AqidahMuslim Lifestyle

Ridha Allah SWT dan Manusia

Mencari ridha manusia tentu akan memusingkan dengan standar yang tidak ada habisnya. Semakin di cari semakin haus. Ibarat kita minum tidak akan hilang dahaga. Maka akan sangatlah sia-sia ketika kita hidup hanya untuk mencari keridhaan manusia padahal jalannya bengkok dan tidak tentu ujung.

Lalu, manakah yang kita cari, ridha Allah SWT atau ridha manusia?

Jawabnya tentu saja ridha Allah swt karena manusia diciptakan untuk beribadah, menaati dan patuh mengikuti perintahNya. Kebaikan dan keberuntungan hidup hanya bergantung kepadaNya.

Oleh sebab itu,  segala kegiatan seorang mukmin hanyalah mencari ridho Allah SWT, bukan mencari ridho manusia. Meskipun lantaran itu, seluruh manusia akan marah dan benci kepada kita, bahkan meskipun dia disakiti dan dianiaya. 

Janganlan ridha manusia yang kita pilih sedangkan ridha Allah swt yang kita tinggalkan karena di tangan-Nyalah terpegang segala kekuasaan dan kesuksesan. Sebagaimana firman Allah 

قُلِ ٱللَّهُمَّ مَٰلِكَ ٱلْمُلْكِ تُؤْتِى ٱلْمُلْكَ مَن تَشَآءُ وَتَنزِعُ ٱلْمُلْكَ مِمَّن تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَآءُ ۖ بِيَدِكَ

ٱلْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

Artinya: Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS: Ali imran:26).

Segala kekuasaan dan kebaikan datangnya hanya dari Allah SWT, baik berupa harta, kemuliaan (jabatan) dan ketenangan hidup. Tapi, terkadang manusia masih sering khilaf mencari ridha selain ridhaNya.

Mengapa kita mengambil muka kepada manusia, padahal mereka pun hamba seperti kita adanya. Merekapun lemah tak berdaya, tak dapat menolong dirinya sendiri, jangankan menolong orang lain. Mengapa kita tidak sadar akan kekuatan sang khalik, padahal di tanganNya ada hukum hidup dan hukum mati.

Ketika kita berusaha bekerja dengan ikhlas mencari ridha Allah swt walaupun harus kehilangan kecintaan manusia, kita akan tetap mengerjakan apa yang Allah ridhai.

Terdapat kutipan yang menarik dari buku Buya Hamka dari judul buku “Akhlaqul Karimah”

Ditanyainya hati sendiri, adakah perbuatannya disukai Allah swt. Jika hati menjawab bahwa Allah SWT memang suka, teruslah dikerjakan walaupun manusia mencelanya. Tidak dihiraukan sorak-sorak masyarakat karena yang akan berbekas pada dirinya hanya semata-mata hukum Allah SWT juga, yang semuanya telah tertulis lebih dahulu, tak kuasa tangan manusia mengubahnya.

Dunia manusia terbatas, akhirat tuhanlah yang kekal, kita tidak akan mencari yang fana dan meninggalkan yang baqa. Kita tidak bersujud, bersimpuh di hadapan manusia supaya dapat pangkat atau dapat pujian jika sekiranya di balik itu berdiri azab dan siksaan Allah SWT dengan tiga lapis kain kafan jua.

Jika kita mencari ridha Allah maka ini berarti kita juga melatih keikhlasan kita sebagai seorang hamba dalam beramal. Berbicara tentang keikhlasan dan mencari ridha Allah sebenarnya sudah di jelaskan juga di dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah:

Abu Hurairah berkata: Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalnya. Allah bertanya kepadanya, ‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab, ‘Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berkata, ‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka.’

Selanjutnya Rasulullah Sahallahu alaihi wa sallam melanjutkan sabdanya, “Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al-Qur-an. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya, ‘Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab, ‘Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya serta aku membaca al-Qur’an hanyalah karena Engkau.’ Allah berkata, ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau membaca al-Qur-an supaya dikatakan seorang qari’ (pembaca al-Qur-an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.’

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menceritakan orang selanjutnya yang pertama kali masuk neraka, “Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalnya (mengakuinya). Allah bertanya, ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Dia menjawab, ‘Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’ Allah berkata, ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka’,” (HR. Muslim).

 Dari hadits ini menggambarkan bahwa segala perbuatan atau amalan yang kita lakukan tidak akan pernah mendapatkan ridha Allah jika kita masih mengharapkan ridha manusia seperti pengakuan di hadapan manusia terhadap apa yang kita lakukan sehingga menimbulkan riya’.

Nah, dari penjelasan di atas, mari kita senantiasa menyadarkan diri kita untuk ‘senantiasa ikhlas’ dalam setiap melakukan amal salih dan berupaya berburu ridho Allah SWT. Hanya ini kunci utama sebagai pembuka ridho Ilahi. Semoga Allah SWT memudahkan kita untuk mendapatkan setiap ridhoNya. Amiin. Ya Robbal ‘alamin.

Referensi:

Hamka, B. (2019). Ahklaqul Karimah. Gema Insani.

UII Blog. (2020, Maret 10). Berburu Ridho Ilahi. Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII. https://fpscs.uii.ac.id/blog/2020/03/10/berburu-ridho-ilahi/

Tri Alfiani

Master student in Islamic Finance Practice (MIFP), INCEIF President's Scholarship Awardee, Content and Social Media Specialist in Islamic Finance and Economy living in Kuala Lumpur, Malaysia

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button