk ke dunia investasi tanpa paham dasar-dasar muamalah. Pelajari apa itu akad, kenali jenis-jenis riba, hindari transaksi yang mengandung gharar (ketidakjelasan), jauhi skema yang menyerempet judi atau penipuan.

Umar bin Khattab رضي الله عنه ketika menjadi khalifah pernah menegaskan:

“لا يبع في سوقنا إلا من قد تفقه، وإلا أكل الربا شاء أم أبى.”
“Jangan berdagang di pasar kami kecuali orang yang telah memahami (ilmu fikih), karena jika tidak, ia akan terjerumus dalam riba, baik ia mau ataupun tidak.” (HR. At-Tirmidzi secara mu’allaq, disebut juga oleh Ibnul Qayyim dalam I’lamul Muwaqqi’in)

Lihatlah, Umar tidak sedang bicara tentang akademisi atau ulama. Ia bicara tentang pedagang biasa, pelaku pasar, investor mereka yang menggerakkan ekonomi. Ini peringatan bahwa tanpa ilmu muamalah, seseorang akan mudah terjerumus riba, bahkan ketika niatnya baik. Karena banyak bentuk riba hari ini yang tersamar: lewat skema keuntungan tetap, akad tak jelas, atau ‘bunga’ yang dibungkus kata manis.

Maka penting bagi siapa pun yang ingin masuk ke dunia investasi untuk tidak hanya mengandalkan semangat dan modal, tapi juga memastikan ilmunya cukup. Karena investasi syariah bukan soal teknis semata, tapi soal ketaatan dan ketundukan. Ia menuntut kita untuk peka, hati-hati, dan terus mengaitkan setiap keputusan pada ridha Allah ﷻ.

Baca juga: Kesabaran dan Kepercayaan Sebagai Kunci dalam Bisnis

Bersih Itu Pondasi, Bukan Hambatan

Kesimpulan

Dalam dunia yang berlomba-lomba untuk bertumbuh cepat, Islam mengajarkan kita untuk menegakkan kebersihan sebagai fondasi. Bukan sekadar bersih dari kotoran fisik, tapi dari syubhat, riba, gharar, dan segala bentuk muamalah yang tidak syar’i.

“Bersih sebelum bertumbuh” bukan slogan pesimis. Ia adalah prinsip agung dalam investasi syariah, yang menyambungkan antara halal dan berkah, antara dunia dan akhirat. Harta yang diperoleh dari jalan yang bersih akan tumbuh dengan izin Allah, bahkan bila secara duniawi tampak lambat. Sebaliknya, harta yang dibangun di atas syubhat akan menghancurkan lebih dari yang terlihat: merusak keberkahan, merusak jiwa, dan merusak niat.

Menjaga agar langkah kita tetap dalam koridor syariat bukan memperlambat laju pertumbuhan, tapi justru memastikan bahwa pertumbuhan itu tidak membelokkan arah hidup. Itulah investasi sejati menurut Islam bukan hanya menambah angka, tapi mendekatkan pada ridha Allah ﷻ.

Maka siapa yang ingin tumbuh, pastikan dulu ia bersih. Karena hanya yang bersih, yang akan benar-benar bertumbuh.

Baca juga: Harta Kekayaan Ada, Tapi Kenapa Masih Gelisah?

Bersih sebagai Pondasi Investasi yang Anti Syubhat
Bersih sebagai Pondasi Investasi yang Anti Syubhat

Yuk Mulai Investasi Halal di Nabitu.

Referensi

Al-Qur’an al-Karim.
An-Nasā’ī, Imam. Sunan an-Nasā’ī, hadis no. 4378. Diakses dari: https://www.hadits.id/hadits/nasai/4378
Muslim, Shahih Muslim, no. 1686. Diakses dari: https://www.hadits.id/hadits/muslim/1686
At-Tirmidzi, Jāmi‘ at-Tirmidzi, no. 2915, Diakses dari: https://www.hadits.id/hadits/tirmidzi/2915
Ibnul Qayyim al-Jauziyyah. I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabb al-‘Alamin. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah

Redha Sindarotama

Quranic Reciter living in Yogyakarta. Actively teaching and spreading the beauty of Islam

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button