AqidahUncategorized

Enggak Semua yang Belum Ada Larangannya Itu Boleh

“Kan enggak ada dalil haramnya, berarti boleh dong?”

Stop! Tunggu dulu… Jangan buru-buru mikir gitu kalau enggak mau kejeblos ke yang syubhat. Soalnya enggak semua yang kelihatan aman di mata kita itu beneran aman di sisi Allah ﷻ. Kadang malah jadi bahaya karena kita enggak tahu hukum syariatnya.

Nah, tulisan ini mau ngajak kita sama-sama sadar bahwa hidup tuh enggak bisa cuma “asal gas” dalam setiap langkah. Harus jelas dulu hukumnya: boleh apa enggak? Karena kalau masih abu-abu alias syubhat, lebih baik hati-hati dan cari tahu ilmunya dulu.

Belum Tahu Bukan Berarti Enggak Ada Larangan

Kita harus bisa bedain dua hal.

Pertama, belum tahu hukum syariatnya. Ini posisi kebanyakan orang. Misalnya ada model kerja baru, sistem bisnis, atau gaya hidup yang lagi trend. Kita enggak tahu ini halal atau haram. Eh, karena enggak tahu, langsung disimpulin sendiri: “Kayaknya enggak ada dalil haramnya deh, berarti boleh.” Nah, ini bahaya banget.

Kedua, memang enggak ada dalil yang jelas ngelarang juga bukan berarti otomatis boleh. Yang bisa memastikan halal-haram itu ya para ulama, orang yang bener-bener ngerti dalil, ushul fiqh, sama metodologi ijtihad. Bukan kita yang baru baca potongan ayat di medsos trus sok-sokan jadi “hakim halal-haram.” Jadi, hati-hati bedain antara “saya enggak tahu,” “emang enggak ada dalil larangannya,” atau “emang belum jelas hukum syariatnya.”

Rasulullah ﷺ udah wanti-wanti kita soal ini:

عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «إِنَّ الْحَلَالَ بَيِّنٌ، وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ، لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ، اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ» 

“Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada perkara syubhat yang tidak banyak orang mengetahuinya. Maka siapa yang menjaga diri dari syubhat, ia telah menjaga agama dan kehormatannya.” (Hadits Riwayat Bukhari & Muslim)

Baca juga: Bagaimana Sikap Muslim di Tengah Kekacauan?

Syubhat itu Bukan Sekadar “Abu-abu”

Syubhat itu muncul ketika kita enggak tahu hukum syariatnya. Jadi, begitu ketemu sebuah pilihan perbuatan tapi bingung ini boleh apa enggak, itu udah masuk wilayah syubhat buat kita.

Dan yang bisa langsung narik hukum dari dalil itu enggak sembarang orang. Harus ulama yang punya kapasitas ijtihad. Kalau kita belum sampai level itu, tugas kita ya ikut (taklid) pada ulama yang kompeten. Caranya? Belajar, tanya sama ahlinya, dan jangan sok-sokan nebak sendiri.

Allah  ﷻ udah ingetin kita:

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada orang yang berilmu jika kalian tidak mengetahui.”  (Quran Surat An-Nahl ayat 43)

Baca juga: Cara Hidup Sederhana yang Bisa Bikin Jadi Kaya Raya

Bedain Hukum Benda dan Hukum Perbuatan

Ini juga penting. Ada yang bilang: “Kan asalnya semua benda itu mubah, sampai ada dalil yang ngelarang.” Betul, tapi itu berlaku untuk benda, ya, kayak batu, kayu, air, atau barang-barang alam lain.

Kalau udah ngomongin perbuatan manusia, kaidahnya beda. Semua perbuatan kita harus tunduk sama hukum syariat: wajib, sunnah, mubah, makruh, atau haram. Jadi enggak ada ceritanya “asal belum ada larangan, berarti boleh.”

Bahkan, status mubah sekalipun ada dasarnya. Contoh: makan nasi itu mubah, karena ada dalil umum bolehnya makan makanan halal. Tapi kalau enggak ada dalil yang meng-cover, ya enggak bisa sembarangan dicap mubah.

Baca juga: Hikmah Kisah Umar bin Khattab: Melepas Kebun Kurma, demi Menjaga Shalat

Tips Biar Enggak Asal Gas

Biar enggak gampang nyemplung ke syubhat, coba lakukan beberapa hal sederhana. Pertama, belajar ilmu syariat dasar. Minimal ngerti gimana cara bedain halal, haram, atau syubhat.

Kedua, jangan males buat nanya. Kalau lagi ragu sama suatu amalan, langsung tanyain ke ustadz atau orang yang paham. Jangan sok jadi “mufti dadakan.”

Ketiga, biasain cek dalil. Jangan gampang percaya sama obrolan random, status WA, atau postingan medsos. Kebenaran itu butuh pijakan kuat dari Al-Qur’an atau hadits.

Terakhir, biasain sikap hati-hati. Kalau masih ragu, lebih baik ditinggalin dulu. Rasulullah ﷺ udah ajarin, meninggalkan yang meragukan itu lebih selamat buat agama dan hidup kita.

Baca juga: Bekerja Keras bagi Seorang Muslim

Kesimpulan

Enggak semua yang “belum ada dalil haramnya” otomatis halal. Kalau kita enggak tahu ilmunya, bisa jadi itu wilayah syubhat. Dan Rasulullah ﷺ udah ngingetin, syubhat bisa nyeret kita ke haram tanpa sadar.

Makanya, belajar syariat itu penting banget. Dengan ilmu, kita tahu mana halal, mana haram, dan kapan harus berhenti. Kalau masih ragu, jangan gengsi buat tanya.

Setelah kita beriman dan yakin sama aqidah, tugas kita adalah bangun hidup sesuai syariat. Jadi tiap aktivitas jangan asal nebak atau ikut-ikutan. Dengan begitu, kita bukan cuma selamat dari haram dan syubhat, tapi juga hidup penuh berkah karena sejalan sama aturan Allah ﷻ.

Yuk, mulai biasain hati-hati, belajar agama, dan cek dulu sebelum bertindak. InsyaAllah hidup jadi lebih tenang, berkah, dan terarah.

Enggak Semua yang Belum Ada Larangannya Itu Boleh
Enggak Semua yang Belum Ada Larangannya Itu Boleh

Yuk Mulai Investasi Halal di Nabitu.

Referensi

Al-Qur’an al-Karim.
Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. Shahih al-Bukhari. Kitab al-Iman, Bab Fadl Man Istabra’a Lidinihi. Diakses dari: https://sunnah.com/bukhari:52
Muslim, Muslim bin al-Hajjaj. Shahih Muslim. Kitab al-Musaqat, Bab Akhz al-Halal wa Tark al-Shubuhat. Diakses dari: https://sunnah.com/muslim:1599 
An-Nawawi, Yahya bin Sharaf. Al-Arba’in An-Nawawiyyah. Hadits ke-6 tentang Halal, Haram, dan Syubhat. Diakses dari: https://sunnah.com/nawawi40:6 

Redha Sindarotama

Quranic Reciter living in Yogyakarta. Actively teaching and spreading the beauty of Islam

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button