Ekonomi Islam

Syarat dan Ketentuan Jual-Beli Mata-Uang

Dalam kegiatan dan aktivitas ekonomi terkadang kita memiliki kebutuhan untuk melakukan transaksi jual-beli mata uang, baik mata uang sejenis ataupun mata uang yang berbeda jenis (valuta asing). 

Terdapat juga beberapa hadis yang berkaitan dengan transaksi al-sharf:

Hadis dari Ubadah bin Shamit yang berbunyi, “(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.” (HR Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i, dan Ibn Majah). Dan hadis dari Umar al-Faruq, “(Jual beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai.”  (Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Hadis ini mengisyaratkan transaksi antara mata uang yang sama harus sama nilai dan nominalnya. Transaksi antara mata uang yang sama itu harus tunai. Sedangkan, transaksi antara mata uang yang berbeda boleh tidak sama, tetapi harus  tunai. 

Sedangkan, transaksi antara uang dan barang itu tidak termasuk dalam kedua hadis tersebut di atas. Oleh karena itu, tidak diharuskan tunai dan sama. Hal yang menjadi referensi adalah kesepakatan kedua belah pihak. Jadi transaksi antar uang dan barang semisal membeli barang dengan uang tidak dipersyaratkan harus tunai dan sama nominal atau nilainya. Misal ketika membeli bahan pokok di pasar kita akan menukar uang untuk mendapatkan barang tersebut. 

Dalam transaksi uang dan barang terlihat lebih longgar dalam kaidah ini karena tidak dipersyaratkan tunai dan tidak dipersyaratkan sama. Sebagaimana friman Allah di dalam Al-Quran:

وَجَٰهِدُوا۟ فِى ٱللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِۦ ۚ هُوَ ٱجْتَبَىٰكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى ٱلدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan (QS: Al-Hajj:78).

Jadi, jual-beli mata uang pada prinsipnya diperbolehkan dengan beberapa ketentuan:

  1. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)
  2. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan). Hal ini diperbolehkan misal saja ketika kita berpergian keluar negeri maka kita membutuhkan mata uang sebuah negara untuk melakukan transaksi atau transaksi bisnis yang memerlukan mata uang asing. Kebutuhan disini bukan bersifat untuk mencari keuntungan dari spekulasi jual-beli mata uang. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh). Contohnya seperti rupiah dengan rupiah atau dolar dengan dolar, maka penukarannya harus tunai dan sama nominalnya. Misal saja 100 ribu di tukarkan dengan 100 ribu tidak diperbolehkan ada kelebihan nominanya serta harus dilakukan secara tunai.
  3. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai. Misalnya penukaran rupiah dengan dolar, maka mengikuti nilai tukar (kurs yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan hal ini harus dilakukan secara tunai. Maka dari itu diperbolehkan adanya selisih dari nilai kurs tersebut dimana biasanya para pelaku bisnis money changer  mengambil margin atas penjualan mata uang yang berbeda. Hal ini diperbolehkan dengan syarat dilakukan secara tunai atau penetapan nilainya dilakukan saat transaksi. 
  4. Keempat. apabila ada jual beli antara mata uang dengan komoditas (sil’ah) maka yang menjadi referensi adalah kesepakatan antara penjual dan  pembeli. Boleh tunai atau tidak tunai, boleh mengambil margin, dan tidak disyaratkan tunai dan sama nominalnya. Semuanya kembali pada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak. Sebagaimana yang lazim dilakukan masyarakat ketika membeli kebutuhan sehari-hari dengan rupiah, tidak syaratkan tunai dan sama, boleh tidak tunai, mengangsur, atau tunai, dan diperbolehkan mengambil margin sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Oleh karena itu,  transaksi yang berlaku dalam toko-toko swalayan, baik secara tunai maupun tidak tunai itu termasuk dalam kaidah atau rumus ketiga ini.

Wallahu ‘alam.

Referensi:

https://tafsirq.com/fatwa/dsn-mui/jual-beli-mata-uang-al-sharf

Sahroni, Oni. (2021). Fiqih Muamalah Kontemporer Jilid 2. Jakarta: Penerbit Republika.

Tri Alfiani

Master student in Islamic Finance Practice (MIFP), INCEIF President's Scholarship Awardee, Content and Social Media Specialist in Islamic Finance and Economy living in Kuala Lumpur, Malaysia

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button