Ekonomi Islam

3 Pilar Ekonomi Islam

Berbicara mengenai pilar ekonomi, tentu Kita tidak bisa melepaskan dari tiga ideologi yang masih eksis saat ini. Ideologi tersebut terdiri dari ideologi sosialis, kapitalis, dan Islam. Masing-masing ideologi tersebut memiliki pilar ekonomi tersendiri. 

Misalnya ideologi sosialis, yang memiliki 3 Pilar Ekonomi, yang pertama menghapus kepemilikan individu menjadi kepemilikan negara, kedua mewujudkan prinsip sama rata sama rasa, yang ketiga pengaturan mengenai produksi dan distribusi diatur secara kolektif.

Yang kedua ada ideologi kapitalis, dimana kapitalisme juga memiliki 2 pilar ekonomi, yang pertama adalah kebebasan kepemilikan, dan pasar bebas. Ekonomi kapitalisme memiliki pandangan terkait liberalisme yakni kebebasan individu untuk memiliki, memanfaatkan dan mengembangkan harta kekayaan harus dijamin.

 Individu didalam sistem ekonomi kapitalis diberi kebebasan untuk memiliki, memanfaatkan dan mengembangkan harta tanpa ada batasan melalui mekanis pasar bebas, di mana di pasar bebas individu dijamin untuk memiliki, memanfaatkan, dan mengembangkan harta sebebas-bebasnya, tidak peduli siapa pihak yang akan kalah bersaing dalam kepemilikan dan pemanfaatan harta ekonomi.

Lantas bagaimana dengan konsep pilar sistem ekonomi dalam Islam? di dalam ekonomi islam memiliki tiga pilar ekonomi, yakni kepemilikan, pemanfaatan dan pengembanagan harta kepemilikan, dan distribusi harta. 

1.Pembagian Kepemilikan Dalam Islam 

Falsafah dari pilar kepemilikan dalam sistem ekonomi islam adalah bahwa hukum asal harta merupakan milik Allah SWT, manusia, dimana Allah lah yang memutuskan dan memberikan izin mengenai status kepemilikan, juga mengatur mengenai pemanfaatan dan pengambilan harta tersebut. 

Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah Yang dikaruniakan-Nya kepadamu. (Q.S An-Nuur:33)

Dan infakkanlah (di jalan Allah) sebagian dari harta yang Dia telah menjadikan kamu menguasainya( Q.S al-Hadid : 7)

Ekonomi Islam mulai mengatur ekonomi manusia sejak manusia ingin memiliki harta. Inilah yang akan diatur oleh pilar pertama dari ekonomi Islam, yaitu kepemilikan. Manusia diharuskan untuk memahami pembagian kepemilikan dari harta milik Allah SWT yang ada di alam ini. Bagian mana dari harta yang ada di alam ini yang boleh menjadi kepemilikan individu, bagian mana yang harus menjadi kepemilikan umum dan bagian mana yang harus menjadi kepemilikan negara.

Selanjutnya, khusus untuk kepemilikan individu Ekonomi Islam akan mengatur tentang sebab-sebab pemilikan secara terperinci, yaitu mana sebab kepemilikan yang boleh (halal) dan yang tidak boleh (haram) bagi manusia.

Dalam sistem kepemilikan islam dibagi menjadi tiga;

  1. Kepemilikan Individu
  2. Kepemilikan Umum
  3. Kepemilikan Negara

Dengan diaturnya pembagian kepemilikan individu, umum, dan negara. Manusia tidak akan bertindak bebas dalam memiliki harta sesuai hawa nafsunya.

2.Pemanfaatan Dan Pengembangan Harta

Setelah manusia memiliki harta, pertanyaan berikutnya adalah akan digunakan untuk apa harta tersebut? sekalipun harta tersebut sudah sah menjadi milik manusia menurut ijin dari Allah SWT, ternyata ekonomi Islam tetap akan mengaturnya, yaitu dengan pengaturan pilar yang kedua, yakni pemanfaatan kepemilikan.

Dalam pemanfaatan kepemilikan, yang akan dilakukan manusia terhadap hartanya ada dua kemungkinan, yaitu untuk digunakan atau dibelanjakan bagi keperluan-keperluan yang sifatnya konsumtif. Kemungkinan kedua adalah untuk dikembangkan lagi, yaitu untuk keperluan yang sifatnya produktif.

Aturan Allah SWT dalam dua pilar yang telah diuraikan di atas tidak hanya berdimensi hukum syari’at bagi kehidupan di dunia, namun juga memiliki dimensi aqidah atau keimanan di akhirat kelak. Kedua pilar tersebut benar-benar akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh Allah SWT dalam pengadilan Allah SWT di padang mahsyar kelak. Rasulullah SAW bersabda:

“Kedua telapak kaki seorang anak Adam di hari kiamat masih belum beranjak di sisi Tuhannya sebelum ditanya mengenai lima perkara: tentang umurnya, apa yang telah dilakukannya? Tentang masa mudanya, apa yang telah dilakukannya? Tentang hartanya, dari mana dia memperolehnya? Dan untuk apa dibelanjakannya? Tentang ilmunya, apa yang dia kerjakan dengan ilmunya itu?”(HR. Ahmad dan At-Tabrani).

Dari Hadits di atas kita dapat memahami bahwa satu-satunya pertanggungjawaban manusia di sisi Tuhannya yang memiliki dimensi dua lapis adalah terhadap harta-nya, yaitu: dari mana dia memperolehnya? Dan untuk apa dibelanjakannya? Sedangkan untuk pertanggungjawaban terhadap yang lain dimensinya hanyalah satu lapis saja.

3.Distribusi Harta Kekayaan Di Tengah Manusia 

Apakah setelah manusia diberi izin oleh Allah SWT untuk memiliki harta dan juga memanfaatkan harta tersebut sudah cukup dalam menyelesaikan problematika ekonomi ?

Bahwa dalam faktanya, tidak semua manusia itu memiliki kemampuan untuk terlibat dalam aktivitas ekonomi, seperti membeli barang dan saja. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, ekonomi Islam menjawab dengan pilar yang ketiga, yakni distribusi ekonomi melalui dua mekanisme, yang pertama mekanisme ekonomi dan non ekonomi.

Distribusi secara ekonomi, maksud dari distribusi kekayaan secara mekanisme ekonomi yakni pendistribusian harta yang berlangsung dengan melalui mekanisme pasar (aktivitas jual beli) yang telah diatur dengan hukum-hukum syari’at. Contohnya adalah distribusi harta yang melalui jual-beli, sewa menyewa, tukar-menukar dan sebagainya.

Sedangkan distribusi secara non   ekonomi adalah distribusi yang harta melalui amal yang telah dianjurkan oleh Islam bagi individu, maupun distribusi oleh negara. Dorongan dari Islam bagi individu ini memang tidak berkaitan dengan motif ekonomi, namun berkaitan dengan janji pahala yang akan diberikan oleh Allah SWT. Contohnya adalah pemberian shodaqoh, zakat, memberikan hutang, memberikan pinjaman barang dan sebagainya.

Untuk distribusi non ekonomis yang harus diperankan oleh negara, hal ini didasarkan pada firman Allah SWT.

“Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu”.(QS. Al Hasyr: 7)

Dalil yang lain berkaitan dengan tanggung jawab negara dalam pendistribusian harta secara non ekonomis terdapat dalam Hadits Nabi SAW yang menjelaskan bahwa kepala negara (Imam) mempunyai tugas dan kewajiban untuk melayani kepentingan ummat. Hal itu didasarkan pada Hadits Imam Bukhari yang diriwayatkan dari Ibnu Umar yang mengatakan, Nabi SAW bersabda:

“Imam adalah (laksana) penggembala (pelayan). Dan dia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya”. (HR. Bukhari).

Didalam sistem ekonomi Islam, tidak hanya memikirkan bagaimana agar harta itu senantiasa bertambah dan bertambah terus, sebagaimana yang senantiasa menjadi perhatian dari ekonomi kapitalisme melalui akumulasi kapitalnya pada mekanisme pasar bebas. Ekonomi Islam juga memperhatikan bagaimana beredarnya distribusi harta secara adil. 

Referensi:

Dwi Condro Triono, ” Falsafah Ekonomi Islam”, Jilid 2, 

https://123dok.com/article/jenis-jenis-kepemilikan-kepemilikan-harta-dalam-ekonomi-islam.zx0x9g4z

Redha Sindarotama

Quranic Reciter living in Yogyakarta. Actively teaching and spreading the beauty of Islam

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button