Musyarakah dengan Bagi Hasil Tiering, Bolehkah?
Salah satu skema bagi hasil yang mungkin diajukan dalam akad Musyarakah adalah skema bagi hasil bertingkat atau yang disebut dengan tiering. Hal ini dilakukan dengan memberikan nisbah bagi hasil berbeda berdasarkan persentase keuntungan tertentu yang berhasil direalisasikan dari modal atau penjualan. Contohnya adalah sebagai berikut:
Baca Juga:
Bagaimana Sholat Dapat Mepengaruhi Rezeki?
Akad Mudharabah Dapat Menumbuhkan Semangat Saling Membantu dalam Pembiayaan Usaha, Kok Bisa?
Contoh 1:
Ahmad dan Agus melakukan akad Musyarakah dalam usaha penjualan kue kering selama 1 tahun dimana Ahmad memberikan modal sebesar Rp 125.000.000,- dan Agus memberikan modal sebesar Rp 75.000.000,-. dengan pembagian hasil usaha sebagai berikut:
- Jika keuntungan yang direalisasikan dibawah atau sama dengan 10% modal maka pembagian keuntungan dilakukan dengan nisbah 40% untuk Agus dan 60% untuk Ahmad
- Jika keuntungan yang direalisasikan berada diatas 10% dan dibawah 20% dari modal maka pembagian keuntungan dilakukan dengan 2 level:
- a. keuntungan yang mencapai 10% modal dibagikan dengan nisbah 40% untuk Agus dan 60% untuk Ahmad
- b. sisa keuntungan yang berada diatas 10% dibagikan dengan nisbah 60% untuk Agus dan 40% untuk Ahmad
- Jika keuntungan yang direalisasikan sama atau diatas 20% dari modal maka pembagian keuntungan dilakukan dengan 3 level:
- a. Keuntungan yang mencapai 10% modal dibagikan dengan nisbah 40% untuk Agus dan 60% untuk Ahmad
- b. sisa keuntungan yang berada diatas 10% dan berada di bawah 20% dibagikan dengan nisbah 60% untuk Agus dan 40% untuk Ahmad
- c. sisa keuntungan dari 20% keatas dibagikan dengan nisbah 70% Agus dan 30% untuk Ahmad
Baca Juga:
Bagaimana Cara Menghadapi Syubhat Sesuai Hadits Nabi ﷺ ?
Bagaimana Pandangan Fiqih Mengenai Puasa Syawal?
Hal ini diperbolehkan berdasarkan standar syariah AAOIFI bab Syirkah dan Syirkah kontemporer poin 5/5/1/3:
يجوز الاتفاق على أي طريقة لتوزيع الربح ثابتة أو متغيرة لفترات زمنية: بنسبة كذا للأولى و كذا للثانية تبعا لاختلاف الفترة أو بحسب كمية الأرباح المحققة شريطة ألا تؤدي إلى احتمال قطع اشتراك أحد الأطراف في الربح
Diperbolehkan melakukan kesepakatan tentang cara pembagian laba yang tetap atau berubah untuk jangka waktu tertentu : dengan persentase tertentu untuk periode pertama dan kedua sesuai dengan perbedaan periode atau berdasarkan jumlah laba yang diperoleh, asalkan tidak menyebabkan kemungkinan terhalangnya salah satu pihak dari mendapatkan laba.
Dalam standar diatas dijelaskan bahwa diperbolehkan melakukan bagi hasil dengan nisbah yang berganti-ganti sesuai kesepakatan para serikat.
Hal ini juga sesuai dengan kaidah umum muamalah
الأصل في الأشياء الإباحة
Hukum asal dari segala sesuatu adalah mubah
Kaidah ini menjelaskan bahwa segala sesuatu yang tidak ada larangannya maka hukum asalnya boleh dalam syariat, dan tidak ada dalil yang secara tegas melarang pembagian bagi hasil Musyarakah dengan nisbah yang berbeda-beda ketika batasan-batasannya diketahui.
Namun dalam melaksanakan sistem bagi hasil Musyarakah bertingkat tidak boleh ada skema yang menghalangi salah satu serikat dari peluang mendapatkan bagi hasil sepeserpun, contohnya adalah sebagai berikut:
Yusuf dan Yunus melakukan akad Musyarakah dalam usaha penjualan baju thrift selama 1 tahun dimana Yusuf memberikan modal sebesar Rp 125.000.000,- dan Yunus memberikan modal sebesar Rp 75.000.000,-. dengan pembagian hasil usaha sebagai berikut:
- Jika keuntungan yang direalisasikan dibawah atau sama dengan 10% modal maka seluruh keuntungan untuk Yusuf
- Jika keuntungan yang direalisasikan berada diatas 10% dan dibawah 20% dari modal maka pembagian keuntungan dilakukan dengan 2 level:
- a. Keuntungan yang mencapai 10% modal seluruhnya untuk Yusuf
- b. Sisa keuntungan yang berada diatas 10% dibagikan dengan nisbah 60% untuk Yunus dan 40% untuk Yusuf
Skema seperti ini dilarang karena jika keuntungan usaha antara Yusuf dan Yunus berada dibawah 10% modal atau Rp 20.000.000,- maka Yunus tidak mendapatkan keuntungan sama sekali. Hal ini bertentangan dengan prinsip dalam Musyarakah yang memiliki tujuan berbagi keuntungan.
Baca Juga:
Apa yang Harus dilakukan Sebelum dan Sesudah sholat Idul Fitri?
Anjuran Berpuasa Syawwal, Apa Saja Keutamaannya?
Implementation of The Zakat System in The Modern Era
Musyarakah merupakan salah satu akad kerjasama bisnis yang dibolehkan dalam syariat Islam. Dalam perkembangannya praktek Musyarakah memiliki berbagai tambahan klausul-klausul yang dianggap lebih sesuai dengan berbagai kasus dan kebutuhan yang berbeda-beda diantaranya klausul bagi hasil bertingkat. Semoga Allah ta’ala senantiasa membantu kita semua dalam melaksanakan akad Musyarakah yang sesuai syariat dalam kegiatan bisnis kita.
Wallahu a’lam
Baca Juga:
The Urgency of Maintaining the Spirit of Worship Until the End of Ramadan
Guide to I’tikaf in the Month of Ramadan: Seclusion in Obedience
Practical Guide to Zakat Fitrah
Referensi
- هيئة المحاسبة و المراجعة للمؤسسات المالية الإسلامية. (2017). المعايير الشرعية [Review of المعايير الشرعية ]
- Hukum Asal Segala Sesuatu Adalah Mubah – Islampos. (2021, January 25). https://www.islampos.com/hukum-asal-segala-sesuatu-adalah-mubah-223797/#google_vignette
- أحكام المضاربة – خالد عبد المنعم الرفاعي. (n.d.). Ar.islamway.net. Retrieved April 10, 2024, from https://ar.islamway.net/fatwa/77088/