Rejeki

Mencari Rezeki yang Halal Adalah Ibadah

Banyak diantara kita yang mengira bahwa dalam hidup ini yang dinamakan ibadah hanyalah soalan sholat, puasa, haji, sedekah, membaca quran atau yang sejenisnya. Disamping itu tak jarang pula yang kemudian mengira bahwa berbisnis, bekerja, mengurus urusan rumah tangga, menyapu, mendidik anak, tidaklah berkaitan dengan ibadah kepada Allah Ta’ala secara langsung. Dan ternyata anggapan seperti itu juga pernah dikemukakan oleh salah seorang sahabat Rasullullah SAW.

Diriwayatkan at-Tabrani ketika Rasulullah SAW duduk bersama para sahabat, lewatlah seorang lelaki dengan penuh semangat. Salah seorang sahabat berkata, “Alangkah baiknya sekiranya semangatnya itu dimanfaatkan di jalan Allah.” Nabi menjelaskan, “Jika dia ke luar untuk keperluan anaknya yang masih kecil, dia itu di jalan Allah. Jika dia ke luar untuk keperluan kedua orang tuanya yang sudah renta, dia di jalan Allah. Jika dia ke luar bekerja karena ingin menjaga kesucian dirinya (dari meminta-minta), dia juga di jalan Allah. Dan jika dia ke luar untuk pamer dan gagah-gagahan, dia di jalan setan.”

Dalam riwayat yang lain Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya Allah mencintai hamba-Nya yang muhtarif (bekerja, berprofesi, dan berbisnis).”

Sungguh Rasulullah SAW mengarahkan kita umatnya guna memaksimalkan kemampuan yang sudah Allah berikan demi tingkatkan kualitas diri, termasuk dalam bekerja ataupun berbisnis. Begitu berartinya memperoleh rezeki secara halal, seseorang Muslim pun tidak dibenarkan bermalas-malasan dalam berupaya. Dia wajib berikhtiar sekuat tenaga mencari yang halal sebab itu merupakan ibadah.

Selain itu pekerjaan apapun sekalipun pekerjaan itu dianggap rendahan dalam pandangan manusia, berusaha dengan sebaik-baiknya memperoleh karunia Allah secara halal jauh lebih mulia daripada meminta-minta. Sebagaimana sabda Nabi yang diriwayatkan dalam sebuah hadits. Rasulullah SAW bersabda, ”Seseorang yang meraih tali, lalu datang dengan membawa seikat kayu bakar di pundaknya kemudian menjualnya sehingga Allah menutupi wajahnya (memuliakanya), itu lebih baik daripada meminta-minta kepada orang-orang, di mana mereka itu adakalanya memberi dan adakalanya tidak memberi” (HR Bukhari).

Allah berfirman:

وَقُلِ ٱعۡمَلُواْ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمۡ وَرَسُولُهُۥ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ  

“Dan Katakanlah, ‘Bekerjalah kalian, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaan kalian itu. Dan kalian akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan’” (QS. At-Taubah (9) : 105).


Sehingga perlu kita sadari bahwa aktivitas bisnis yang tidak didasari dengan keimanan adalah kedzaliman. Karena dalam Islam, bekerja atau berbisnis bukanlah sekadar aktivitas ekonomi, melainkan amal yang tercermin dari keimanan, perwujudan tauhid, serta bukti ketinggian akhlak dan ketakwaan kepada Allah SWT. Dalam sebuah riwayat Rasulullah bersabda, “Pedagang (pebisnis) yang amanah dan dapat dipercaya, akan dibangkitkan di surga bersama para Nabi, orang-orang yang dapat dipercaya, dan orang-orang yang mati syahid.” HR Ibnu Majah (no. 2139), al-Hakim (no. 2142).


Sungguh berbisnis pahalanya ternyata dapat disandingkan dengan jihad, seandainya dalam aktivitasnya sesuai syariat. Kemudian mereka pun tidak terjebak untuk meraup keuntungan materi secara bathil, sekali pun ada kesempatan yang mendatanginya. Sehingga pebisnis yang akhirnya mampu mengalahkan nafsu semacam itu, dapat kita masukkan kedalam pedagang yang berjuang menegakkan perintah Allah dalam setiap aktivitasnya.

Supaya nilai ibadah serta jihad dalam berbisnis bisa terwujud maka pertama kita mesti menguatkan niat kita hanya untuk mengharap ridho Allah SWT. Kedua, kita mesti menjalankan bisnis sesuai dengan tuntunan Allah serta Rasul- Nya. Ketiga. Tetap senantiasa mengingat Allah dalam seluruh proses bisnis. Keempat. Bersyukur dikala sukses, tabah dikala belum berhasil, serta terus istiqomah berikhtiar. Sungguh inilah kebesaran Islam yang dapat menempatkan kemampuan umatnya untuk menempatkan aktivitasnya dengan tepat, termasuk aktivitas antara kehidupan bisnis dan kehidupan rumah tangga serta sosial. 

Memahami tujuan berbisnis atau bekerja itu sangatlah penting dalam aktivitas amal sholih kita. Pertama. Kita perlu sadari bahwa berbisnis atau bekerja merupakan bagian dari kewajiban yang diperintahkan oleh Allah SWT. Kemudian yang kedua, berbisnis atau bekerja juga akan menentukan martabat seorang manusia apakah setiap muslim dapat meraih penghasilan mandiri secara halal atau hanya meminta-minta saja. Ketiga, bisnis yang halal merupakan sumber penghasilan yang baik. Keempat. Bekerja atau berbisnis merupakan sarana untuk melayani kebutuhan sehari-hari masyarakat. Kelima. Bekerja tidak hanya ikhtiar demi memajukan standar ekonomi dan sosial seseorang, tetapi juga bertujuan untuk memajukan seluruh masyarakat. Oleh karena itu, untuk meraih rezeki yang halal, kita harus saling bekerja sama atau bersinergi. Kemudian setelah rezeki diperoleh pun kita mesti membelanjakan pula sesuai syariat islam, serta ada hak kaum miskin dhuafa yang harus kita ditunaikan, sekaligus memberdayakan potensi yang mereka miliki seperti memberikan modal, pelatihan, dan pengembangan mental agar kehidupan ekonomi mereka meningkat.

Referensi:

https://tafsirweb.com/3121-surat-at-taubah-ayat-105.html
https://www.tintasiyasi.com/2022/09/bisnis-yang-dilandasi-iman-dan-mencari.html

Redha Sindarotama

Quranic Reciter living in Yogyakarta. Actively teaching and spreading the beauty of Islam

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button