Rukun, Syarat, dan Macam-macam Al-’Arriyyah Dalam Islam
Pinjaman (Al-’Ariyyah)
Para ahli fiqih mendefinisikan ‘ariyah’ adalah seorang pemilik barang membolehkan orang lain memanfa’atkan barang itu tanpa ada imbalan. Misalnya seseorang meminjam mobil dari orang lain untuk keperluan safar kemudian sesudah itu mengembalikan lagi kepadanya. Secara hukum al-’Ariyyah (pinjaman) asalnya adalah dianjurkan atau sunnah, berdasarkan dalil dari al-Qur’an, as-Sunnah dan ijma’, akan tetapi bisa juga berubah ketika bertemu dengan keadaan-keadaan yang membuat hukumnya berubah.
Macam-macam Ariyah
Ariyah Mutlaqah
Yaitu pinjam meminjam barang yang dalam akadnya tidak dijelaskan persyaratan apapun atau tidak dijelaskan penggunaannya. Misalnya meminjam sepeda motor di mana dalam akad tidak disebutkan hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan sepeda motor tersebut. Meskipun demikian, penggunaan barang pinjaman harus disesuaikan dengan kebiasaan dan tidak boleh berlebihan.
Ariyah Muqayyadah
Ariyah muqayyadah adalah meminjamkan suatu barang yang dibatasi dari segi waktu dan kemanfaatannya, baik disyaratkan oleh kedua orang yang berakad maupun salah satunya. Oleh karena itu, peminjam harus menjaga barang dengan baik, merawat, dan mengembalikannya sesuai dengan perjanjian.
Rukun Al-’Ariyyah
Menurut ulama Hanafiyyah, rukun ariyah terdiri dari ijab dan qabul. Ijab qabul tidak diwajibkan untuk diucapkan, namun cukup dengan menyerahkan pemilik kepada peminjam barang yang dipinjam.
Namun menurut sebagian besar ulama berendapat bahwa terdapat beberapa rukun ariyah, yakni ada 4 yaitu:
- Mu’iir (al-maalik), yang memiliki barang.
- Musta’iir (al-muntafi’ bil ‘ain al-mu’aaroh), yang meminjam barang.
- Mu’aar (al-a’in), barang yang dipinjam.
- Shighah, adanya ijab qabul.
Syarat-syarat Al-Ariyyah
Syarat al-mu’iir (orang yang memberikan pinjaman/pemilik barang)
- Al-ikhtiyaar, atas pilihan sendiri, maka tidak sah jika dipaksa.
- Sah melakukan tabarru’, sah dalam melakukan akad tolong menolong. Orang gila dan anak kecil tidak sah melakukan transaksi ‘ariyyah.
- Yang meminjamkan adalah pemilik barang yang akan dipinjamkan dan diambil manfaat.
Catatan: Yang meminjam barang tidak sah meminjamkan barang itu kepada yang lain kecuali dengan izin yang punya barang.
Syarat al-musta’iir (orang yang mendapat pinjaman barang)
- At-ta’yiin, ditentukan siapa yang meminjam barang.
- Ithlaq tasharruf, orangnya yang diizinkan syariat memanfaatkan barang. Sehingga anak kecil atau orang gila tidak sah meminjam barang kecuali ada walinya yang melakukan akad.
Syarah al-mu’aar (barang yang dipinjamkan)
- Barangnya bisa diambil manfaat. Sehingga keledai kecil tidak dibolehkan dipakai untuk memikul barang di luar dari kemampuannya.
- Barangnya mubah. Sehingga barang yang haram seperti babi atau khamar tidak sah untuk dipinjamkan.
- Manfaatnya tertentu.
- Barang yang dipinjamkan tetap ada bentuknya. Maka meminjam sabun untuk mandi tidak masuk dalam istilah ‘ariyyah, tetapi disebut meminta sabun.
Syarat shighah
Lafaz yang digunakan adalah lafaz yang menunjukkan izin pemanfaatan barang yang dipinjamkan.
Kewajiban Mu’ir dan Musta’ir
Dalam akad ariyah, ada kewajiban bagi pemberi pinjaman dan peminjam, yakni:
- Kewajiban pemberi pinjaman (mu’ir):
- Menyerahkan atau memberikan benda yang dipinjam dengan ikhlas dan suka rela
- Barang yang dipinjam harus barang yang bersifat tetap dan memberikan manfaat
- Kewajiban peminjam (musta’ir):
- Harus memelihara benda pinjaman dengan rasa tanggungjawab
- Dapat mengembalikan barang pinjaman tepat waktu
- Biaya ditanggung peminjam, jika harus mengeluarkan biaya.
- Bertanggung jawab terhadap barang yang dipinjam
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam Ariyah
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam akad ariyah, antara lain:
- Pinjam meminjam barang harus dimanfaatkan untuk hal-hal yang halal dan tidak melanggar norma Pinjam meminjam barang untuk perbuatan maksiat atau melanggar norma agama maka hukumnya haram.
- Orang yang meminjam barang hanya boleh menggunakan barang pinjaman sebatas yang diizinkan oleh pemilik barang atau kurang dari batasan yang ditentukan oleh pemilik Misalnya, seseorang meminjamkan buku dengan akad hanya untuk dibaca maka buku tersebut tidak boleh difotocopy.
- Menjaga dan merawat barang pinjaman dengan baik seperti miliknya
Hal ini selaras dengan hadis Rasulullah Saw:
Artinya: “Dari Samurah, Nabi Saw. bersabda: “Tanggung jawab barang yang diambil atas yang mengambil sampai dikembalikannya barang itu.” (HR. Ibnu Majah).
- Jika dalam proses mengembalikan barang itu memerlukan biaya maka yang menanggung adalah pihak peminjam.
- Akad pinjam-meminjam boleh diputus dengan catatan tidak merugikan salah satu
- Akad pinjam-meminjam dihukumi batal/selesai jika salah seorang dari kedua belah pihak meninggal dunia, atau karena gila. Jika hal itu terjadi, maka ahli waris wajib mengembalikannya dan tidak boleh memanfaatkan barang pinjaman
- Jika terjadi perselisihan antara pemberi pinjaman dan peminjam, misalnya pemberi pinjaman mengatakan bahwa barangnya belum dikembalikan, sedangkan peminjam mengatakan bahwa barangnya sudah dikembalikan, maka pengakuan yang diterima adalah pengakuan pemberi pinjaman dengan catatan disertai
- Peminjam wajib mengembalikan barang pinjaman jika waktunya telah berakhir dan tidak boleh memanfaatkan barang itu lagi.
Alhamdulillah, sekarang sudah mengetahui tentang Rukun, Syarat, dan Macam-macam Al-’Arriyyah Dalam Islam bukan? Semoga bermanfaat.
Refrensi:
Al-Imtaa’ bi Syarh Matn Abi Syuja’ fii Al-Fiqh Asy-Syafii. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Hisyam Al-Kaamil Haamid. Penerbit Daar Al-Manaar.
‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma’ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm 707 – 708) https://archive.org/details/alwajizensiklopediafiqihislamdalamalqurandanalsunnahalshahihabdulazhimbinbadawialkhalafi/page/n667/mode/2up
https://an-nur.ac.id/pengertian-ariyah-dasar-hukum-rukun-dan-syarat-macam-kewajiban-muir-dan-mustair-hal-hal-yang-harus-diperhatikan/