Konsep Pembagian Kepemilikan Harta Dalam Perspektif Ekonomi Islam
Rasa ingin memiliki harta merupakan salah satu fitrah yang ada dalam diri manusia, untuk itu perlu adanya aturan mengenai kepemilikan itu sendiri. Dengan adanya aturan mengenai kepemilikan,sebab-sebab terjadinya pengambilan hak-hak kepemilikan oleh pihak lain dapat terselesaikan (terciptanya keadilan).
Di dalam Islam, hakikat kepemilikan harta yang ada di alam semesta ini, secara mutlak berada di tangan Allah, akan tetapi Allah SWT sudah memberikan hak izin memiliki apa-apa yang ada di dalam alam semesta ini, atas izin tersebut manusia berkemampuan memenuhi kebutuhannya serta dapat memaksimalkan fungsinya sebagai khalifatullah di bumi.
Di Dalam konteks berkehidupan bernegara, adanya pembagian kepemilikan merupakan suatu keniscayaan yang terjadi. Dimana, sistem negara-negara saat ini menggunakan konsep kepemilikan negara (BUMN) dan kepemilikan swasta.
Lantas, bagaimana konsep Pembagian kepemilikan harta dalam perspektif Ekonomi Islam ?
Adanya pembagian harta kepemilikan Islam, agar terciptanya keadilan yang sesuai ketentuan hukum Syara’. Dimana keadilan itu menempatkan sesuatu pada tempatnya. Maksudnya adalah harta-harta yang menjadi kepemilikan negara, tidak bisa dimiliki oleh individu maupun swasta. Sebaliknya kepemilikan harta yang menjadi kepemilikan swasta maupun individu tidak bisa dimiliki oleh negara.
Pembagian harta kekayaan yang adil menurut Sistem Ekonomi Kapitalisme adalah diserahkan pada mekanisme pasar bebas. Sedangkan menurut Sistem Ekonomi Sosialisme semuanya dikuasai oleh negara. Bagaimana pembagian harta kekayaan yang adil menurut Sistem Ekonomi Islam?
1. Kepemilikan Individu
Kepemilikan individu adalah hukum syariat yang berlaku bagi zat atau manfaat tertentu, yang memungkinkan bagi yang memperolehnya untuk memanfaatkannya secara langsung atau mengambil kompensasi (iwadh) dari barang tersebut.
Setelah kita memahami definisi dari kepemilikan individu, selanjutnya Kita perlu mengetahui sebab-sebab yang kepemilikan (asbabut-tamallu ).
Sebab-sebab kepemilikan individu itu sendiri adalah sebab yang dapat menjadikan seseorang memiliki harta, yang sebelumnya harta tersebut tidak menjadi hak miliknya. Kepemilikan individu dapat diperoleh dengan 5 aktivitas yang menjadi sebab-sebab dari kepemilikan individu itu sendiri, dengan 5 kategori tersebut seseorang dibolehkan untuk memanfaatkan harta tersebut dengan ketentuan hukum Syara’.
a. Bekerja
Bekerja bisa menjadi sebab dari kepemilikan individu. Ada beberapa jalan yang menjadi ruang lingkup dari bekerja:
a.1) Menghidupkan tanah mati
Tanah mati adalah tanah yang tidak ada pemilik dari tanah tersebut dan tidak ada yang memanfaatkannya. Sedangkan yang dimaksud dengan menghidupkan tanah yang mati adalah mengolahnya dan menanaminya, baik dengan tanaman maupun mendirikan bangunan di atasnya. Dengan adanya usaha tersebut berarti telah menjadikan tanah tersebut menjadi miliknya.
Dalil-dalil yang dapat dijadikan sebagai rujukan di antaranya adalah beberapa Hadis Nabi dan ijma’ shahabat:
“Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah tersebut adalah miliknya” (H.R. Imam Bukhari, dari Umar Bin Khattab).
a.2) Mudharabah
Mudharabah adalah perseroan dua orang atau lebih dalam suatu usaha, dimana satu pihak sebagai pemodal dan satu pihak yang lain sebagai pekerja. Dengan kata lain, mudharabah adalah meleburnya tenaga dan harta.
a.3) Musaqah
Musaqah termasuk kategori bekerja. Musaqah adalah pembayaran dari hasil panen pohon milik seseorang kepada orang lain yang telah menyirami (merawat) pepohonannya. Dalilnya diambil dari Hadis, yaitu: Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah Bin Umar r.a. yang menyatakan:
“Rasulullah SAW pernah memperkejakan penduduk Khaibar dengan bagian (upah) dari hasil yang diperoleh baik berupa buah ataupun tanaman”. (HR. Muslim).
a.4) Ijarah
Ijarah adalah kepemilikan jasa dari seorang ajir ( pihak yang dikontrak jasanya) oleh musta’jir (pihak yang mengontrak jasa). Dengan kata lain ijarah merupakan transaksi jasa tertentu, disertai dengan kompensasi (upah). Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah ath-Thalaq : 6).
“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya”. (QS. Ath-Thalaq: 6).
a.5) Waris
Waris termasuk dalam kategori sebab bagi individu untuk dapat memiliki harta. Penetapan waris didasarkan pada nash Qur’an yang qat’i, bersifat tauqifi dan tidak disertai dengan illat.
b.Kebutuhan Harta Untuk Menyambung Hidup
Bekerja merupakan salah satu sebab-sebab kepemilikan individu, dalam memperoleh harta. Akan tetapi, bila seseorang tidak mampu bekerja karena satu dan lain hal, maka pihak yang berkewajiban menanggung nafkah seseorang adalah pihak yang memiliki kelebihan harta.Allah SWT berfirman:
“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”. (QS. Al-Ma’arij: 24-25).
c. Pemberian Harta Negara Kepada Rakyat
Pemberian negara kepada rakyat yang diambilkan dari Baitul Mal untuk memenuhi hajat hidup atau untuk memanfaatkan kepemilikan mereka (misalnya: modal untuk menggarap sawah) termasuk dalam kategori sebab kepemilikan individu. Pemberian harta dari negara kepada rakyat dapat menjadi sebab kepemilikan individu, harta yang sudah diberikan negara kepada rakyat menjadi miliknya. Allah SWT berfirman:
“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)” (QS. Al-Ma’arij: 24-25)
B. Kepemilikan Umum
Kepemilikan umum adalah izin dari Asy-Syari’ kepada suatu manusia untuk bersama-sama memanfaatkan suatu benda. Benda-benda yang terkategori kepemilikan umum, yakni benda-benda yang dinyatakan Asy-Syari’ diperuntukkan untuk komunitas dan mereka saling membutuhkan benda tersebut.
Kepemilikan umum dalam pandangan ekonomi Islam terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1. Barang Kebutuhan Umum
Barang kebutuhan umum adalah segala harta yang masuk dalam kategori fasilitas umum, yang jika tidak ada dalam suatu negeri atau dalam suatu komunitas tertentu, maka akan menimbulkan sengketa dalam mencarinya. Dengan kata lain, barang kebutuhan umum adalah apa saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum, seperti sumber-sumber air, padang gembalaan, kayu-kayu bakar, energi listrik dan lain sebagainya.
Dalil-dalil yang dapat dijadikan rujukan di antaranya adalah dari Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, dari Ibnu Abbas berkata:
“Rasulullah SAW bersabda: “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang gembalaan dan api” (HR. Abu Daud).
Dari hadits diatas, adanya ‘illat kepemilikan bersama dari sumber daya air, padang dan api tersebut. ‘Illat dari dalil tersebut adalah karena keadaannya yang termasuk dalam kategori fasilitas umum, yang menjadi kebutuhan bersama dari suatu komunitas masyarakat tertentu, yang apabila barang tersebut langka, maka akan menyebabkan terjadinya persengketaan untuk mendapatkannya.
2. Barang Tambang Besar
Barang tambang dapat dikelompokkan menjadi dua:
a. Barang tambang yang jumlahnya terbatas.
Barang tambang yang terbatas jumlahnya termasuk kepemilikan pribadi atau boleh dimiliki secara pribadi. Terhadap barang tambang yang berjumlah kecil akan diberlakukan hukum rikaz, yaitu di dalamnya wajib dikeluarkan khumus atau seperlima (1/5) bagiannya.
Dalilnya berasal dari Amr bin Syuaib, dari ayahnya, dari kakeknya, mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang lugathah, beliau menjawab:
“Barang yang ada di jalan (yang dilewati) atau kampung yang aman itu tidak termasuk ‘luqathah’ hingga diumumkan selama satu tahun. Jika (selama satu tahun itu) pemiliknya datang untuk memintanya, maka berikanlah barang tersebut kepadanya. Jika tidak ada maka barang itu adalah milikmu. Di dalam al-kharab’, yakni di dalamnya, atau di dalam ‘rikaz’, terdapat ‘khumus”. (HR. Abu Dawud).
b. Barang tambang yang besar
Adapun barang tambang yang besar atau tambang tidak terbatas jumlahnya, yang tidak mungkin dihabiskan, adalah termasuk kepemilikan umum. Dalilnya berasal dari Imam At Tirmidzi, yang meriwayatkan Hadits dari Abyadh bin Hamal:
Sesungguhnya ia pernah meminta kepada Rasulullah SAW untuk mengelola tambang garamnya. Lalu beliau memberikannya. Setelah ia pergi, ada seseorang dari majlis tersebut bertanya, “Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (ma’ul ‘iddu)”, kemudian Rasul bersabda: “Tariklah tambang tersebut darinya”. (HR. At-Tirmidzi).
3. Sumber Daya Alam
Sumber daya alam yang dimaksud disini yakni sifat pembentukannya yang mencegah untuk dimiliki secara pribadi. Jenis harta ini berbeda dengan kelompok jenis haerta yang pertama, yang dari segi dzatnya memang boleh dimiliki individu, seperti memiliki sumber air pribadi.
Namun demikian, kepemilikan sumber daya air itu memiliki ‘illat, yaitu akan menjadi terlarang untuk dimiliki oleh individu apabila sumber daya air itu dibutuhkan oleh suatu komunitas masyarakat tertentu.
3. Kepemilikan Negara
Kepemilikan negara adalah harta yang tidak termasuk kategori milik umum melainkan milik pribadi, namun barang barang tersebut terkait dengan hak kaum muslimin secara umum. Pengelolaan dari harta-harta yang terkategori kepemilikan negara menjadi wewenang khalifah.
Harta yang terkategori harta yang menjadi kepemilikan negara adalah fa’i, Kharaj, ‘usyur, Jizyah, ghanimah, dan khumus. Penjelasannya sebagai berikut:
a. Fa’i
Fa’i merupakan hak yang diberikan oleh Allah SWT kepada kaum muslim, dari kaum kuffar tanpa melalui jalan peperangan (musuh melarikan diri). Dalil yang berkaitan dengan harta fa’i dapat kita lihat dalam firman Allah SWT:
“Dan apa saja harta rampasan (fa’i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kudapun dan (tidak pula) seekor untapun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al-Hasyr: 6).
b. Kharaj
Kharaj adalah hak yang diberikan oleh Allah SWT kepada kaum Muslimin dari kaum Kuffar. Kharaj merupakan hak yang dikenakan atas lahan tanah yang ditaklukan dari tangan orang-orang Kuffar, baik dengan cara perang maupun dengan cara damai. Jumlah dari harta kharaj yang diambil atas tanah tersebut dihitung berdasarkan kandungan tanahnya.
c. ‘Usyur
‘Usyur adalah tanah jazirah Arab dan negeri-negeri yang penduduknya memeluk Islam tanpa peperangan. Ketentuan dalam pungutan tanah ‘usyriyah berbeda halnya dengan tanah kharajiyah. Ketentuan pungutan untuk tanah ‘usyriyah, yakni mengikuti hukum-hukum zakat hasil dari pertanian.
Dalil yang dijadikan sebagai rujukan ketentuan untuk mengeluarkan zakat hasil pertanian, di antaranya adalah dari firman Allah SWT:
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berkunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al-An’am: 141).
d. Jizyah
Jizyah merupakan hak yang diberikan oleh Allah SWT untuk kaum Muslim dari orang-orang kafir, karena ketundukan mereka kepada Daulah Islam. Harta ini akan dibagikan, dalam rangka mewujudkan kemaslahatan seluruh rakyat dan wajib diambil, setelah lewat satu tahun. Dalil mengenai jizyah berdasarkan firman Allah SWT:۹)
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan fidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”. (QS. At Taubah: 29).
e. Ghanimah
Ghanimah adalah hak yang diberikan Allah SWT kepada kaum Muslimin, dari kaum Kuffar dengan jalan jihad. Dalil tentang ghanimah bisa Kita lihat melalui firman Allah SWT:
“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al-Anfal: 41).
f. Khumus
Khumus adalah bagian harta yang wajib dikeluarkan untuk Baitul Mal sebesar seperlima dari harta yang ditemukan dari penggalian kandungan bumi tersebut. Ketentuan tersebut berasal dari dalil Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, yaitu:
“Barang yang ada di jalan (yang dilewati) atau kampung yang aman itu tidak termasuk ‘luqathah’ hingga diumumkan selama satu tahun. Jika (selama satu tahun itu) pemiliknya datang untuk memintanya, maka berikanlah barang tersebut kepadanya. Jika tidak ada maka barang itu adalah milikmu. Di dalam ‘al-kharab’, yakni di dalamnya, atau di dalam ‘rikaz, terdapat ‘khumus’ (seperlima dari harta temuan)”. (HR. Abu Dawud).
Referensi:
Amiruddin Kadir, Ekonomi dan Keuangan Syariah, hlm. 6.
Kementrian Agama RI, Mushaf al-Qur’an Tajwid dan Terjemah, hlm. 83.
Muhammad Baqir Ash Shadr, Buku Induk Ekonomi Islam Iqtishaduna, h, 147.
Isnani Harahap dkk, Hadis-hadis Ekonomi (Cet. 1; Jakarta: Kencana, 2015), h. 34. Idri, Hadis Ekonomi (Cet. 1; Jakarta: Kencana, 2015), h. 23.
One Comment