Muslim LifestyleOpini

Liburan Berkah Berfaedah

Liburan merupakan momen istirahat yang dianggap penting bagi banyak orang. Bagi sebagian, ini bukan hanya tentang melepas penat, tetapi juga sebagai bentuk eksistensi dan pengakuan diri. Ada perbedaan cara orang menikmati liburan, dari yang terbiasa dengan destinasi eksotis hingga mereka yang sekadar menikmati waktu luang pada akhir pekan dengan kegiatan santai. Tapi dalam islam bagaimana sih kita bisa memanfaatkan momentum liburan agar bisa mendapatkan keberkahan yang akhirnya akan benyak menambah faedah dalam kehidupan kita?

Terlepas dari cara kita menikmati liburan, terkadang ada kesenjangan antara apa yang kita peroleh dan apa yang sesungguhnya membuat kita bahagia. Ada pandangan bahwa kebahagiaan itu seringkali didasarkan pada materi dan kenikmatan duniawi belaka. Namun, pandangan ini menurut banyak dalil dan ayat adalah sesuatu yang menipu. Allah Ta’ala berfirman 

اِعْلَمُوْٓا اَنَّمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ وَّزِيْنَةٌ وَّتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى الْاَمْوَالِ وَالْاَوْلَادِۗ كَمَثَلِ غَيْثٍ اَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهٗ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرٰىهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُوْنُ حُطَامًاۗ وَفِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيْدٌۙ وَّمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانٌ ۗوَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ ( الحديد)٠ 

Artinya: Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (Surat Al-Hadid Ayat 20)

Sebagai seorang muslim yang ingin kehidupan akhirat yang baik tentu akan menganggap juga bahwa kesenangan dunia hanyalah sesuatu yang menipu. Bahkan, perumpamaan kesenangan dunia diibaratkan sebagai sesuatu yang fana, mirip bangkai anak kambing. Rasulullah sendiri menyampaikan perumpamaan ini untuk menekankan bahwa dunia ini jauh lebih rendah nilainya di mata Allah jika dibandingkan dengan hal-hal yang sebenarnya. Diriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu anhu :

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  مَرَّ بِالسُّوْقِ دَاخِلًا مِنْ بَعْضِ الْعَالِيَةِ وَالنَّاسُ كَنَفَتَهُ. فَمَرَّ بِجَدْيٍ أَسَكَّ مَيِّتٍ فَتَنَاوَلَهُ فَأَخَذَ بِأُذُنِهِ، ثُمَّ قَالَ: ))أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنَّ هَذَا لَهُ بِدِرْهَمٍ؟ (( فَقَالُوْا: مَا نُحِبُّ أَنَّهُ لَنَا بِشَيْءٍ وَمَا نَصْنَعُ بِهِ؟ قال:(( أَتُحِبُّوْنَ أَنَّهُ لَكُمْ؟ )) قَالُوْا: وَاللهِ لَوْ كَانَ حَيًّا كَانَ عَيْبًا فِيْهِ، لِأَنَّهُ أَسَكُّ. فَكَيْفَ وَهُوَ مَيِّتٌ؟ فَقَالَ: (( فَوَاللهِ لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ )).

Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan melewati pasar sementara banyak orang berada di dekat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berjalan melewati bangkai anak kambing jantan yang kedua telinganya kecil. Sambil memegang telinganya Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa diantara kalian yang berkenan membeli ini seharga satu dirham?” Orang-orang berkata, “Kami sama sekali tidak tertarik kepadanya. Apa yang bisa kami perbuat dengannya?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kalian mau jika ini menjadi milik kalian?” Orang-orang berkata, “Demi Allâh, kalau anak kambing jantan ini hidup, pasti ia cacat, karena kedua telinganya kecil, apalagi ia telah mati?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَوَاللهِ لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ

Demi Allâh, sungguh, dunia itu lebih hina bagi Allâh daripada bangkai anak kambing ini bagi kalian. (Shahih: HR. Muslim, no. 2957)

Tapi ingat, meski dunia dalam dalil-dalil diatas itu dinilai rendah dibanding negeri akhirat akan tetapi dalam pandangan islam mengenai liburan atau istirahat merupakan suatu amalan yang dibolehkan. Kebutuhan liburan atau istirahat ini juga dipandang sebagai fitrah manusia yang butuh momen untuk refreshing. Karena dalam Islam, semua kegiatan bisa bernilai ibadah jika niatnya tulus dan sesuai dengan syariat tentunya. Liburan pun bisa menjadi ibadah jika dilakukan dengan cara yang baik dan benar.

Bukan hanya soal ibadah formal, liburan juga bisa menjadi kesempatan untuk mempererat hubungan keluarga, bertemu sanak saudara, atau bahkan membantu orang tua di rumah. Menyisihkan waktu untuk memperdalam ilmu agama atau melakukan kegiatan yang sulit dilakukan saat rutinitas biasa misal kerja atau sekolah juga merupakan bentuk liburan yang bernilai.

Jadi, liburan yang bermakna, berkah, dan berfaedah bukan hanya tentang tempat atau destinasi yang dikunjungi, tapi juga tentang bagaimana kita memanfaatkannya untuk mengisi hati, pikiran, dan jiwa dengan kebaikan. Ini juga mencakup menjadikan momen liburan sebagai waktu untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, merenungi kebesaran-Nya, dan meningkatkan kualitas diri sebagai manusia yang beriman.


Referensi : 
https://tafsirweb.com/10716-surat-al-hadid-ayat-20.html
https://almanhaj.or.id/5862-dunia-lebih-jelek-daripada-bangkai.html

Redha Sindarotama

Quranic Reciter living in Yogyakarta. Actively teaching and spreading the beauty of Islam

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button