Asal kata mudhorobah adalah dhoroba, yang memiliki arti beragam karena bergantung pada kata ikutannya. Beberapa arti harfianya adalah pergi mencari rezeki (dharaba at-thair), mencampur (dharaba asy-syai’ bi asy-syai’), berniaga atau berdagang (dharaba fil maal bil maal).
Akad mudhorobah merupakan bagian dari syirkah. Seperti yang pernah kita bahas sebelumnya, syirkah adalah perkongsian atau kerja sama untuk mendapatkan profit.
Dalam Syirkah Mudhorobah, modal usahanya disediakan oleh salah satu mitra, sedangkan mitra lainnya menyertakan keterampilan usaha/bisnis. Jadi, syirkah mudhorobah merupakan perpaduan antara syirkah amwal dan syirkah abdan.
Mitra pertama menyediakan modal usaha tanpa ikut serta dalam bisnis. Mitra pertama disebut shahibul maal (artinya pemilik modal). Sedangkan mitra kedua menyediakan keahlian tanpa ikut dalam penyertaan modal. Mitra kedua ini disebut mudharib, atau pengelola usaha.
Kerja sama antara pemilik modal dengan pelaku usaha ini disebut syirkah mudhorobah.
Siapa yang berhak mengelola usaha?
Yang berhak mengelola usaha adalah mitra kedua, yaitu mudharib. Pemodal tidak berhak ikut campur dalam pengelolaan usaha. Namun, pengelola terikat dengan syarat yang ditetapkan pemodal. Ini dicontohkan juga oleh shahabat Rasulullah ﷺ.
Pembagian keuntungannya gimana?
Pembagian keuntungan dibagi dalam bentuk porsi bagi hasil sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola. Bisa 50% pengelola, bisa 50% pemodal. Bisa juga 60% pengelola, 40% pemodal. Ketidakjelasan nisbah (porsi) pembagian keuntungan akan menyebabkan akadnya menjadi fasad atau rusak.
Kalau rugi atau impas gimana?
Dalam syirkah mudhorobah, kerugian dibebankan hanya kepada pemodal, kecuali jika kerugian tersebut terjadi karena kelalaian pengelola, maka pengelola yang akan menanggungnya. [1][2]
Kenapa kalau rugi yang terjadi secara alami, pengelola tidak menanggung kerugian?
Karena, modal 100% dari pemodal, sedangkan pengelola tidak punya modal sama sekali, hanya punya system bisnis dan SDM yang memiliki skill dan keahlian. Jadi, jike terjadi kerugian rugi, otomatis yang rugi adalah pemodal. Pengelola tidak punya atau tidak menyediakan uang, tapi punya keahlian.
Kalau rugi karena kelalaian pengelola atau karena pengelola melanggar syarat yang ditetapkan oleh pemodal?
Jika kerugian disebabkan oleh kelalaian pengelola, maka pengelola-lah yang menanggung kerugiannya
CONTOH KASUS
Misal, sobat investasi di restoran, lalu restorannya sepi. Tentu rugi, kan?
Jika pengelola usaha harus bayar kerugian, dari mana pengelola memperoleh uang tersebut?
Padahal, modal sobat sudah dibelikan menjadi bahan baku makanan, seperti daging, sayur, beras, buah, piring, dan lain-lain. Jika ini terjadi, sobat bisa mengajukan kontrak baru kepada pengelola.
Aset yang sudah bisa dimusyawarahkan, apakah mau diputar lagi jadi usaha resto atau diberikan kepada pemodal.
Kasus lainnya, pengelola terbukti ceroboh lalu kompor kebakaran sampai menghabisi seluruh asset. Maka pengelola harus mengganti seluruh modal investor.
Kesimpulannya, jika rugi terjadi secara alami, maka investor boleh memilih, mau mengambil asset atau kerja sama penjualan lagi. Jika rugi disebabkan pengelola, maka pengelola wajib mengganti modal investor atau sesuai kesepakatan bersama.
Konsep syirkah mudhorobah ini indah dan adil banget ya, dibandingkan konsep riba. Terapkan ini dimulai dari bisnis dan investasimu.
Baca juga: Macam-Macam Syirkah
Referensi:
[1] Jaih Mubarok, Akad Syirkah Mudhorobah, halaman 159.[2] Al Khayyath, Asy-Syarikah fi Asy-Syari’ah al Islamiyah, 2/66, yang dikutip oleh Shiddiq Al Jawi dalam slide ‘Hukum-hukum Syirkah’