Gengsi dan Gaya Hidup dalam Islam
Salah satu jenis penyakit hati yang sering dianggap sepele adalah gengsi. Ia dapat muncul dalam berbagai bentuk seperti keinginan untuk tampil lebih mewah dari yang sebenarnya menunjukkan status sosial yang tidak realistis atau bahkan menolak bantuan untuk mempertahankan citra. Tak jarang gengsi dibungkus sebagai gaya hidup dalam masyarakat modern. Di balik penampilannya yang halus gengsi dapat menjadi penghalang bagi kebahagiaan, keikhlasan dan bahkan pengabdian.
Meskipun Islam tidak menentang kemajuan atau kemewahan itu menempatkan batas yang jelas antara kebutuhan dan egoisme. Kehilangan arah hidup dapat terjadi ketika gaya hidup difokuskan pada gengsi daripada memenuhi fungsi. Ia lupa bahwa mencari ridha Allah ﷻ adalah tujuan utama hidup dan terlalu sibuk mempertahankan gambaran di mata manusia. Kesalahan paling dasar dalam menjalani hidup yang dikendalikan gengsi adalah menukar kedamaian batin dengan pengakuan semu. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:
“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu, serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan…”
(QS. Al-Hadid: 20)
Ayat ini memberikan peringatan kepada manusia bahwa dunia penuh dengan ilusi.
Banyak orang masih tertipu oleh pola lama yang menunjukkan kekayaan dan status sosial. Sementara Islam tidak mengharamkan kekayaan namun melarang kesombongan. Gengsi tidak terkendali dapat menyebabkan perilaku pamer dan membanding-bandingkan yang pada gilirannya dapat menyebabkan utang untuk mempertahankan gaya hidup semu.
Baca juga: Said bin Amir al-Jumahi, Sang Gubernur yang Sederhana
Antara Kenyataan dan Gengsi
Hidup seorang Muslim seharusnya berfokus pada fungsi bukan gengsi. Nabi Muhammad ﷺ memiliki kemampuan untuk hidup mewah tetapi dia sendiri menjalani kehidupan yang sederhana. Pilihannya untuk bersahaja adalah contoh bagaimana orang harus melihat dunia sebagai sarana daripada tujuan.
Kesederhanaan tidak berarti tidak memiliki pilihan. Ia sebenarnya merupakan manifestasi dari kekuatan spiritual seseorang dalam menahan keinginan yang tidak perlu. Gaya hidup gengsi sering kali berasal dari tekanan sosial daripada kebutuhan. Anda mungkin ingin terlihat mapan ingin tampil setara dengan orang lain atau hanya takut terlihat biasa saja. Meskipun demikian hidup yang dijalani dengan tujuan untuk menikmati penilaian manusia akan terus menyiksa. Ia akan memaksa seseorang untuk menyesuaikan diri dengan standar yang tidak pernah puas. Fokus pada fungsi akan mengurangi stres. Tidak perlu membeli sesuatu hanya karena model atau tinggal di tempat yang mahal hanya karena status. Hidup menjadi lebih adil, santai dan sesuai kemampuan ketika tujuan adalah fungsi.
Baca juga: Qana’ah dan Ambisi: Apakah Berlawanan dalam Islam?
Keluar dari Gengsi
Mengatasi gaya hidup gengsi tidak dapat dilakukan secara instan. Kesadaran iman yang dibarengi dengan keberanian sosial diperlukan. Qanaah yang berarti merasa cukup dengan apa yang telah diberikan Allah ﷻ adalah kuncinya. Qanaah memfokuskan seseorang pada nikmat yang mereka miliki daripada kekurangan mereka dibandingkan dengan orang lain. Semangat ini berasal dari iman bukan dari keadaan keuangan.
Selain itu akan membantu dalam menghindari gemerlap dunia dengan menanamkan rasa syukur dan menyadari bahwa dunia hanya sementara. Mengingat bahwa harta penampilan dan status sosial hanyalah ujian seorang Muslim akan lebih mudah mengontrol diri daripada cenderung membanggakan dunia. Penciptaan lingkungan yang mendukung gaya hidup sederhana juga penting. Keluarga yang tidak menuntut simbol status teman yang rendah hati dan budaya yang menghormati kejujuran di atas penampilan akan sangat membantu menjaga diri. Banyak orang gengsi karena merasa perlu menyesuaikan diri dengan lingkungannya bukan karena keinginan.
Baca juga: Hubungan Antara Akhlaq dan Iman dalam Islam
Orang Berilmu Tidak Gengsi
Selama bertahun-tahun para ulama telah mengingatkan bahwa egoisme dapat menghalangi kemajuan pribadi. Orang gengsian sering menolak untuk belajar karena takut terlihat bodoh tidak bertanya karena takut dianggap tidak tahu atau menolak kebenaran karena tidak ingin mengakui kesalahan mereka. Ini bertentangan dengan nilai Islam yang sangat memuliakan orang yang rendah hati dan terbuka terhadap kebenaran. Islam mengajarkan bahwa harga diri sejati tidak dibangun dari penampilan gelar atau merek. Ia lahir dari tindakan jujur amanah dan bantuan nyata. Karena itu semakin banyak orang yang bergantung pada gengsi untuk menutupi kekurangannya semakin jauh mereka dari makna hidup yang sebenarnya. Hidup kita seharusnya bermakna menurut Allah ﷻ daripada menurut manusia.
Baca juga: Benefit Kerendahhatian dalam Crowdfunding

Yuk Mulai Investasi Halal di Nabitu.
Referensi
Hops ID Muslima. (2021, September 17). Penyakit gengsi dan cara mengatasinya agar tidak merugikan diri sendiri. https://muslima.hops.id/gaya/pr-3042154463/penyakit-gengsi-dan-cara-mengatasinya-agar-tidak-merugikan-diri-sendiri
Tanwir.id. (n.d.). QS Al-Hadid 20: Hedonisme antara gengsi atau fungsi. https://tanwir.id/qs-al-hadid-20-hedonisme-antara-gengsi-atau-fungsi/
Konsultasi Syariah. (2013). Gengsi tapi terpuji. https://konsultasisyariah.com/21803-gengsi-tapi-terpuji.html
Bincang Syariah. (2019). Kritik ulama terhadap rasa gengsi. https://bincangsyariah.com/kolom/kritik-ulama-terhadap-rasa-gengsi/
Suara Islam. (2021). Hidup rumit karena gengsi. https://suaraislam.id/hidup-rumit-karena-gengsi/